BatuBara

Angkutan Batubara Langgar Jam Operasional, Warga Muara Bulian Resah dan LSM KOMPIHTAL Angkat Bicara

Angkutan Batubara Langgar Jam Operasional, Warga Muara Bulian Resah dan LSM KOMPIHTAL Angkat Bicara

JAKARTA - Aktivitas angkutan batubara di wilayah Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi, kembali menuai sorotan tajam. Sejumlah sopir angkutan batubara kedapatan melintasi jalan provinsi sebelum waktu operasional yang ditentukan, menimbulkan keresahan masyarakat setempat dan memicu kemacetan di sejumlah titik strategis.

Berdasarkan pantauan lapangan pada Rabu malam, 30 April 2025, sejumlah truk batubara sudah memasuki rute Muara Bulian – Bajubang pada pukul 20.22 WIB, padahal jam operasional yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah belum dimulai. Kejadian ini menyebabkan penumpukan kendaraan, terutama di kawasan Jembatan Rengas Condong, karena truk-truk batubara enggan memberi jalan bagi kendaraan lain.

Kondisi ini menimbulkan kekesalan masyarakat yang merasa terganggu oleh pelanggaran aturan yang terus berulang. Banyak warga mengeluhkan bahwa aktivitas angkutan batubara yang tidak teratur tersebut telah mengganggu ketertiban umum dan keselamatan berkendara.

LSM KOMPIHTAL Kecam Pelanggaran

Menanggapi kondisi tersebut, Ketua LSM Komite Pemantau Investasi Hutan dan Tambang Lingkungan (KOMPIHTAL), Usman Yusuf, menyampaikan kritik keras terhadap perusahaan-perusahaan batubara yang dianggap tidak bertanggung jawab atas perilaku para sopirnya.

“Mereka sudah mengeruk isi perut bumi di Jambi ini, tapi untuk mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah mereka tidak mau. Mustahil mereka tidak bisa memperingati sopir-sopir angkutan batubara mereka,” tegas Usman saat dimintai keterangan, Rabu malam.

Usman juga menuding bahwa tindakan para sopir angkutan batubara yang melintas di luar jam operasional merupakan bentuk perlawanan terhadap aturan yang dibuat oleh pemerintah daerah. Ia menyayangkan minimnya ketegasan dari pihak aparat penegak hukum terhadap pelanggaran tersebut.

“Mereka seolah-olah menantang aparat penegak hukum. Hari ini mereka jam 8 malam sudah melintas. Besok-besok kemungkinan jam 12 siang mereka melintasi jalan provinsi ini,” ujarnya.

Minim Pengawasan, Penegakan Hukum Dipertanyakan

Fenomena angkutan batubara yang tidak mematuhi jam operasional bukan kali pertama terjadi di wilayah Jambi, khususnya di Muara Bulian. Padahal, Pemerintah Provinsi Jambi telah menetapkan aturan jam operasional guna mengatur lalu lintas kendaraan berat agar tidak mengganggu kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan lainnya.

Namun demikian, lemahnya pengawasan serta tidak adanya sanksi tegas membuat pelanggaran ini terus terjadi. Warga bahkan menilai aparat penegak hukum seolah melakukan pembiaran, sehingga sopir-sopir angkutan batubara merasa tidak takut melanggar aturan.

“Ini sudah sangat meresahkan. Kami butuh penertiban nyata. Kalau begini terus, akan muncul konflik sosial antara warga dan sopir angkutan batubara,” ujar Hendra, warga sekitar Jembatan Rengas Condong.

Ketidakhadiran Tanggapan Resmi dari Satgas WasGakkum

Sementara itu, saat dikonfirmasi oleh media, Wakil Satgas Pengawasan dan Penegakan Hukum (WasGakkum) Batubara, Johansyah, belum memberikan tanggapan mengenai waktu resmi operasional angkutan batubara. Hingga berita ini diturunkan, pihak Satgas belum merespons permintaan klarifikasi yang diajukan oleh awak media.

Ketiadaan keterangan resmi dari pihak berwenang turut memperkuat kekecewaan masyarakat terhadap sistem pengawasan dan regulasi angkutan tambang di wilayah tersebut. Masyarakat berharap pemerintah dan aparat penegak hukum segera mengambil tindakan konkret.

Seruan untuk Penegakan Aturan Lebih Tegas

Para aktivis lingkungan dan pengamat transportasi menyebut bahwa ketidaktegasan penegakan hukum terhadap sopir dan perusahaan angkutan batubara dapat menciptakan preseden buruk dalam tata kelola transportasi sektor tambang.

Menurut pengamat transportasi lokal, Rinto Arifin, perlu ada sistem pengawasan berbasis teknologi seperti CCTV dan GPS tracking yang terintegrasi dengan sistem pemerintah daerah.

“Jika pemerintah serius, bisa saja diterapkan sistem e-monitoring agar setiap truk yang melanggar jam operasional dapat langsung diberi sanksi, baik administrasi maupun penahanan kendaraan di tempat,” jelasnya.

Warga Muara Bulian kini menuntut aksi nyata dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengatasi pelanggaran jam operasional angkutan batubara. Mereka mendesak agar perusahaan tambang ikut bertanggung jawab dan melakukan pembinaan serta pengawasan terhadap sopir-sopir mereka.

Di sisi lain, LSM dan pengamat transportasi mendorong penerapan sistem digital dalam pengawasan serta pemberlakuan sanksi tegas terhadap pelanggar aturan. Jika tidak ada tindakan yang signifikan, dikhawatirkan keresahan masyarakat akan berubah menjadi bentuk protes sosial yang lebih luas.

Dengan terus meluasnya dampak dari aktivitas angkutan batubara yang tidak teratur, sudah saatnya pemerintah provinsi dan aparat penegak hukum bergerak cepat demi menciptakan ketertiban, keamanan, dan keadilan di tengah masyarakat Jambi.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index