JAKARTA - Bupati Indragiri Hilir (Inhil), Herman, secara tegas meminta PT PLN (Persero) untuk segera membenahi layanan kelistrikan di wilayahnya. Ia menyoroti buruknya infrastruktur dan distribusi listrik, terutama di kawasan pelosok desa yang hingga kini belum menikmati pasokan listrik layak sesuai standar teknis nasional.
Dalam pertemuan audiensi yang digelar di Jakarta beberapa waktu lalu, Bupati Herman menyampaikan keluhan masyarakat pedesaan di Inhil terkait ketidakstabilan pasokan listrik. Menurutnya, hingga saat ini masih banyak desa yang menggunakan tiang listrik seadanya, bahkan dari bahan bambu dan nibung, yang tentu sangat membahayakan dan tidak memenuhi syarat keselamatan instalasi kelistrikan.
"Masih banyak warga di Inhil yang menggunakan tiang listrik dari bambu dan nibung. Jarak kabel terlalu panjang, dan tidak ada gardu trafo. Akibatnya, tegangan naik turun, lampu hidup sebentar, mati sebentar," tegas Herman dalam pernyataannya.
Buruknya kondisi ini berdampak signifikan terhadap kualitas hidup masyarakat. Tidak hanya mengganggu aktivitas rumah tangga, tetapi juga berdampak pada sektor pendidikan, kesehatan, dan perekonomian warga. Herman mencontohkan bahwa anak-anak sekolah kesulitan belajar di malam hari karena lampu sering padam, sementara pelaku UMKM tidak dapat mengandalkan listrik untuk menjalankan usaha mereka.
Menurut data dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir, terdapat puluhan desa yang masih mengalami persoalan kelistrikan. Meskipun jaringan listrik telah menjangkau sebagian wilayah, namun kualitas distribusinya sangat buruk. Banyak warga mengeluh lampu hanya menyala beberapa jam, bahkan dalam satu hari bisa berkali-kali padam.
Herman juga menegaskan bahwa kehadiran PLN harus mampu menjawab kebutuhan masyarakat, bukan sekadar memasang jaringan. Ia mendesak agar PLN melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi dan kualitas instalasi di wilayah Kabupaten Inhil.
"Kami tidak menuntut sesuatu yang muluk-muluk, hanya ingin masyarakat kami menikmati listrik yang layak, aman, dan stabil sebagaimana mestinya warga negara lainnya. PLN harus lebih profesional dan serius dalam menangani masalah ini," ujar Herman.
Ia menilai pelayanan kelistrikan yang tidak merata dan tidak profesional merupakan bentuk ketidakadilan pembangunan. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah pusat, melalui Kementerian ESDM dan PLN, segera mengambil langkah strategis dan konkret.
"Pembangunan yang adil adalah pembangunan yang merata. Listrik adalah kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Pemerintah pusat harus memastikan semua warga negara mendapatkan hak yang sama," tambahnya.
Permintaan ini mencuat di tengah upaya nasional dalam memperluas elektrifikasi ke wilayah-wilayah tertinggal. Pemerintah pusat sendiri menargetkan rasio elektrifikasi mencapai 100% pada tahun mendatang. Namun kenyataannya, masih ada banyak wilayah di luar Jawa-Bali yang belum sepenuhnya tersentuh layanan listrik yang andal.
PLN, dalam berbagai kesempatan, memang telah menyatakan komitmennya untuk memperluas jaringan listrik ke daerah-daerah terpencil. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tantangan infrastruktur, geografis, dan anggaran masih menjadi kendala utama.
Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fajar Santoso, mengatakan bahwa persoalan kelistrikan di daerah pelosok bukan hanya soal ketersediaan jaringan, tetapi juga soal kualitas distribusi dan pemeliharaan.
"Banyak daerah yang secara administratif sudah terjangkau listrik, tapi dari sisi teknis, kualitasnya sangat buruk. Tegangan tidak stabil, pemadaman sering terjadi, bahkan instalasi masih menggunakan material yang tidak sesuai standar. Ini sangat berbahaya dan merugikan masyarakat," jelas Fajar.
Ia menyarankan agar PLN melakukan pemetaan ulang wilayah-wilayah yang mengalami gangguan teknis dan memprioritaskan investasi pada peningkatan kualitas distribusi, termasuk pembangunan gardu distribusi dan penggantian material instalasi yang tidak layak.
Selain itu, Fajar juga menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, PLN, dan swasta untuk mempercepat penyediaan listrik berkualitas. "Tidak bisa hanya mengandalkan satu pihak. Pemerintah daerah harus proaktif menyampaikan data dan kebutuhan, PLN harus terbuka dan responsif, serta melibatkan sektor swasta dalam proyek-proyek strategis," katanya.
Sementara itu, masyarakat Inhil berharap desakan Bupati Herman bisa menjadi pemicu perubahan nyata. Sulastri, warga Kecamatan Gaung, mengungkapkan bahwa sejak lama ia harus bergantung pada genset saat listrik padam. "Kalau lampu mati, kami harus pakai genset, tapi biaya bahan bakarnya mahal. Kami ingin listrik yang normal, seperti di kota-kota," keluhnya.
Kondisi seperti ini menunjukkan bahwa masih ada pekerjaan rumah besar dalam mewujudkan keadilan energi di seluruh Indonesia. Pemerintah pusat diharapkan lebih peka terhadap kebutuhan daerah-daerah yang masih tertinggal dalam hal infrastruktur dasar.
Dengan adanya desakan dari kepala daerah seperti Bupati Inhil, diharapkan menjadi momentum bagi PLN dan pemerintah untuk mempercepat pemerataan layanan listrik, demi kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok tanah air.