JAKARTA - Cuaca buruk kembali mengganggu aktivitas transportasi laut di Selat Bali. Penyeberangan lintas Pelabuhan Gilimanuk, Bali ke Pelabuhan Ketapang, Jawa Timur, mengalami gangguan serius akibat hujan deras dan jarak pandang terbatas, Kamis siang 8 Mei 2025. Penyeberangan sempat ditunda selama sekitar satu jam, menyebabkan antrean panjang kendaraan yang menumpuk di areal parkir Pelabuhan Gilimanuk.
Gangguan cuaca yang menyebabkan hujan lebat disertai angin dan kabut tebal tersebut terjadi mulai sekitar pukul 12.00 Wita. Dampaknya langsung terasa di jalur vital yang menghubungkan Bali dan Pulau Jawa tersebut. Otoritas pelabuhan memutuskan untuk menghentikan sementara operasional penyeberangan demi alasan keselamatan pelayaran.
"Penundaan penyeberangan karena cuaca buruk. Hujan deras yang mengguyur wilayah Selat Bali membuat jarak pandang menurun drastis, sehingga kapal tidak bisa diberangkatkan dengan aman," ujar Manajer Usaha Pelabuhan Gilimanuk, Ryan Dewangga, ketika dikonfirmasi di lokasi pelabuhan.
Antrean Kendaraan Capai Puluhan Meter
Akibat penundaan tersebut, terjadi penumpukan kendaraan di pelabuhan, terutama truk logistik dan kendaraan pribadi yang sebelumnya dijadwalkan menyeberang ke Jawa. Sebagian besar kendaraan tersebut sudah antre sejak pagi, sehingga penghentian sementara menyebabkan keterlambatan pengiriman barang dan jadwal perjalanan masyarakat.
Pantauan di lokasi menunjukkan barisan kendaraan mengular di areal parkir pelabuhan, bahkan sebagian kendaraan terpaksa menunggu di luar area karena kapasitas pelabuhan yang penuh. Petugas keamanan dan pegawai pelabuhan tampak mengatur lalu lintas dan memberikan informasi kepada para sopir dan penumpang agar tetap tenang dan menunggu pengumuman resmi pembukaan kembali penyeberangan.
"Kami sudah siap naik kapal, tapi tiba-tiba diberitahu bahwa kapal belum bisa jalan karena kabut. Ya kami menunggu saja, meskipun kami jadi tertunda sampai berjam-jam," ujar Rudi Hartono, salah satu sopir truk logistik tujuan Surabaya.
Pertimbangan Keselamatan Jadi Prioritas
Keputusan untuk menunda penyeberangan diambil sebagai langkah preventif demi menjamin keselamatan seluruh pengguna jasa transportasi laut. Menurut pihak pelabuhan, standar operasional prosedur (SOP) mengatur bahwa penyeberangan harus dihentikan jika jarak pandang terbatas dan gelombang laut berpotensi membahayakan perjalanan kapal ferry.
"Keselamatan pelayaran adalah prioritas utama. Kami tidak ingin mengambil risiko dengan memaksakan kapal berlayar dalam kondisi cuaca ekstrem. Oleh karena itu, penundaan harus dilakukan hingga situasi memungkinkan untuk kembali beroperasi," tegas Ryan Dewangga.
Ia menambahkan bahwa pihaknya terus berkoordinasi dengan BMKG dan pihak navigasi untuk memantau perkembangan cuaca di kawasan Selat Bali. Begitu cuaca mulai membaik dan jarak pandang kembali aman, kapal akan diizinkan berlayar kembali secara bertahap.
BMKG Imbau Waspada Cuaca Ekstrem
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya memang telah mengeluarkan peringatan dini terkait potensi hujan lebat disertai angin kencang di wilayah Bali, termasuk Selat Bali dan sekitarnya. BMKG juga memperingatkan adanya potensi gelombang tinggi yang dapat mencapai lebih dari 2 meter di wilayah perairan tersebut.
BMKG melalui laman resminya menyampaikan bahwa kondisi cuaca ekstrem ini dipicu oleh aktivitas tekanan rendah di wilayah Samudera Hindia bagian selatan yang memicu peningkatan pertumbuhan awan hujan dan angin kencang.
"Kami mengimbau masyarakat dan operator pelayaran untuk terus memperhatikan peringatan dini cuaca maritim, terutama untuk wilayah yang rawan gangguan pelayaran seperti Selat Bali," tulis BMKG dalam rilis cuaca maritim terkini.
Pengelola Pelabuhan Siapkan Antisipasi
Menghadapi potensi gangguan berulang akibat cuaca buruk, pihak pengelola Pelabuhan Gilimanuk telah menyiapkan skema antisipasi, termasuk pengaturan ulang jadwal keberangkatan kapal dan manajemen lalu lintas di dalam pelabuhan. Petugas keamanan disiagakan untuk mengatur antrean kendaraan dan memberikan informasi kepada penumpang.
Selain itu, fasilitas seperti tempat tunggu dan posko informasi dibuka untuk menampung lonjakan penumpang selama masa penundaan. Pihak pelabuhan juga menegaskan bahwa pembukaan kembali layanan akan dilakukan secara bertahap, dengan prioritas pada kendaraan logistik dan angkutan umum.
"Kami sudah memiliki skenario untuk menghadapi situasi darurat seperti ini. Yang terpenting adalah tetap menjaga ketertiban dan komunikasi dengan pengguna jasa pelabuhan," tambah Ryan.
Dampak Ekonomi dan Logistik
Penundaan penyeberangan lintas Gilimanuk-Ketapang tidak hanya berdampak pada penumpang, tetapi juga membawa konsekuensi ekonomi terutama bagi sektor logistik dan distribusi barang. Jalur ini dikenal sebagai jalur vital penghubung antara Bali dan Jawa, terutama dalam rantai pasok barang kebutuhan pokok, logistik industri, dan hasil pertanian.
Beberapa pelaku usaha logistik menyatakan kekhawatiran atas keterlambatan distribusi, terutama barang-barang yang bersifat cepat rusak seperti sayur, buah, dan produk makanan beku.
"Kami harap penyeberangan bisa segera dibuka lagi, karena kalau terlalu lama tertunda, muatan kami bisa rusak. Ini tentu akan merugikan kami dan pelanggan," ujar Wahyudi, seorang pengemudi kontainer asal Banyuwangi.
Penyeberangan Kembali Dibuka Bertahap
Sekitar pukul 13.00 Wita, setelah pemantauan cuaca menunjukkan perbaikan jarak pandang dan kondisi perairan mulai membaik, pihak pelabuhan akhirnya membuka kembali layanan penyeberangan secara bertahap. Kapal ferry mulai diizinkan berlayar dengan prioritas pada kendaraan yang sudah menunggu paling lama.
Namun, arus kendaraan yang tertahan selama satu jam membuat proses normalisasi antrean berjalan cukup lambat. Diperkirakan butuh waktu beberapa jam hingga seluruh kendaraan dan penumpang dapat diseberangkan.
Cuaca Buruk Tantangan Tetap Transportasi Laut
Kejadian penundaan penyeberangan akibat cuaca buruk di lintas Gilimanuk-Ketapang ini menjadi pengingat pentingnya kesiapan dan koordinasi dalam menghadapi situasi darurat di sektor transportasi laut. Keselamatan menjadi hal yang tidak bisa ditawar, meskipun dampak ekonominya bisa signifikan.
Dengan sistem manajemen pelabuhan yang responsif dan koordinasi aktif antar lembaga seperti pelabuhan, BMKG, dan operator kapal, diharapkan gangguan serupa ke depan dapat ditangani lebih cepat dan efisien, serta memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh pengguna jasa transportasi laut.