Minyak

Jelang Pertemuan OPEC+, Harga Minyak Anjlok 1,6 Persen, Sementara Harga Nikel Melambung Tajam

Jelang Pertemuan OPEC+, Harga Minyak Anjlok 1,6 Persen, Sementara Harga Nikel Melambung Tajam

JAKARTA - Harga minyak dunia kembali mengalami tekanan pada akhir pekan lalu, mencatatkan penurunan harian lebih dari 1 persen dan kerugian mingguan terburuk sejak akhir Maret 2025. Pelemahan ini terjadi menjelang pertemuan penting negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam aliansi OPEC+, yang akan membahas arah kebijakan produksi untuk bulan Juni mendatang. Di sisi lain, harga sejumlah komoditas logam seperti nikel dan timah justru menunjukkan penguatan signifikan.

Pada penutupan perdagangan hari Jumat 2 Mei 2025, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak berjangka ditutup melemah sebesar 95 sen atau 1,6 persen, menjadi USD 58,29 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah Brent, acuan global, juga terkoreksi 84 sen atau 1,4 persen, menjadi USD 61,29 per barel.

Sentimen Pasar Tertekan Menjelang Keputusan OPEC+

Analis pasar mencatat bahwa pergerakan harga minyak yang cenderung melemah dipicu oleh sikap hati-hati investor dan pelaku pasar energi global menjelang pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+. Pertemuan tersebut dijadwalkan dalam waktu dekat dan diperkirakan akan menentukan arah kebijakan produksi minyak global pada bulan Juni 2025.

Kekhawatiran pasar terfokus pada potensi perubahan strategi OPEC+, yang selama ini melakukan pemangkasan produksi guna menjaga keseimbangan pasar dan harga tetap tinggi. Namun, dengan meningkatnya ketidakpastian global dan kekhawatiran akan penurunan permintaan dari Asia dan Eropa, investor mulai mengantisipasi kemungkinan pelonggaran produksi.

“Pelaku pasar memilih untuk wait and see menjelang hasil pertemuan OPEC+ yang bisa sangat menentukan sentimen pasar minyak beberapa pekan ke depan,” ujar John Kilduff, analis energi dari Again Capital LLC. Ia menambahkan, “Penurunan harga saat ini lebih didorong oleh faktor spekulasi dan kehati-hatian pasar, bukan karena lonjakan pasokan atau penurunan permintaan yang mendadak.”

Minyak Catat Kerugian Mingguan Terbesar Sejak Maret

Tidak hanya mencatat pelemahan harian, harga minyak juga membukukan kerugian mingguan tertinggi sejak akhir Maret 2025. Koreksi ini menjadi sorotan tersendiri mengingat harga minyak sempat bergerak stabil pada pekan-pekan sebelumnya, seiring ketatnya suplai dari Timur Tengah dan gangguan pasokan di wilayah Laut Hitam.

Namun, perubahan ekspektasi terhadap keputusan OPEC+, ditambah dengan data ekonomi global yang bervariasi, mendorong investor untuk merealisasikan keuntungan dan mengurangi eksposur terhadap aset komoditas berisiko tinggi seperti minyak.

“Ini merupakan pergerakan klasik pasar menjelang event besar. Para trader memilih untuk mengamankan posisi mereka dan menunggu kepastian arah kebijakan dari OPEC+,” ungkap Helima Croft, Kepala Strategi Komoditas di RBC Capital Markets.

Komoditas Logam Melonjak, Nikel Jadi Primadona

Berbeda dengan harga minyak yang tertekan, beberapa komoditas logam mencatatkan kenaikan tajam. Harga nikel dan timah mengalami reli yang cukup signifikan, terutama dipicu oleh spekulasi peningkatan permintaan dari sektor industri, khususnya untuk produksi kendaraan listrik dan elektronik.

Data perdagangan menunjukkan bahwa harga nikel melonjak tajam seiring meningkatnya permintaan dari produsen baterai dan kekhawatiran akan terganggunya pasokan dari beberapa negara produsen utama, seperti Indonesia dan Filipina. Kondisi cuaca buruk dan regulasi baru terkait ekspor nikel turut mempengaruhi ekspektasi pasar.

“Permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik terus meningkat, sementara pasokan justru terganggu. Ini menciptakan tekanan naik yang cukup kuat pada harga,” kata Marcus Garvey, analis komoditas dari Macquarie Group.

Selain nikel, harga timah juga naik seiring dengan penurunan stok global dan gangguan produksi di beberapa negara Asia Tenggara. Harga batu bara pun mengalami peningkatan tipis akibat lonjakan permintaan listrik dari China dan India.

Harga CPO Turun Seiring Koreksi Minyak Mentah

Sementara itu, harga Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah turut mengalami penurunan sejalan dengan koreksi harga minyak mentah. Harga CPO biasanya berkorelasi positif dengan minyak bumi, terutama karena minyak nabati ini juga digunakan sebagai bahan baku untuk biodiesel.

Pelemahan harga minyak mentah membuat permintaan terhadap CPO untuk konversi energi menurun. Ditambah dengan tingginya stok di Malaysia dan Indonesia, tekanan pada harga CPO makin besar.

Outlook Pasar Komoditas: Waspada Volatilitas

Ke depan, pasar komoditas diperkirakan masih akan dibayangi volatilitas tinggi, terutama menjelang keputusan OPEC+ dan data ekonomi dari Tiongkok dan Amerika Serikat. Inflasi, suku bunga, serta kondisi geopolitik global akan terus menjadi katalis utama pergerakan harga komoditas.

Para analis menyarankan investor untuk mencermati perkembangan dari hasil pertemuan OPEC+ dan potensi dampaknya terhadap pasokan global. Jika OPEC+ memutuskan untuk melanjutkan pemangkasan produksi, maka ada kemungkinan harga minyak kembali menguat. Sebaliknya, jika aliansi produsen tersebut membuka keran produksi, harga bisa melanjutkan tren penurunan.

“Pasar sedang dalam fase yang sangat sensitif. Setiap sinyal kebijakan bisa memicu pergerakan harga yang cukup besar,” tutup John Kilduff.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index