JAKARTA - Di tengah tren pelemahan simpanan nasabah kelas menengah ke atas sebagaimana dilaporkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) tetap menunjukkan optimisme terhadap pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), termasuk komponen dana murah atau current account savings account (CASA). Strategi hybrid banking menjadi kunci dalam menjaga momentum pertumbuhan BCA di tengah dinamika pasar.
Laporan triwulanan LPS yang dirilis baru-baru ini menunjukkan adanya kecenderungan penurunan simpanan dari nasabah kalangan menengah atas. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari fluktuasi suku bunga, ketidakpastian global, hingga pergeseran perilaku konsumsi masyarakat berpendapatan tinggi. Namun, BCA tetap percaya diri akan stabilitas dan ketahanan basis pendanaan mereka.
Executive Vice President BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa strategi perusahaan tidak hanya bertumpu pada konvensi layanan perbankan tradisional, tetapi juga memperkuat digitalisasi dan inovasi produk untuk menjangkau berbagai segmen nasabah secara holistik.
"Kami secara konsisten mengusung konsep hybrid banking untuk memberikan layanan secara menyeluruh, baik di ekosistem online maupun offline. Hal ini memungkinkan BCA mempertahankan posisinya di pasar dan terus bertumbuh, meski ada tekanan dari sisi simpanan kelas menengah atas," ujar Hera dalam pernyataan resminya.
Hybrid banking yang dimaksud menggabungkan kekuatan layanan digital—seperti aplikasi myBCA, KlikBCA, dan berbagai platform fintech—dengan kehadiran fisik jaringan kantor cabang yang luas. Pendekatan ini memungkinkan bank memberikan fleksibilitas dan kenyamanan maksimal bagi seluruh nasabah.
Menurut Hera, BCA juga terus mengembangkan fitur-fitur digital untuk mengakomodasi kebutuhan finansial nasabah kelas menengah atas yang cenderung mobile dan tech-savvy. Di sisi lain, layanan personal banking dan private banking tetap diperkuat melalui relasi yang lebih intensif dengan relationship manager profesional.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal I/2025, BCA mencatatkan pertumbuhan CASA yang masih positif, meskipun laju pertumbuhannya mengalami normalisasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. CASA menyumbang sekitar 70% dari total DPK, menjadikan BCA sebagai salah satu bank dengan biaya dana (cost of fund) paling efisien di industri.
"Meski kami melihat tekanan dari segmen tertentu, fundamental BCA tetap kuat. Kami terus menciptakan nilai tambah bagi nasabah dengan layanan yang relevan, aman, dan mudah diakses," tambah Hera.
Sementara itu, Chief Economist LPS, Doddy Ariefianto, dalam keterangannya menyebutkan bahwa tren penurunan simpanan dari kalangan menengah atas merupakan fenomena musiman yang dapat dipengaruhi oleh momen belanja besar, investasi jangka pendek, atau relokasi aset ke instrumen lain seperti surat berharga negara (SBN) atau emas.
"Data kami menunjukkan adanya pengalihan sebagian dana dari simpanan perbankan ke instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi, terutama dari nasabah high net worth. Ini bukan pertanda lemahnya industri perbankan, melainkan refleksi dari dinamika pengelolaan kekayaan nasabah," ujar Doddy.
Namun demikian, LPS tetap menekankan pentingnya bank menjaga stabilitas DPK sebagai fondasi ketahanan sistem keuangan. Diversifikasi sumber dana dan inovasi dalam produk simpanan menjadi langkah penting yang harus terus dikembangkan oleh industri.
BCA sendiri mengakui pentingnya menjaga loyalitas nasabah melalui pendekatan berbasis kebutuhan individual dan layanan proaktif. Dalam hal ini, analitik data pelanggan, personalisasi layanan, dan cross-selling produk menjadi strategi unggulan yang tengah diakselerasi.
"Kami memahami bahwa nasabah kelas menengah atas memiliki ekspektasi layanan yang tinggi. Oleh karena itu, kami memberikan solusi keuangan terintegrasi yang tidak hanya menyangkut simpanan, tetapi juga pembiayaan, investasi, dan proteksi," jelas Hera.
Tak hanya itu, BCA juga aktif dalam pengembangan produk wealth management, termasuk reksa dana, obligasi, dan asuransi, yang semakin diminati oleh segmen affluent. Bank juga memperluas kemitraan dengan perusahaan teknologi keuangan (fintech) untuk meningkatkan pengalaman digital pelanggan.
Dari sisi perbankan digital, BCA mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah transaksi elektronik. Hingga akhir Maret 2025, total transaksi digital banking BCA melonjak lebih dari 20% secara tahunan (year-on-year), menunjukkan semakin kuatnya penetrasi kanal digital di kalangan nasabah.
Analis perbankan dari Samuel Sekuritas, Farid Setyawan, menilai bahwa kekuatan BCA terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara teknologi dan layanan manusia. "BCA bukan hanya bank digital atau bank konvensional, tetapi entitas yang mampu menjembatani keduanya. Ini yang membuat mereka tetap unggul di tengah tekanan industri," ungkap Farid.
Farid juga mencatat bahwa fokus BCA pada CASA memberi keunggulan kompetitif dalam menjaga margin bunga bersih (net interest margin/NIM), terlebih dalam situasi likuiditas ketat seperti sekarang.
Sebagai salah satu bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Asia Tenggara, BCA secara konsisten menjaga tata kelola perusahaan, manajemen risiko, dan pelayanan berbasis customer experience. Ini terbukti dari sejumlah penghargaan yang diraih bank ini di tingkat nasional maupun internasional.
Dalam waktu dekat, BCA berencana untuk meluncurkan fitur baru di platform myBCA yang akan mengintegrasikan informasi keuangan lintas produk secara lebih ringkas dan responsif. Fitur ini ditujukan untuk memudahkan nasabah kelas menengah atas dalam memantau aset dan melakukan keputusan finansial yang tepat.
Dengan strategi yang adaptif dan pendekatan layanan yang menyeluruh, BCA berharap dapat menjaga pertumbuhan berkelanjutan meski menghadapi tantangan eksternal. “Kami optimis prospek jangka panjang industri perbankan tetap positif. Kuncinya adalah terus berinovasi dan mendengarkan kebutuhan nasabah,” tutup Hera.
Melalui strategi hybrid banking yang kuat dan pemahaman mendalam terhadap kebutuhan nasabah, BCA menegaskan komitmennya untuk tetap menjadi mitra finansial terpercaya bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia, termasuk kelas menengah atas yang kini tengah menghadapi ketidakpastian ekonomi global.