JAKARTA – Pemerintah Indonesia tengah menggelontorkan berbagai insentif fiskal untuk memulihkan daya beli masyarakat yang melemah, menyusul capaian pertumbuhan ekonomi yang masih tertahan di bawah target. Pada kuartal I tahun 2025, pertumbuhan ekonomi nasional hanya mampu mencapai 4,87 persen, jauh dari harapan meski ditopang momentum Ramadan dan Lebaran.
Menyikapi hal tersebut, Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah cepat dengan menginstruksikan jajaran menteri ekonomi untuk menyalurkan bantuan langsung, termasuk diskon tarif listrik serta Bantuan Subsidi Upah (BSU), sebagai upaya mendorong konsumsi rumah tangga yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional.
"Kami berharap dengan adanya insentif ini, daya beli masyarakat bisa meningkat kembali, dan pertumbuhan ekonomi bisa kembali ke atas 5 persen di kuartal II dan seterusnya," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin 26 Mei 2025.
Insentif Listrik untuk Rumah Tangga
Salah satu langkah konkret yang dilakukan pemerintah adalah pemberian diskon tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga 450 VA dan 900 VA bersubsidi. Insentif ini diberikan mulai bulan Juni hingga Agustus 2025 untuk membantu mengurangi beban pengeluaran rumah tangga di tengah tekanan ekonomi.
Diskon tarif ini menyasar sekitar 24 juta pelanggan yang tergolong masyarakat berpenghasilan rendah. PT PLN (Persero) telah diminta segera menyesuaikan sistem penagihan agar masyarakat bisa langsung merasakan manfaatnya.
"Pemberian insentif ini bukan hanya membantu meringankan beban masyarakat, tapi juga bertujuan untuk meningkatkan konsumsi listrik yang bisa mendorong aktivitas ekonomi lainnya," kata Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu.
Jisman menambahkan, kebijakan ini merupakan bagian dari stimulus fiskal yang lebih luas dan terintegrasi, terutama menjelang masa libur sekolah Juni–Juli yang secara historis menjadi masa puncak konsumsi.
Penyaluran BSU dan Dorongan ke Dunia Usaha
Selain insentif listrik, pemerintah juga kembali menggulirkan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) untuk pekerja formal dengan penghasilan di bawah Rp4 juta per bulan. BSU diberikan dalam bentuk transfer langsung senilai Rp600 ribu per penerima, yang dijadwalkan cair pada awal Juni.
Program ini diharapkan mampu menambah daya beli masyarakat kelas pekerja, yang selama ini menjadi kelompok rentan terhadap gejolak harga kebutuhan pokok.
"BSU ini bentuk nyata perhatian pemerintah terhadap para pekerja. Dengan tambahan uang tunai ini, kami berharap konsumsi masyarakat naik," ujar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Lebih jauh, pemerintah juga menyiapkan insentif untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui relaksasi kredit dan subsidi bunga pinjaman. Kementerian Koperasi dan UKM bersama dengan Himbara telah menyusun skema pendanaan yang lebih fleksibel untuk mendukung arus kas pelaku UMKM selama kuartal II 2025.
Momen Strategis: Libur Sekolah dan Hari Besar
Pemerintah memanfaatkan momentum libur sekolah dan perayaan hari besar sebagai waktu yang strategis untuk menyalurkan berbagai insentif. Bulan Juni dan Juli menjadi periode emas karena keluarga Indonesia cenderung melakukan lebih banyak pengeluaran, seperti liburan, kebutuhan sekolah, hingga konsumsi makanan dan minuman.
"Kami ingin memastikan bahwa masyarakat punya cukup daya beli saat libur sekolah. Ini penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi rumah tangga," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu.
Menurut Febrio, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional bisa kembali ke kisaran 5,1–5,3 persen pada kuartal II dan III 2025. Untuk itu, berbagai kebijakan fiskal akan terus dievaluasi dan disesuaikan dengan dinamika ekonomi.
Tantangan Global dan Strategi Domestik
Ekonom memperkirakan bahwa tekanan global masih akan membayangi pemulihan ekonomi Indonesia, termasuk perlambatan ekonomi di China, volatilitas harga komoditas, serta kebijakan moneter ketat dari negara-negara maju.
Namun demikian, fokus pemerintah untuk memperkuat sisi permintaan domestik dinilai sebagai langkah yang tepat. Konsumsi rumah tangga masih menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi, dengan kontribusi sekitar 55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Stimulus pemerintah harus tepat sasaran dan cepat disalurkan agar efeknya bisa langsung terasa di ekonomi riil," ujar Ekonom CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet.
Yusuf juga mengingatkan agar pemerintah memperhatikan koordinasi antarlembaga dan mempercepat proses birokrasi penyaluran bantuan agar tidak terjadi keterlambatan yang bisa mengurangi efektivitas program.
Harapan Menuju Akhir Tahun
Dengan berbagai insentif yang digelontorkan, pemerintah optimistis dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kembali ke atas 5 persen pada paruh kedua 2025. Program perlindungan sosial, stimulus fiskal, serta dorongan terhadap konsumsi diharapkan menjadi kombinasi kebijakan yang mampu menjaga daya tahan ekonomi nasional.
"Kebijakan ini adalah bagian dari komitmen Presiden Prabowo untuk memastikan pemulihan ekonomi berjalan inklusif dan merata," ujar Airlangga Hartarto.
Pemerintah juga akan terus mengawasi pelaksanaan program di lapangan, termasuk evaluasi dampak terhadap konsumsi dan inflasi, agar kebijakan bisa disesuaikan secara dinamis sesuai kebutuhan masyarakat.