JAKARTA — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerbitkan kebijakan baru yang mewajibkan seluruh pegawai pemerintah di lingkungan DKI untuk menggunakan transportasi umum setiap hari Rabu. Aturan ini tertuang dalam Instruksi Gubernur (Ingub) Nomor 6 Tahun 2025, sebagai bagian dari strategi serius pemerintah daerah dalam menanggulangi kemacetan lalu lintas dan polusi udara yang terus memburuk di ibu kota.
Langkah ini tidak hanya menjadi simbol komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan, tetapi juga ditujukan untuk mendorong perubahan pola mobilitas masyarakat secara lebih luas, dimulai dari aparatur negara sebagai teladan publik.
“Kebijakan ini adalah bentuk keseriusan Pemprov DKI Jakarta dalam mengatasi masalah kemacetan dan polusi udara yang sudah sangat mengkhawatirkan,” ujar perwakilan resmi Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta sebagaimana dikutip dalam keterangan kepada media.
Kebijakan Berlaku Setiap Rabu, Pegawai Wajib Gunakan Transportasi Publik
Dalam Ingub 6/2025 disebutkan bahwa seluruh pegawai negeri sipil (PNS), pegawai non-PNS, dan karyawan BUMD di bawah naungan Pemprov DKI Jakarta diwajibkan menggunakan kendaraan umum pada setiap hari Rabu tanpa terkecuali.
Beberapa moda transportasi yang disarankan dalam kebijakan ini meliputi:
- TransJakarta
- MRT Jakarta
- LRT Jakarta
- KRL Commuter Line
- Angkutan kota (angkot) dan mikrotrans
- Sepeda umum (bike sharing)
Langkah ini tidak hanya berlaku untuk perjalanan ke dan dari kantor, tetapi juga untuk aktivitas dinas lainnya selama jam kerja.
Kepatuhan terhadap kebijakan ini akan diawasi oleh masing-masing instansi melalui laporan harian pegawai, dan Pemprov DKI juga akan mengembangkan sistem pelaporan digital untuk mendukung pemantauan yang efisien.
Dorongan untuk Menjadi Role Model Perubahan Mobilitas
Pemprov DKI menganggap bahwa perubahan budaya mobilitas harus dimulai dari aparatur pemerintahan sebagai garda terdepan pelayanan publik. Dengan menunjukkan bahwa transportasi umum layak dan efektif, masyarakat diharapkan terdorong untuk ikut mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi.
“PNS dan aparatur negara harus jadi contoh bagi masyarakat. Kalau mereka saja bisa naik transportasi umum, maka masyarakat pun akan lebih percaya dan mau mencoba,” ujar seorang pejabat dari Biro Umum Setda DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi berharap bahwa program ini bisa menurunkan penggunaan kendaraan bermotor pribadi secara bertahap, mengingat sektor transportasi menyumbang lebih dari 60 persen emisi karbon di wilayah DKI Jakarta.
Dampak Polusi dan Kemacetan Semakin Mendesak
Kondisi kualitas udara Jakarta telah menjadi sorotan dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan data IQAir, Jakarta kerap menempati peringkat teratas sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia, khususnya pada musim kemarau.
Polusi udara yang tinggi berkontribusi pada peningkatan penyakit pernapasan, khususnya pada anak-anak dan kelompok rentan. Selain itu, kemacetan juga berdampak besar pada produktivitas ekonomi dan kualitas hidup warga.
Pemprov DKI meyakini bahwa jika kebijakan ini dijalankan secara konsisten, maka akan terjadi penurunan signifikan emisi gas rumah kaca, sekaligus menjadi langkah menuju kota berkelanjutan sebagaimana ditargetkan dalam Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi GRK (RAD-GRK).
Evaluasi Berkala dan Pengembangan Infrastruktur Transportasi
Dinas Perhubungan DKI menyatakan bahwa kebijakan ini akan dievaluasi secara berkala. Jika dampaknya signifikan, maka tidak menutup kemungkinan akan diterapkan pada hari lain di luar hari Rabu atau bahkan diperluas kepada sektor swasta.
“Program ini menjadi pilot project perubahan perilaku. Kami akan evaluasi setiap bulan dan melihat potensi pengembangannya,” ujar perwakilan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Seiring dengan kebijakan ini, Pemprov juga tengah mempercepat pembangunan dan peningkatan kualitas transportasi publik, termasuk:
- Penambahan armada TransJakarta dan integrasi rute feeder
- Perluasan jaringan MRT dan LRT
- Revitalisasi halte dan stasiun
- Perbaikan sistem pembayaran digital terintegrasi
Tantangan dan Harapan
Meski kebijakan ini mendapat sambutan positif dari sejumlah pihak, namun tantangan tetap ada. Salah satunya adalah kesiapan infrastruktur dan kapasitas angkut moda transportasi publik saat volume pengguna meningkat pada hari Rabu.
Beberapa pegawai juga menyampaikan kekhawatiran soal keterjangkauan akses transportasi publik ke daerah tempat tinggal mereka, terutama di pinggiran Jakarta dan wilayah penyangga.
Namun demikian, kebijakan ini dinilai sebagai langkah konkret dan progresif dalam membangun kota dengan mobilitas rendah emisi, sekaligus mendorong kesadaran kolektif masyarakat tentang pentingnya hidup sehat dan berkelanjutan.
Respons Publik dan Dukungan Masyarakat
Berbagai komunitas dan pengamat transportasi menyambut baik kebijakan ini. Menurut mereka, ini bisa menjadi awal transformasi mobilitas urban Jakarta jika diikuti dengan perbaikan layanan dan keterlibatan semua pihak.
“Langkah ini patut diapresiasi. Ini bukan hanya soal naik kendaraan umum, tapi soal mengubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat urban,” kata seorang pengamat transportasi dari MTI (Masyarakat Transportasi Indonesia).
Beberapa warganet juga mengungkapkan dukungannya di media sosial, seraya berharap agar program ini tidak hanya berlaku bagi PNS, tetapi juga menjadi inspirasi bagi perusahaan swasta dan warga umum.
Dengan diberlakukannya Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025, Pemprov DKI Jakarta telah menunjukkan komitmen nyata dalam mengatasi krisis polusi udara dan kemacetan lalu lintas yang kronis. Kebijakan ini bukan sekadar seremonial, tetapi upaya perubahan budaya mobilitas melalui keteladanan aparatur pemerintahan.
Jika diterapkan secara konsisten dan didukung oleh pengembangan infrastruktur transportasi publik yang memadai, maka Jakarta bisa menjadi kota metropolitan yang lebih sehat, efisien, dan berkelanjutan di masa depan.
“Kami berharap seluruh pegawai bisa menjadi agen perubahan dalam membangun budaya transportasi yang lebih ramah lingkungan di Jakarta,” tutup pernyataan dari Pemprov DKI.