JAKARTA - Dalam upaya memperkuat peran sektor keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah memfinalisasi aturan baru yang akan mewajibkan seluruh lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk mencantumkan target penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rencana bisnis tahunan mereka.
Kebijakan ini tertuang dalam Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) tentang Akses Pembiayaan kepada UMKM, yang sedang dalam tahap penyusunan dan uji publik. OJK menilai bahwa kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional sangat besar, namun masih menghadapi keterbatasan dalam akses terhadap pembiayaan, terutama dari lembaga non-bank seperti perusahaan pembiayaan, pegadaian, dan lembaga keuangan mikro.
“Kami ingin menutup gap ini dengan mengatur kewajiban yang serupa bagi lembaga keuangan non-bank,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Senin 28 April 2025.
Mendorong Akses Pembiayaan yang Lebih Merata
OJK menegaskan bahwa kehadiran RPOJK ini merupakan bagian dari strategi menyeluruh untuk mendorong inklusi keuangan, dengan memastikan bahwa tidak hanya sektor perbankan, tetapi juga lembaga keuangan non-bank turut berperan aktif dalam menyalurkan pembiayaan ke sektor UMKM.
Selama ini, kewajiban untuk menyalurkan kredit kepada UMKM memang sudah diberlakukan untuk perbankan nasional melalui POJK Nomor 5/POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank. Namun, lembaga keuangan non-bank belum memiliki regulasi serupa, sehingga kontribusinya terhadap pembiayaan UMKM masih tergolong rendah.
“Kami melihat adanya ketimpangan antara perbankan dan LKNB dalam hal dukungan terhadap pembiayaan UMKM. Padahal, potensi lembaga keuangan non-bank untuk mendorong pertumbuhan sektor ini juga sangat besar,” jelas Dian Ediana Rae.
Isi dan Tujuan RPOJK UMKM
RPOJK yang tengah disusun akan mengatur agar setiap LKNB mencantumkan target kuantitatif penyaluran pembiayaan UMKM dalam rencana bisnis tahunan mereka. Selain itu, lembaga juga diminta menyusun strategi dan kebijakan internal guna memastikan realisasi target tersebut.
Aturan ini mencakup:
- Penetapan target penyaluran pembiayaan ke UMKM setiap tahun
- Penyampaian rencana tersebut kepada OJK melalui pelaporan rencana bisnis
- Evaluasi berkala atas realisasi pembiayaan UMKM
- Sanksi administratif jika terjadi pelanggaran atau ketidaksesuaian dalam pelaksanaan
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas LKNB dalam mendukung sektor UMKM, sekaligus membuka ruang kompetisi yang sehat antar pelaku industri jasa keuangan dalam memberikan layanan pembiayaan yang lebih luas dan terjangkau.
Peran UMKM sebagai Tulang Punggung Ekonomi
Sebagaimana diketahui, UMKM merupakan penopang utama perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai lebih dari 64 juta unit usaha, yang menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja nasional dan menyumbang lebih dari 60 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Namun demikian, keterbatasan akses terhadap pembiayaan formal masih menjadi kendala utama bagi pelaku UMKM untuk berkembang. Banyak UMKM yang masih mengandalkan pembiayaan informal dengan bunga tinggi, atau bahkan tidak mendapatkan akses pembiayaan sama sekali.
Dengan adanya kewajiban LKNB untuk menetapkan target pembiayaan, diharapkan terjadi peningkatan signifikan dalam penyaluran dana ke sektor UMKM, terutama di wilayah-wilayah yang belum tersentuh layanan perbankan secara maksimal.
Respon Industri dan Pengawasan OJK
Rencana penerapan aturan baru ini mendapatkan beragam tanggapan dari pelaku industri. Sebagian perusahaan pembiayaan menyambut baik langkah OJK karena dapat memperluas basis nasabah dan sekaligus mendukung inklusi keuangan. Namun, beberapa pelaku industri juga menyoroti perlunya kebijakan insentif dan dukungan teknologi agar realisasi target pembiayaan dapat dilakukan secara optimal dan efisien.
Untuk memastikan implementasi berjalan sesuai rencana, OJK juga akan memperkuat mekanisme pengawasan terhadap pelaporan dan pelaksanaan target UMKM oleh LKNB. Ini termasuk inspeksi berkala, evaluasi kinerja lembaga, dan publikasi data sebagai bentuk pertanggungjawaban publik.
“Kami tidak hanya akan memonitor target yang ditetapkan, tapi juga akan menilai efektivitas strategi pembiayaan yang dilakukan masing-masing lembaga,” tegas Dian Ediana Rae.
Sinkronisasi dengan Program Pemerintah
Langkah OJK ini juga sejalan dengan agenda nasional dalam memperkuat peran UMKM, yang menjadi prioritas utama pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pemerintah sendiri telah menggulirkan sejumlah program pendukung UMKM, mulai dari bantuan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), pelatihan digitalisasi usaha, hingga pembentukan holding ultra mikro.
Dengan kolaborasi antara regulator, pelaku industri keuangan, dan pemerintah, diharapkan ekosistem pembiayaan untuk UMKM menjadi semakin kuat dan berkelanjutan. OJK optimistis bahwa dengan keterlibatan LKNB, pemerataan akses pembiayaan ke sektor informal dan pelaku usaha kecil di daerah akan semakin tercapai.
Langkah Strategis Menuju Inklusi Keuangan Total
RPOJK tentang pembiayaan UMKM ini tidak hanya akan berdampak pada perluasan akses dana, tetapi juga mendorong transformasi digital di kalangan LKNB. Banyak lembaga keuangan non-bank yang kini mulai mengembangkan platform digital untuk menjangkau pelaku usaha di pelosok negeri dengan biaya operasional yang lebih rendah.
OJK juga berharap ke depan, lembaga keuangan non-bank tidak hanya menyalurkan pembiayaan, tapi juga turut memberikan pendampingan usaha, edukasi keuangan, serta digital onboarding bagi para pelaku UMKM agar mampu tumbuh secara berkelanjutan.
“Arah kebijakan kami adalah mendorong LKNB agar tidak hanya menjadi penyalur dana, tetapi juga partner strategis bagi UMKM dalam membangun usaha yang sehat dan berdaya saing,” pungkas Dian Ediana Rae.