JAKARTA - Keseriusan membangun fondasi sepak bola nasional yang sehat kembali ditunjukkan oleh Ketua Umum PSSI, Erick Thohir. Dalam sebuah momentum penting di Jakarta International Stadium (JIS), Erick berbicara tegas soal pentingnya menjaga integritas pelatih dan sistem pembinaan pemain sepak bola di Indonesia.
Di hadapan ratusan pelatih dari berbagai daerah, ia menyuarakan tekad kuat agar praktik-praktik lama yang tidak sehat seperti "titipan" pelatih maupun pemain dihentikan sepenuhnya. Baginya, masa depan sepak bola nasional hanya bisa dibangun dari sistem yang adil, bersih, dan berpihak pada kompetensi serta potensi.
Momen penyampaian itu terjadi saat Erick membuka gelaran National Coach Conference yang digagas sebagai bagian dari program transformasi sepak bola nasional. Konferensi ini melibatkan lebih dari 300 pelatih dari seluruh penjuru Tanah Air, menunjukkan komitmen nyata untuk menyatukan visi dalam membangun sistem kepelatihan yang lebih profesional.
Dengan semangat pembaruan, Erick menyampaikan pandangannya yang lugas di hadapan peserta yang memadati stadion. Ia tidak hanya menyoroti kualitas pelatih, namun juga mengingatkan pentingnya membangun integritas yang kokoh dalam sistem sepak bola, dimulai dari proses rekrutmen pemain hingga pengangkatan pelatih.
“Junjung tinggi integritas. Jangan ada pelatih atau pemain titipan. Semua anak Indonesia punya hak yang sama untuk berkembang. Sepak bola Indonesia harus lahir dari akar rumput, bukan dari klub-klub besar di kota saja,” tegas Erick Thohir.
Pernyataan ini menjadi refleksi dari pengalaman panjang sepak bola nasional yang tak jarang terganggu oleh kepentingan-kepentingan jangka pendek. Erick berusaha mendorong perubahan besar yang menyentuh hingga ke tingkat paling dasar, yaitu sistem rekrutmen dan pengembangan pemain usia muda. Menurutnya, talenta terbaik bisa lahir dari mana saja, asalkan diberi ruang dan kesempatan yang setara.
Komitmen terhadap pengembangan dari akar rumput menjadi salah satu titik tekan dalam konferensi nasional ini. Erick menggarisbawahi bahwa masa depan sepak bola Indonesia harus dimulai dari sistem yang membuka peluang bagi semua, bukan dari sistem yang mengutamakan akses eksklusif kelompok tertentu. Hal ini penting untuk memastikan bahwa pembinaan berjalan dengan prinsip meritokrasi.
Erick juga menekankan pentingnya para pelatih menjaga peran strategis mereka sebagai pendidik dan pengarah generasi baru pesepakbola. Ia menyadari bahwa kualitas pelatih menjadi elemen kunci dalam membentuk pemain yang tidak hanya andal secara teknik, tetapi juga memiliki karakter dan semangat sportivitas.
Konferensi nasional ini menjadi ruang diskusi dan konsolidasi yang sangat dibutuhkan oleh para pelatih untuk memperkuat kapasitas diri. Erick menyambut baik kolaborasi yang terjadi antara federasi sepak bola dan kementerian terkait untuk memastikan pembinaan pelatih berjalan selaras dengan visi besar transformasi sepak bola Indonesia.
Lebih dari sekadar seremoni, acara ini menjadi panggung untuk memperlihatkan keseriusan PSSI dalam menata ulang struktur pembinaan sepak bola. Erick berharap para pelatih yang hadir dapat menjadi agen perubahan di wilayah masing-masing, dengan mengimplementasikan nilai-nilai integritas dan profesionalisme yang sama.
Pesan kuat lainnya yang disampaikan Erick adalah tentang pentingnya keadilan dalam kesempatan bagi anak-anak muda yang bercita-cita menjadi pesepakbola profesional. Menurutnya, sistem yang memberi ruang bagi semua tanpa diskriminasi akan melahirkan lebih banyak talenta yang layak mengisi skuad tim nasional di masa depan.
Dalam konteks ini, peran pelatih menjadi sangat krusial. Erick mengajak para pelatih untuk meninggalkan pola-pola lama yang tidak relevan, serta terus mengembangkan diri agar mampu mengikuti dinamika sepak bola modern. Pelatih tidak hanya dituntut menjadi instruktur teknis, tapi juga menjadi inspirator dan penjaga nilai dalam dunia olahraga.
Konferensi ini juga menjadi simbol sinergi antara pemangku kepentingan di bidang olahraga, terutama antara federasi sepak bola dan pemerintah. Kolaborasi ini diperlukan agar program pengembangan pelatih berjalan dengan arah yang terukur dan sistemik, tidak hanya bersifat insidental.
Erick menyampaikan harapannya agar konferensi ini tidak berhenti sebagai pertemuan formal semata, melainkan mampu menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa perubahan besar hanya mungkin tercapai jika semua pihak bersatu dalam komitmen dan aksi nyata.
Ia juga menekankan bahwa keberhasilan sepak bola nasional tidak bisa hanya diukur dari kemenangan di lapangan, tetapi juga dari kemampuan menciptakan sistem yang adil, jujur, dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Erick menyerukan agar semangat reformasi tidak luntur di tengah tantangan yang ada.
Para peserta konferensi menyambut baik pesan-pesan yang disampaikan Erick. Banyak pelatih yang merasa didukung secara moral untuk terus menjaga profesionalitas dan menjunjung tinggi etika dalam menjalankan tugas mereka. Pesan tentang menghapus praktik titipan dianggap sebagai bentuk keberpihakan pada pelatih dan pemain yang berjuang dari bawah dengan niat tulus.
Dengan berlangsungnya konferensi ini, terbuka harapan baru bahwa arah pembinaan sepak bola Indonesia akan semakin jelas. Diharapkan, melalui komitmen para pelatih yang hadir, semangat pembaruan ini akan menjalar ke seluruh wilayah Tanah Air, sehingga Indonesia bisa melahirkan generasi emas sepak bola yang benar-benar lahir dari kualitas, bukan kedekatan atau kepentingan tertentu.
Melalui sikap tegasnya, Erick Thohir menunjukkan bahwa perubahan bukan hanya soal wacana, tetapi bisa dimulai dari keteguhan sikap dan keberanian mengambil langkah berani demi masa depan sepak bola Indonesia yang lebih baik.