JAKARTA - Program pengembangan energi bersih kembali menunjukkan kemajuan.
PT PLN Indonesia Power (PLN IP) resmi memulai tahap konstruksi proyek co-generation atau binary plant Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Proyek ini diharapkan menjadi tonggak baru dalam pemanfaatan potensi panas bumi yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
Langkah ini juga menandai keseriusan PLN IP dan Pertamina Geothermal Energy (PGEO) dalam memperluas bauran energi terbarukan nasional. Teknologi binary cycle yang digunakan dinilai mampu memanfaatkan sumber panas sisa yang sebelumnya belum terkelola optimal, sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembangkitan listrik panas bumi.
Tahap Konstruksi Dimulai untuk Peningkatan Kapasitas Energi
Manager Unit Layanan Pusat Listrik PLTP Lahendong PLN IP, Herbert S.M. Saragih, mengatakan proyek co-generation ini telah memasuki masa pembangunan fisik setelah rampungnya tahap perencanaan.
“Karena proyek itu dengan PGE, informasi yang saya terima sekarang sudah lagi mulai pembangunan tahap sipil,” ujar Saragih di Minahasa.
Menurutnya, pekerjaan di lapangan meliputi persiapan lokasi, pembangunan fondasi, hingga pengerjaan struktur utama. Tahap konstruksi ini menjadi langkah penting menuju pengoperasian penuh binary plant Lahendong yang akan menambah kapasitas pembangkit listrik panas bumi di wilayah tersebut.
Saragih menjelaskan bahwa sistem binary plant berbeda dari sistem PLTP konvensional yang telah beroperasi di Lahendong. Jika unit 1 hingga 4 menggunakan uap bertekanan tinggi secara langsung untuk memutar turbin, sistem binary justru memanfaatkan uap bertekanan rendah yang tersisa dari proses utama.
“Kalau binary unit itu sistemnya berbeda. Jadi memanfaatkan steam yang tidak bisa terakomodir atau uap yang tidak bisa terpakai dalam sistem utama,” jelasnya.
Inovasi Teknologi untuk Efisiensi Energi Panas Bumi
PLN IP dan PGEO mengembangkan teknologi ini untuk mengoptimalkan energi panas bumi yang selama ini belum termanfaatkan maksimal. Beberapa sumur di area Lahendong memiliki tekanan rendah, hanya sekitar 5 bar, sementara PLTP konvensional membutuhkan tekanan sekitar 7,5 bar. Dengan sistem binary, sumber panas tersebut tetap bisa diolah menjadi energi listrik yang berguna.
Meski kapasitasnya tidak sebesar PLTP utama, teknologi binary dinilai lebih efisien karena mampu menghasilkan listrik dari sumber yang sebelumnya terbuang. “Dari steam tadi ini ada prosesnya untuk bisa digunakan memutar turbin, dan kapasitasnya pun tidak sama dengan yang ada sekarang,” ungkap Saragih.
Teknologi ini juga dianggap ramah lingkungan karena dapat menekan emisi dan memaksimalkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Penerapan sistem binary menjadi bentuk inovasi yang sejalan dengan upaya pemerintah mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.
Sinergi PLN IP dan PGEO Dorong Akselerasi Proyek Panas Bumi
Sebelumnya, PLN IP dan PGEO telah menyepakati pembentukan joint venture (JV) untuk mengelola proyek co-generation dengan potensi tambahan kapasitas hingga 230 megawatt (MW). Proses pembentukan usaha patungan ini ditargetkan selesai pada bulan Oktober 2025.
Manager Corporate Communication & CSR PGEO, Muhammad Taufik, mengatakan pihaknya berharap struktur kepemilikan dalam usaha patungan ini dapat mencerminkan kontribusi masing-masing perusahaan. “Kami optimistis proses ini akan segera selesai dalam waktu dekat,” ujarnya.
PGEO akan memegang saham mayoritas sebesar 51% hingga 70%. Melalui kerja sama ini, kedua BUMN energi tersebut akan menggarap dua proyek utama: PLTP Lahendong Binary Unit berkapasitas 15 MW dan PLTP Ulubelu Binary Unit berkapasitas 30 MW. Total nilai investasi kedua proyek mencapai US$165 juta.
Proyek ini menargetkan commercial operation date (CoD) pada Desember 2026, dengan tahapan engineering, procurement, construction, and commissioning (EPCC) yang dimulai pada Oktober 2025.
Muhammad menambahkan, kerja sama ini tidak hanya memperkuat aspek teknis dan operasional, tetapi juga mempercepat proses power purchase agreement (PPA) antara PLN dan PGEO. Sinergi ini diharapkan menjadi model bagi pengembangan proyek panas bumi lainnya di Indonesia.
Dukungan Pemerintah terhadap Pengembangan Panas Bumi Nasional
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menaruh perhatian besar terhadap penerapan teknologi co-generation dalam sektor ketenagalistrikan. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025–2034, ESDM menargetkan pengembangan PLTP dengan total kapasitas 230 MW berbasis teknologi binary di berbagai wilayah kerja panas bumi (WKP).
Beberapa daerah yang telah diidentifikasi untuk pengembangan proyek serupa mencakup Lahendong, Ulubelu, Lumut Balai, Hululais, Kamojang, Sibayak, dan Sungai Penuh.
Teknologi binary cycle sendiri menggunakan fluida kerja seperti isobutana atau pentana, yang memiliki titik didih lebih rendah daripada air. Fluida ini dipanaskan oleh uap panas bumi, lalu menguap dan menggerakkan turbin untuk menghasilkan listrik. Panas sisa dari proses tersebut bahkan masih dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan industri atau pemanas ruangan, menjadikannya sistem yang sangat efisien.
Dengan pengembangan proyek PLTP Lahendong dan penerapan sistem binary, Indonesia semakin memperkuat posisinya sebagai salah satu negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia. Upaya ini menjadi bukti komitmen pemerintah dan BUMN energi untuk mempercepat transisi menuju energi bersih dan berkelanjutan.
 
                    
 
             
                   
                   
                   
                   
                   
                   
                
             
                
            