JAKARTA - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), anak usaha dari PT Pertamina (Persero), akhirnya buka suara mengenai pembatalan kontrak penjualan gas atau Gas Sales Agreement (GSA) dengan West Natuna Energy Ltd. Penjelasan resmi ini disampaikan perusahaan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai bentuk keterbukaan informasi kepada publik dan pemegang saham.
Pembatalan GSA ini menyangkut kerja sama antara PGAS sebagai pihak pembeli dan West Natuna Energy Ltd sebagai pihak penjual gas dari Wilayah Kerja (WK) Duyung, yang juga dikelola bersama oleh Coro Energy Duyung (Singapore) Pte Ltd. Kontrak tersebut sebelumnya dianggap sebagai salah satu sumber pasokan potensial untuk memenuhi kebutuhan gas domestik.
Corporate Secretary PGAS, Fajriyah Usman, dalam keterangan tertulis menjelaskan bahwa terminasi atau penghentian kontrak dilakukan menyusul terbitnya Surat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia Nomor T-86/MG.04/MEM.M/2025. Surat tersebut menjadi landasan utama yang mendorong pembatalan kesepakatan antara PGAS dan pihak penjual.
“Terminasi GSA antara PGAS dan West Natuna Energy Ltd terjadi setelah diterbitkannya Surat Menteri ESDM No. T-86/MG.04/MEM.M/2025,” ujar Fajriyah Usman dalam keterangannya yang dikutip pada Senin 21 April 2025.
Fajriyah juga menegaskan bahwa PGAS tidak terlibat dalam proses diskusi maupun konsultasi antara Kementerian ESDM dan pihak-pihak lain terkait substansi GSA tersebut. Artinya, keputusan untuk membatalkan kontrak lebih didorong oleh faktor eksternal di luar kontrol langsung perusahaan.
“Terkait latar belakang penerbitan Surat Menteri ESDM tersebut, PGAS mengklaim tidak turut serta dalam diskusi dengan Kementerian ESDM dan pihak terkait lainnya dalam hal GSA antara perusahaan dengan para penjual,” jelas Fajriyah.
Konteks Strategis dan Dampaknya Terhadap Bisnis
Pembatalan kontrak ini tentu saja menimbulkan sejumlah pertanyaan di kalangan pelaku pasar dan pengamat energi mengenai dampaknya terhadap strategi pasokan gas PGAS ke depan. Apalagi, proyek di WK Duyung dikenal memiliki potensi cadangan gas yang signifikan dan dinilai bisa memperkuat portofolio pasokan energi domestik.
PGAS sendiri dalam beberapa tahun terakhir telah gencar melakukan diversifikasi sumber pasokan, termasuk mengembangkan jaringan infrastruktur gas nasional seperti pipa transmisi dan fasilitas LNG. Kerja sama dengan blok-blok baru seperti WK Duyung sebelumnya dipandang sebagai langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan suplai.
Namun, dalam kondisi terkini, perusahaan menyatakan akan terus mengevaluasi langkah-langkah strategis lanjutan yang tetap sejalan dengan kebijakan pemerintah dan kebutuhan pasar. Pembatalan GSA ini disebut tidak mempengaruhi komitmen jangka panjang PGAS untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
Transparansi dan Kepatuhan terhadap Regulasi
Langkah PGAS untuk menginformasikan pembatalan kontrak ini melalui keterbukaan informasi di BEI merupakan bentuk komitmen terhadap prinsip transparansi dan tata kelola perusahaan yang baik (GCG). Dalam suratnya, PGAS juga menyampaikan bahwa mereka akan terus memonitor perkembangan kebijakan di sektor energi guna menyesuaikan rencana bisnis perusahaan ke depan.
Selain itu, PGAS juga menggarisbawahi pentingnya koordinasi dan komunikasi antar pemangku kepentingan, terutama dalam pengambilan keputusan strategis yang berkaitan dengan proyek energi besar dan melibatkan pihak asing.
Potensi Pengaruh Terhadap Investor
Dari sisi pasar modal, pengumuman ini tentu menjadi salah satu pertimbangan investor dalam menilai kinerja dan prospek saham PGAS. Meskipun demikian, analis menyebutkan bahwa pengaruh langsung terhadap fundamental keuangan perusahaan kemungkinan akan bersifat terbatas, mengingat proyek WK Duyung belum masuk tahap produksi komersial secara penuh.
Namun, pembatalan ini menjadi sinyal penting bahwa regulasi dan kebijakan pemerintah akan terus memainkan peran sentral dalam menentukan arah bisnis sektor migas di Indonesia. Oleh karena itu, pelaku usaha harus memiliki fleksibilitas tinggi dalam merespons dinamika yang berkembang.
Menanti Kejelasan Lebih Lanjut
Sampai saat ini, Kementerian ESDM sendiri belum memberikan pernyataan resmi secara terbuka mengenai alasan detail di balik terbitnya surat terminasi tersebut. Hal ini mendorong spekulasi bahwa keputusan tersebut bisa terkait dengan penyesuaian kebijakan energi nasional atau pertimbangan teknis tertentu dalam pengelolaan WK Duyung.
PGAS, sebagai entitas publik, menegaskan akan tetap menjalin komunikasi aktif dengan para pemangku kepentingan dan akan menyampaikan perkembangan terbaru bila ada perubahan signifikan terkait kerja sama energi strategis lainnya.
Dalam menghadapi pembatalan kontrak ini, PGAS menegaskan bahwa fokus utama mereka tetap pada peningkatan efisiensi operasional, penguatan jaringan infrastruktur, serta pencarian alternatif pasokan gas yang kompetitif dan berkelanjutan.
Dengan demikian, meskipun kehilangan salah satu potensi sumber pasokan, PGAS diyakini masih memiliki ruang manuver yang cukup dalam menjalankan bisnis di tengah dinamika sektor energi yang terus berubah.
Hari-hari ke depan akan menjadi penentu bagi PGAS untuk memformulasikan strategi baru dan meraih kepercayaan pasar dengan tetap menjaga integritas serta ketangguhan bisnis di tengah tantangan.