JAKARTA - Ketika kelangkaan gas elpiji menjadi masalah yang kerap menghantui masyarakat, khususnya di daerah pedesaan, warga Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, justru menemukan solusi kreatif dan ramah lingkungan. Dengan hanya bermodalkan minyak jelantah—minyak bekas yang biasanya dibuang—mereka berhasil menciptakan inovasi bahan bakar alternatif untuk kompor rumah tangga.
Inisiatif ini dipelopori oleh Kepala Desa Randuboto, Andhy Sulandra, yang terinspirasi dari pengalaman pribadi istrinya saat hendak memasak. Saat itu, gas elpiji di rumah mereka habis, sementara stok di toko-toko sekitar pun kosong.
“Waktu itu, istri saya mau goreng telur, tapi gasnya habis. Cari ke toko pun kosong semua. Akhirnya saya pakai blek biskuit, isi minyak jelantah, dan coba nyalakan. Dari situ idenya berkembang,” ujar Andhy.
Menjawab Kebutuhan Mendesak Rumah Tangga
Inovasi penggunaan minyak jelantah sebagai bahan bakar ini muncul dari kebutuhan mendesak rumah tangga yang sering kali kehabisan gas elpiji. Terlebih, keterbatasan distribusi gas subsidi 3 kilogram yang acap kali tidak seimbang dengan permintaan masyarakat di wilayah pedesaan.
Bagi masyarakat, saat gas elpiji habis dan tidak ada stok pengganti, aktivitas memasak pun harus terhenti. Hal ini bisa berdampak langsung pada keseharian, terutama bagi ibu rumah tangga dan pelaku usaha kuliner kecil yang sangat bergantung pada kompor gas.
“Inovasi ini sangat membantu, apalagi saat gas susah didapat. Setidaknya kami tetap bisa masak, walau hanya dengan minyak bekas,” tutur Siti Munawaroh, salah satu warga Desa Randuboto yang kini turut memanfaatkan kompor berbahan bakar jelantah tersebut.
Teknologi Sederhana, Dampak Nyata
Teknologi yang digunakan pun sangat sederhana. Warga cukup memanfaatkan wadah bekas seperti kaleng biskuit (blek), yang kemudian diisi minyak jelantah. Sumbu kompor dibuat dari kain bekas atau tali khusus yang menyerap minyak, lalu dibakar untuk menghasilkan api.
Meski sederhana, hasilnya cukup efektif untuk aktivitas memasak sehari-hari. Api yang dihasilkan mampu merebus, menggoreng, dan memanaskan makanan layaknya kompor minyak tanah di masa lalu. Selain itu, aroma pembakaran minyak jelantah juga tidak terlalu menyengat jika proses filtrasi dilakukan terlebih dahulu.
“Kami hanya butuh sumbu, kaleng, dan minyak bekas. Tapi hasilnya luar biasa. Kompor ini jadi penyelamat saat elpiji tidak tersedia,” jelas Rohman, salah satu warga yang telah mencoba dan memodifikasi alat ini di rumahnya.
Memberdayakan Limbah, Menyelamatkan Lingkungan
Selain menjawab kebutuhan energi alternatif, inovasi ini juga sekaligus menjadi solusi pengelolaan limbah rumah tangga. Minyak jelantah yang selama ini dibuang ke saluran air atau tanah bisa dimanfaatkan kembali, sehingga tidak mencemari lingkungan.
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup, satu liter minyak jelantah yang dibuang sembarangan bisa mencemari hingga 1.000 liter air bersih. Oleh karena itu, inisiatif warga Randuboto ini tidak hanya berdampak secara ekonomi, tapi juga memberikan kontribusi besar terhadap pelestarian lingkungan.
“Kalau biasanya dibuang begitu saja, sekarang minyak bekas jadi lebih berguna. Lingkungan pun lebih bersih,” tambah Siti.
Menuju Gerakan Energi Mandiri
Melihat manfaatnya yang nyata, Pemerintah Desa Randuboto mulai berupaya memperluas penyebaran inovasi ini ke seluruh warga. Program pelatihan dan sosialisasi pun telah digelar untuk memperkenalkan cara membuat kompor minyak jelantah serta cara aman menggunakannya.
Andhy Sulandra menegaskan, langkah ini sejalan dengan visi desa untuk menciptakan masyarakat yang mandiri energi, khususnya dari segi kebutuhan dapur. Pemerintah desa juga tengah menjajaki kerja sama dengan lembaga lingkungan dan universitas lokal guna menyempurnakan teknologi kompor ini agar lebih aman dan tahan lama.
“Ini bukan hanya solusi darurat. Kami ingin menjadikannya bagian dari gerakan energi mandiri desa,” tegas Andhy.
Selain itu, pihak desa juga berencana membuat bank minyak jelantah, tempat warga bisa menyetorkan minyak bekas untuk diolah secara kolektif. Dengan sistem ini, warga yang menyetor minyak jelantah akan mendapatkan insentif berupa sumbu kompor atau alat masak sederhana lainnya.
Potensi Diterapkan di Wilayah Lain
Kisah sukses dari Randuboto kini mulai menarik perhatian desa-desa lain di wilayah Gresik Utara. Beberapa kepala desa dari kecamatan tetangga bahkan telah berkunjung untuk melihat langsung bagaimana inovasi ini dijalankan.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Gresik juga menyambut baik inisiatif ini dan menyatakan siap mendukung melalui program bantuan teknologi ramah lingkungan. Kepala Bidang Energi Baru dan Terbarukan ESDM Gresik, Dian Prasetyo, menyebut inovasi semacam ini perlu ditiru dan dikembangkan.
“Ini adalah contoh luar biasa dari inovasi berbasis komunitas. Kami berharap bisa membantu dari sisi peningkatan teknologi dan keselamatan pengguna,” ucap Dian.
Inovasi Kecil, Dampak Besar
Inovasi warga Desa Randuboto dalam memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif bukan hanya solusi jangka pendek terhadap kelangkaan gas elpiji, tapi juga langkah konkret menuju kemandirian energi dan pelestarian lingkungan.
Dengan teknologi sederhana dan semangat gotong royong, mereka membuktikan bahwa perubahan besar bisa dimulai dari dapur rumah tangga. Kini, api di dapur-dapur Randuboto bisa tetap menyala—bukan karena pasokan gas yang lancar, tapi karena kreativitas dan kepedulian terhadap lingkungan.