Bank Indonesia

Cadangan Devisa Turun Tajam di April 2025, Ekonom Desak Pemerintah dan Bank Indonesia Tingkatkan Sinergi

Cadangan Devisa Turun Tajam di April 2025, Ekonom Desak Pemerintah dan Bank Indonesia Tingkatkan Sinergi

JAKARTA – Cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan signifikan pada April 2025. Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa per akhir April 2025 sebesar US$ 152,4 miliar, merosot US$ 4,7 miliar dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 157,1 miliar. Penurunan ini memunculkan kekhawatiran berbagai pihak, termasuk dari kalangan ekonom, yang menilai bahwa persoalan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyoroti lemahnya koordinasi kebijakan ekonomi nasional.

Menurut Bank Indonesia, penurunan cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta intervensi BI dalam rangka stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya tekanan eksternal, seperti penguatan dolar AS dan ketidakpastian global.

Namun, para pengamat menilai penurunan cadangan devisa ini bukan sekadar konsekuensi dari transaksi internasional jangka pendek, melainkan juga mencerminkan persoalan struktural yang memerlukan penanganan lintas sektor.

Ekonom: Penurunan Cadangan Devisa Bukan Sekadar Isu Neraca Pembayaran

Ekonom dan pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menyatakan bahwa menurunnya cadangan devisa tidak bisa hanya dilihat dari aspek teknis semata.

“Penurunan cadangan devisa ini bukan hanya isu teknis neraca pembayaran, tetapi refleksi dari lemahnya koordinasi antar kebijakan ekonomi dan kegagalan menciptakan ekosistem devisa yang resilien,” ujar Achmad, Jumat 10 Mei 2025.

Menurutnya, cadangan devisa yang kuat tidak bisa hanya mengandalkan peran Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pemerintah, terutama melalui kebijakan fiskal, memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan fondasi ekonomi yang kuat agar devisa negara tetap terjaga, terlebih di tengah gejolak global yang penuh ketidakpastian.

Kritik Terhadap Kebijakan Fiskal dan Utang Luar Negeri

Lebih lanjut, Achmad Nur Hidayat menyoroti peran pemerintah pusat yang dinilainya masih kurang optimal dalam menjaga stabilitas devisa. Ia menilai bahwa defisit anggaran yang tidak terkendali serta strategi utang luar negeri yang kurang tepat dapat membebani cadangan devisa dalam jangka panjang.

“Pemerintah pusat harus turut memperkuat sisi fundamental fiskal dengan menjaga defisit anggaran dalam batas wajar, mempercepat belanja produktif yang mendorong substitusi impor, serta menata ulang strategi utang luar negeri yang bisa membebani devisa,” tegas Achmad.

Menurutnya, kebijakan belanja negara harus lebih diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki efek pengganda (multiplier effect) terhadap produksi domestik. Dengan begitu, ketergantungan terhadap impor dapat ditekan dan permintaan devisa untuk pembayaran luar negeri pun menurun.

Peran Bank Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Nilai Tukar

Sementara itu, Bank Indonesia terus melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar rupiah yang tertekan akibat penguatan dolar AS dan ketidakpastian global, termasuk arah kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed). Intervensi ini, meskipun berdampak positif terhadap stabilitas nilai tukar, turut menyumbang penurunan cadangan devisa nasional.

BI menyatakan bahwa posisi cadangan devisa saat ini masih cukup untuk mendukung ketahanan sektor eksternal, dengan kapasitas pembiayaan setara dengan lebih dari 6 bulan impor serta pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Namun, Achmad menilai bahwa penggunaan cadangan devisa untuk intervensi nilai tukar hanya menjadi solusi jangka pendek yang harus dibarengi dengan reformasi ekonomi struktural.

Dampak terhadap Stabilitas Ekonomi dan Investasi

Penurunan cadangan devisa secara berkelanjutan dapat mengurangi kepercayaan investor terhadap stabilitas ekonomi makro Indonesia. Hal ini bisa memicu arus keluar modal asing (capital outflow) dan melemahkan rupiah lebih lanjut, yang pada gilirannya akan berdampak pada inflasi impor dan beban utang luar negeri.

Beberapa analis pasar menilai bahwa untuk mempertahankan keyakinan pelaku pasar, pemerintah perlu memperkuat sinyal kebijakan yang pro-stabilitas serta mengedepankan kerja sama yang erat dengan Bank Indonesia.

Salah satu ekonom senior dari lembaga riset swasta di Jakarta mengatakan bahwa transparansi dan kejelasan arah kebijakan ekonomi sangat krusial saat ini.

“Pasar melihat tidak hanya data, tetapi juga sinyal dan koordinasi kebijakan. Jika kebijakan moneter dan fiskal tidak sejalan, maka tekanan terhadap cadangan devisa akan terus berlanjut,” katanya.

Rekomendasi Solusi Jangka Menengah dan Panjang

Untuk mengatasi persoalan penurunan cadangan devisa, para ahli merekomendasikan beberapa langkah strategis:

1. Peningkatan Ekspor Nonmigas
Pemerintah perlu fokus pada pengembangan sektor ekspor berbasis industri manufaktur dan pertanian bernilai tambah tinggi.

2. Substitusi Impor
Mendorong program hilirisasi dan penguatan industri dalam negeri guna mengurangi kebutuhan impor bahan baku dan barang konsumsi.

3. Pengelolaan Utang yang Lebih Efisien
Meninjau kembali strategi penerbitan utang luar negeri agar lebih diarahkan pada pembiayaan proyek produktif.

4. Reformasi Fiskal dan Efisiensi Belanja Negara
Mengurangi belanja yang tidak produktif dan mengarahkan anggaran pada sektor-sektor strategis yang mendorong daya saing nasional.

5. Penguatan Koordinasi Lintas Kementerian dan Lembaga
Memastikan harmonisasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil agar sejalan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Perlu Sinergi Nyata antara Pemerintah dan BI

Penurunan cadangan devisa sebesar US$ 4,7 miliar pada April 2025 menjadi sinyal penting bahwa Indonesia perlu memperkuat fundamental ekonomi, bukan hanya melalui kebijakan moneter oleh Bank Indonesia, tetapi juga dengan memperbaiki pengelolaan fiskal oleh pemerintah.

“Kunci dari ketahanan devisa adalah ekosistem ekonomi yang kuat dan terkoordinasi. Tidak bisa hanya mengandalkan satu institusi,” tutup Achmad Nur Hidayat.

Dalam kondisi global yang penuh ketidakpastian, sinergi antara Bank Indonesia dan pemerintah mutlak diperlukan agar Indonesia mampu menjaga stabilitas makroekonomi, menarik investasi, dan memperkuat ketahanan sektor eksternal dalam jangka panjang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index