JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mencabut izin usaha salah satu penyelenggara layanan pinjaman online (pinjol) atau fintech peer-to-peer (P2P) lending, yakni PT Ringan Teknologi Indonesia. Dengan pencabutan ini, jumlah pinjol legal berizin di Indonesia menyusut menjadi 96 perusahaan per Mei 2025.
Keputusan pencabutan izin usaha PT Ringan Teknologi Indonesia resmi berlaku sejak 24 April 2025, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-17/D.06/2025. Dalam siaran pers resmi yang dirilis OJK pada Jumat 9 Mei 2025, lembaga pengawas tersebut menegaskan bahwa perusahaan dilarang menjalankan kegiatan usaha di bidang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi sejak keputusan berlaku.
“Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, perusahaan dilarang melakukan kegiatan usaha di bidang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi,” tegas Edi Setijawan, Kepala Departemen Perizinan, Pemeriksaan Khusus, dan Pengendalian Kualitas Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK.
Pencabutan izin usaha PT Ringan Teknologi Indonesia menambah daftar entitas pinjol yang tidak lagi diakui secara legal oleh OJK. OJK menyebut, langkah ini diambil sebagai bagian dari pengawasan ketat terhadap penyelenggara fintech agar tetap memenuhi ketentuan perizinan, menjaga tata kelola perusahaan, serta menjamin perlindungan terhadap konsumen.
“Langkah tegas seperti ini merupakan bentuk komitmen kami untuk membersihkan industri fintech lending dari penyelenggara yang tidak patuh terhadap regulasi. Perlindungan konsumen adalah prioritas utama kami,” lanjut Edi.
Dengan berkurangnya satu penyelenggara, OJK mencatat bahwa per Mei 2025 terdapat 96 penyelenggara fintech lending yang legal dan terdaftar serta berizin resmi. Daftar lengkap penyelenggara ini dapat diakses melalui laman resmi OJK maupun situs milik Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
AFPI, sebagai asosiasi resmi penyelenggara pinjaman online yang telah mendapatkan pengakuan dari OJK, menyatakan mendukung penuh langkah pengawasan dan penegakan hukum oleh regulator. Sekretaris Jenderal AFPI, Tumbur Pardede, menegaskan bahwa asosiasi terus mendorong anggotanya untuk menjaga kepatuhan terhadap seluruh ketentuan yang berlaku.
"Kami terus memperkuat tata kelola, transparansi, dan sistem manajemen risiko para anggota kami agar industri ini bisa tumbuh dengan sehat dan berkelanjutan. Penyelenggara yang tidak dapat mengikuti standar tersebut memang layak untuk dikenai sanksi atau pencabutan izin,” ungkap Tumbur.
Menurut data OJK, sepanjang tahun 2024 hingga awal 2025, pengawasan terhadap sektor pinjol semakin ditingkatkan seiring dengan tingginya minat masyarakat terhadap layanan pembiayaan digital. Namun demikian, tidak semua penyelenggara dapat memenuhi standar minimum yang telah ditetapkan, baik dari sisi permodalan, manajemen risiko, maupun perlindungan data konsumen.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda, menilai pencabutan izin usaha terhadap penyelenggara fintech yang tidak sehat harus dilakukan secara konsisten. "Pembersihan industri dari pemain-pemain yang bermasalah penting dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sektor ini, terutama di tengah meningkatnya outstanding pinjaman online yang saat ini telah menyentuh Rp 80 triliun lebih," ujarnya.
Huda juga menekankan pentingnya peningkatan literasi digital dan keuangan masyarakat agar tidak terjerat oleh layanan pinjaman ilegal. “Masyarakat harus proaktif memverifikasi legalitas penyedia layanan keuangan digital sebelum menggunakan jasanya. Edukasi dan akses terhadap informasi legal sangat penting,” katanya.
Di sisi lain, OJK menyampaikan bahwa pencabutan izin tidak serta-merta menghapus tanggung jawab penyelenggara terhadap kewajiban yang masih berjalan. Dalam hal ini, PT Ringan Teknologi Indonesia tetap wajib menyelesaikan seluruh kewajiban kepada pemberi dana (lender) dan penerima dana (borrower) sesuai ketentuan yang berlaku.
“OJK mengimbau agar masyarakat yang memiliki hubungan hukum dengan PT Ringan Teknologi Indonesia segera menghubungi pihak perusahaan untuk penyelesaian hak dan kewajibannya. Kami juga membuka kanal pengaduan apabila terjadi pelanggaran,” kata Edi Setijawan.
OJK juga menegaskan akan terus melakukan evaluasi berkala terhadap kinerja dan kepatuhan para penyelenggara P2P lending. Pemeriksaan langsung, laporan berkala, serta pelaksanaan uji kelayakan dan kepatuhan menjadi alat utama dalam memastikan integritas dan keberlanjutan industri fintech lending di Indonesia.
Lebih lanjut, masyarakat diimbau untuk selalu mengecek status legalitas pinjol melalui situs resmi OJK (www.ojk.go.id) atau dengan menghubungi kontak resmi layanan konsumen OJK. Hal ini untuk menghindari terjerat pinjaman dari penyedia layanan ilegal yang semakin marak dan kerap menimbulkan kerugian.
Dengan jumlah pinjol legal yang tersisa 96 perusahaan per Mei 2025, OJK berharap ekosistem fintech lending nasional dapat menjadi lebih sehat, efisien, dan bertanggung jawab. Penegakan hukum yang tegas diharapkan bisa memberikan sinyal kuat kepada industri bahwa hanya pemain yang patuh dan profesional yang layak untuk bertahan.
Langkah ini juga sejalan dengan upaya OJK dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital nasional melalui penguatan tata kelola sektor keuangan berbasis teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, pinjaman online telah menjadi salah satu instrumen penting dalam mendukung pembiayaan mikro, khususnya di sektor UMKM dan masyarakat yang belum terjangkau perbankan.
“Pertumbuhan industri ini harus berjalan seiring dengan penguatan pengawasan dan penegakan regulasi. Kami ingin memastikan bahwa inovasi tetap berjalan, namun tidak mengorbankan keamanan dan kepentingan konsumen,” tutup Edi Setijawan.