JAKARTA - Kondisi Dermaga Penyeberangan Pulau Kesui di Desa Kurwara, Kecamatan Kesui Watubela, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku, kini semakin memprihatinkan. Fasilitas publik yang vital di lokasi dermaga tersebut mengalami kerusakan parah, namun perbaikan tak kunjung dilakukan akibat terbentur persoalan administratif, khususnya status lahan yang belum bersertifikat.
Sejumlah fasilitas penting di pelabuhan seperti kantor operasional, gapura masuk, lampu penerangan jalan, hingga atap jalur penumpang terlihat rusak berat. Kerusakan ini telah terjadi dalam waktu yang cukup lama dan belum mendapatkan perhatian serius dari pihak terkait. Dermaga yang awalnya dibangun untuk mendukung mobilitas masyarakat antarpulau kini justru terbengkalai karena minimnya intensitas kapal yang bersandar.
“Pelabuhan tidak terurus karena jarang ada kapal ferry yang sandar. Kalau ada aktivitas bongkar muat, pasti akan lebih diperhatikan,” ujar Sahril Lahmady, salah satu warga Pulau Kesui saat ditemui wartawan baru-baru ini.
Menurut Sahril, kondisi dermaga hanya membaik ketika kapal milik PT ASDP Indonesia Ferry cabang Kota Tual dijadwalkan melayani rute ke Kesui. Di luar dari itu, fasilitas pelabuhan seperti dibiarkan rusak tanpa upaya perbaikan maupun pemeliharaan berkelanjutan.
Proyek Percepatan Pembangunan Tertunda
Sejumlah informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Wilayah Maluku, yang merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub), sejatinya telah mengagendakan percepatan pembangunan dan revitalisasi dermaga di beberapa wilayah kepulauan di Maluku, termasuk di Pulau Kesui.
Namun, proyek tersebut hingga kini belum bisa dilaksanakan akibat persoalan legalitas lahan yang belum tuntas. Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur disebut belum secara resmi menyerahkan lahan dermaga kepada pemerintah pusat, sehingga penganggaran dan proses pembangunan fisik tidak bisa dilaksanakan sesuai rencana.
Kepala BPTD Maluku, Hasan Bisri, mengungkapkan bahwa masalah utama dalam pembangunan infrastruktur pelabuhan di Pulau Kesui dan beberapa wilayah lainnya adalah belum selesainya proses sertifikasi lahan yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Permasalahan utama yang menghambat pembangunan infrastruktur pelabuhan adalah belum rampungnya proses sertifikasi tanah secara sah,” tegas Hasan, pada Selasa 6 Mei 2025.
Menurutnya, sertifikasi lahan menjadi syarat utama dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan di bawah naungan Kementerian Perhubungan. Tanpa kejelasan status kepemilikan dan penggunaan lahan, pemerintah pusat tidak dapat menyalurkan anggaran pembangunan karena berisiko menimbulkan konflik hukum di kemudian hari.
Masalah Serupa di Pelabuhan Teor dan Gorom
Tak hanya di Pulau Kesui, dua lokasi pelabuhan lain di wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur juga mengalami kendala serupa. Pelabuhan Penyeberangan Teor di Desa Kampung Baru, Kecamatan Teor, serta Pelabuhan Penyeberangan Gorom di Desa Kotasiri, Kecamatan Pulau Gorom, juga belum bisa dibangun atau direvitalisasi karena persoalan legalitas lahan yang belum tuntas.
Ketiga pelabuhan tersebut sejatinya masuk dalam rencana strategis pengembangan infrastruktur transportasi laut untuk meningkatkan konektivitas antarpulau di Maluku. Kawasan kepulauan seperti SBT sangat bergantung pada transportasi laut sebagai penghubung utama antara wilayah yang tersebar.
Kepala BPTD Maluku menambahkan bahwa pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten SBT untuk menyelesaikan persoalan ini. “Kami berharap ada langkah konkret dari Pemda untuk mempercepat proses sertifikasi agar proyek pembangunan bisa segera dimulai,” katanya.
Dampak terhadap Masyarakat
Kondisi pelabuhan yang terbengkalai memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas perekonomian dan mobilitas warga di Pulau Kesui. Minimnya kapal penyeberangan yang bersandar membuat masyarakat kesulitan untuk mengangkut hasil bumi maupun menjual komoditas ke kota-kota lain di Maluku.
Selain itu, akses warga terhadap kebutuhan pokok dan layanan publik juga menjadi terbatas. Biaya transportasi naik drastis karena warga harus mencari jalur alternatif dengan kapal kecil atau perahu motor yang tarifnya jauh lebih mahal dan tidak selalu tersedia setiap hari.
“Kalau dermaga bisa aktif lagi, banyak kegiatan ekonomi bisa bergerak. Sekarang ini serba susah, apalagi kalau musim gelombang tinggi, tidak ada kapal masuk,” ujar seorang pedagang setempat.
Warga berharap agar pemerintah daerah lebih proaktif dalam mengurus legalitas lahan agar pembangunan dermaga bisa dilakukan. Mereka menilai, fasilitas publik seperti pelabuhan harus diprioritaskan karena menyangkut hajat hidup masyarakat banyak, terutama di daerah kepulauan yang sulit dijangkau lewat jalur darat.
Dorongan untuk Akselerasi Proses
Pakar kebijakan transportasi dari Universitas Pattimura, Ambon, Dr. Julian Pattiasina, menilai lambannya pengurusan sertifikasi lahan menjadi salah satu bentuk lemahnya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. “Ini menyangkut tata kelola aset yang seharusnya bisa dipercepat bila memang ada kemauan dan komitmen kuat dari Pemda,” ujarnya.
Julian menambahkan bahwa jika proses administratif seperti sertifikasi tanah bisa segera diselesaikan, maka pembangunan pelabuhan bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi daerah serta memperkuat ketahanan logistik nasional di wilayah timur Indonesia.
Harapan Warga dan Langkah Selanjutnya
Dengan semakin mendesaknya kebutuhan masyarakat terhadap transportasi laut yang layak, warga Pulau Kesui dan sekitarnya kini menaruh harapan besar kepada pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk segera mencari solusi atas kendala sertifikasi lahan tersebut.
Warga meminta agar tidak ada lagi tarik-ulur birokrasi yang memperlambat pembangunan infrastruktur dasar. “Sudah cukup lama kami menunggu. Kalau bukan sekarang dibangun, kapan lagi?” ujar Sahril.
Sementara itu, BPTD Maluku menyatakan akan terus memprioritaskan pembangunan dermaga-dermaga strategis di wilayah kepulauan Maluku begitu seluruh persyaratan administratif dan hukum telah dipenuhi.
Dengan kondisi infrastruktur yang semakin rusak dan kebutuhan masyarakat yang mendesak, pelabuhan di Pulau Kesui menjadi simbol penting bahwa pembangunan di wilayah terpencil dan kepulauan tidak boleh tertinggal hanya karena persoalan administrasi semata. Pemerintah diharapkan bisa mempercepat langkah konkret untuk mengatasi hambatan tersebut dan memastikan fasilitas publik dapat kembali difungsikan optimal demi kesejahteraan masyarakat.