Energi

PLTP Mataloko Dorong Transisi Energi Bersih, Pakar Tegaskan Fenomena Geotermal Bukan Dampak Pengeboran

PLTP Mataloko Dorong Transisi Energi Bersih, Pakar Tegaskan Fenomena Geotermal Bukan Dampak Pengeboran

JAKARTA - Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT), mencatat kemajuan signifikan dalam pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari upaya nasional untuk memperkuat transisi energi bersih. Hingga April 2025, progres fisik proyek telah mencapai 79,57%, menjadikan PLTP Mataloko sebagai salah satu inisiatif panas bumi paling progresif di kawasan timur Indonesia.

Proyek ini tidak hanya menjadi tonggak penting dalam pemanfaatan sumber daya energi terbarukan, tetapi juga mendapat sorotan positif dari para pakar energi dan pemangku kepentingan, khususnya dalam menjawab berbagai kekhawatiran masyarakat mengenai dampak lingkungan dari pengembangan panas bumi.

Kemajuan Fisik PLTP Mataloko Mencapai Hampir 80 Persen

Menurut data terkini dari Unit Pelaksana Proyek (UPP) Nusra 2, hingga akhir April 2025, pembangunan infrastruktur utama PLTP Mataloko telah menunjukkan kemajuan fisik sebesar 79,57%. Capaian ini mencakup pembangunan wellpad A, B, C, dan D, serta pembangunan area laydown yang digunakan untuk penempatan material dan peralatan proyek.

Salah satu aspek penting lainnya adalah peningkatan aksesibilitas jalan menuju lokasi proyek, dengan pengaspalan jalan sepanjang 3 kilometer dari total 7 kilometer yang direncanakan. Jalur tersebut menggunakan jalan eksisting tanpa menggusur lahan produktif milik warga, sebagai bentuk komitmen proyek terhadap aspek keberlanjutan dan kepatuhan terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan.

PLTP Mataloko dan Fenomena Geotermal Alamiah

Dalam audiensi bersama Gubernur Nusa Tenggara Timur pada 28 April 2025, Dr. Pri Utami, Dosen Departemen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), hadir sebagai narasumber ahli untuk memberikan penjelasan teknis terkait kondisi geologi dan geotermal di lokasi proyek.

Ia menegaskan bahwa munculnya fumarol (semburan uap) dan manifestasi geotermal lainnya di wilayah Mataloko merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di daerah dengan potensi panas bumi.

“Seperti di Kawah Sikidang, Dieng, manifestasi itu berpindah-pindah bahkan sejak sebelum adanya kegiatan pengeboran. Ini sudah terjadi bahkan sebelum kita lahir,” ujar Dr. Pri Utami.

Ia menambahkan bahwa asap atau uap yang keluar dari permukaan tanah merupakan hasil dari aktivitas panas bumi di bawah permukaan bumi, dan tidak serta-merta merupakan akibat dari aktivitas eksplorasi atau pengeboran panas bumi yang dilakukan oleh proyek.

Penjelasan ini diharapkan dapat meredam kekhawatiran masyarakat yang mengaitkan fenomena tersebut dengan dampak negatif proyek. Menurutnya, pemahaman geosains yang akurat sangat penting untuk membangun penerimaan sosial terhadap proyek-proyek energi panas bumi.

Proyek Masih dalam Tahap Pembangunan Dasar

Senada dengan pernyataan Dr. Pri Utami, Osta Melanno, Manager UPP Nusra 2 yang bertanggung jawab atas pengembangan PLTP Mataloko, menyampaikan bahwa proyek ini belum memasuki tahap pengeboran, melainkan masih berfokus pada pembangunan infrastruktur dasar.

“Saat ini kami masih fokus pada pembangunan infrastruktur dasar sebagai tahap awal pengembangan, dan belum memasuki fase pengeboran,” kata Osta Melanno.

Dengan demikian, ia menekankan bahwa semua aktivitas yang terjadi di lapangan saat ini sepenuhnya berkaitan dengan pekerjaan konstruksi dan bukan proses produksi energi yang melibatkan sistem bawah tanah secara langsung.

Komitmen Terhadap Lingkungan dan Masyarakat Sekitar

PLTP Mataloko dibangun di atas lahan seluas 12,9 hektare, yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) seluas 996,2 hektare. Salah satu keberhasilan awal proyek ini adalah penyelesaian proses pengadaan lahan yang dilakukan secara transparan dan tanpa konflik, melalui kerja sama dengan Kantor ATR/BPN Ngada pada periode 2021–2022.

Lebih dari sekadar proyek energi, PLTP Mataloko juga menunjukkan komitmen terhadap penerimaan sosial. Untuk memastikan bahwa proyek diterima oleh masyarakat dan tidak menimbulkan konflik sosial, PLN sebagai pemrakarsa proyek telah melaksanakan mekanisme Free, Prior and Informed Consent (FPIC) di lima desa sekitar wilayah kerja proyek.

FPIC adalah pendekatan partisipatif yang menjamin bahwa masyarakat sekitar mendapatkan informasi yang lengkap dan transparan mengenai proyek, serta diberi ruang untuk menyatakan persetujuan secara sukarela tanpa tekanan atau paksaan.

Langkah ini menjadi kunci penting dalam pembangunan proyek panas bumi yang berkelanjutan, di tengah meningkatnya kebutuhan akan keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap tahap pengembangan energi.

PLTP Mataloko dan Peran Strategis dalam Transisi Energi

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Mataloko merupakan bagian dari strategi nasional Indonesia untuk mencapai bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada tahun 2025, dan net zero emission pada 2060. Panas bumi menjadi salah satu pilar utama dalam rencana transisi energi nasional, karena Indonesia merupakan negara dengan potensi panas bumi terbesar kedua di dunia.

Dengan potensi mencapai lebih dari 23,7 gigawatt, namun baru dimanfaatkan sekitar 10 persen, pengembangan proyek seperti PLTP Mataloko menjadi penting untuk mengejar ketertinggalan dalam pemanfaatan energi panas bumi. Wilayah timur Indonesia, seperti NTT, memiliki potensi tinggi namun sebelumnya belum banyak tersentuh oleh investasi energi bersih.

Melalui proyek ini, PLN dan pemerintah daerah menunjukkan bahwa pengembangan energi terbarukan bisa dilakukan dengan mengedepankan prinsip keberlanjutan, kolaborasi dengan masyarakat, dan mitigasi risiko lingkungan.

Transparansi dan Edukasi Jadi Kunci Kesuksesan

Keberhasilan PLTP Mataloko tidak hanya terletak pada capaian fisik proyek, tetapi juga pada strategi komunikasi dan edukasi publik yang dilakukan oleh semua pemangku kepentingan. Penjelasan ilmiah dari pakar seperti Dr. Pri Utami, serta pendekatan dialogis yang dilakukan oleh tim proyek, menjadi contoh bagaimana proyek energi besar bisa berjalan harmonis dengan masyarakat dan lingkungan.

Dengan target penyelesaian tahap awal konstruksi dalam waktu dekat dan kelanjutan ke fase produksi setelah semua kajian teknis selesai, PLTP Mataloko diharapkan dapat menjadi model pengembangan energi panas bumi yang inklusif, transparan, dan berkelanjutan, serta berkontribusi nyata terhadap ketahanan energi nasional dan pengurangan emisi gas rumah kaca.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index