JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengimplementasikan Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025 yang mewajibkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai non-ASN untuk menggunakan transportasi umum berbasis massal setiap hari Rabu. Implementasi perdana kebijakan ini terlihat di lingkungan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan, dengan Wali Kota Jakarta Selatan, Munjirin, turut serta naik transportasi umum bersama para pegawai menuju kantor.
Instruksi Gubernur ini merupakan bagian dari upaya strategis Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mendorong budaya penggunaan transportasi umum, mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, serta menekan angka kemacetan dan emisi karbon di Ibu Kota. Instruksi tersebut secara resmi mulai berlaku pada Rabu pertama sejak ditetapkan, yaitu 30 April 2025.
Wali Kota dan ASN Teladan Gunakan Transportasi Umum
Sebagai bentuk teladan bagi bawahannya, Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin memimpin langsung pelaksanaan hari perdana kebijakan ini dengan menaiki moda transportasi umum dari kediamannya menuju kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Ia bersama sejumlah ASN terlihat menunggu di Halte Wali Kota Jakarta Selatan, titik transportasi publik yang melayani rute-rute utama TransJakarta dan angkutan umum lainnya.
"Hari ini pertama kita menjalankan Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2025 bagi ASN dan non-ASN Pemda DKI Jakarta untuk menggunakan fasilitas kendaraan umum berbasis massal," ujar Munjirin saat ditemui awak media di Halte Wali Kota Jakarta Selatan, Rabu pagi.
Munjirin menyatakan bahwa dirinya menyambut baik kebijakan ini karena sejalan dengan visi kota ramah lingkungan dan berkelanjutan. Ia juga menyebutkan bahwa transportasi publik saat ini sudah sangat memadai dan layak digunakan oleh seluruh masyarakat, termasuk ASN.
“Saat ini fasilitas transportasi umum kita sudah jauh lebih baik, nyaman, dan aman. Saya harap ASN bisa menjadi contoh bagi warga untuk ikut beralih menggunakan kendaraan umum,” katanya.
Dukungan Terhadap Pengurangan Emisi dan Kemacetan
Dalam pelaksanaannya, kebijakan ini tidak hanya dimaksudkan sebagai formalitas administratif, tetapi memiliki muatan strategis dalam mendukung pembangunan perkotaan yang lebih berkelanjutan. Setiap kendaraan pribadi yang tidak digunakan berarti berkurangnya emisi gas buang yang dapat mencemari udara. Selain itu, berkurangnya volume kendaraan pribadi di jalan-jalan utama Jakarta diharapkan dapat mengurai kemacetan yang sudah menjadi masalah klasik ibu kota.
Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, jumlah kendaraan bermotor di Jakarta pada awal tahun 2025 tercatat mencapai lebih dari 23 juta unit, yang mayoritas didominasi oleh kendaraan roda dua dan roda empat pribadi. Angka ini jauh melebihi kapasitas jalan, sehingga menyebabkan stagnasi lalu lintas, terutama pada jam-jam sibuk.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, dalam kesempatan terpisah menyatakan bahwa partisipasi ASN dalam menggunakan transportasi umum akan memiliki dampak signifikan terhadap kebiasaan masyarakat.
“Ketika ASN sebagai pelayan publik bisa menjadi contoh dalam menggunakan angkutan umum, maka masyarakat juga akan lebih percaya dan terdorong untuk beralih dari kendaraan pribadi,” ujarnya.
Transportasi Umum yang Semakin Terintegrasi
Saat ini, Jakarta telah memiliki sistem transportasi umum yang terintegrasi dan terus mengalami perbaikan. Mulai dari TransJakarta yang menjangkau hampir seluruh wilayah kota, MRT Jakarta yang melayani jalur utara-selatan, hingga LRT Jakarta yang mulai aktif di wilayah timur dan utara.
Menurut informasi dari TransJakarta, pada hari Rabu pertama pelaksanaan kebijakan ini, jumlah penumpang ASN meningkat sekitar 12 persen dibandingkan hari biasa. Hal ini menunjukkan antusiasme awal yang cukup baik terhadap kebijakan tersebut.
Kepala Departemen Humas dan CSR TransJakarta, Ayu Wardhani, mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan antisipasi terhadap lonjakan penumpang dan memastikan layanan berjalan optimal.
“Kami pastikan seluruh armada dalam kondisi prima dan layanan di halte-halte utama disiapkan dengan baik agar bisa mendukung kelancaran mobilitas ASN dan masyarakat,” jelas Ayu dalam wawancara sebelumnya.
Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
Pemprov DKI Jakarta melalui Biro Organisasi dan Reformasi Birokrasi telah membentuk satuan tugas kecil untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan ini setiap minggunya. ASN yang belum patuh terhadap ketentuan ini akan diberi teguran dan diarahkan agar mengikuti kebijakan sesuai prosedur.
Bahkan, bagi ASN yang memiliki alasan tertentu untuk tidak menggunakan transportasi umum, seperti kondisi kesehatan atau akses yang belum tersedia di lokasi tempat tinggal, Pemprov memberikan mekanisme pelaporan dan pengecualian yang harus melalui verifikasi atasan langsung.
“Evaluasi mingguan akan kami lakukan untuk melihat progres dan hambatan. Tujuan utama bukan memberi sanksi, tetapi membangun kebiasaan dan budaya baru,” jelas Kepala Biro Organisasi Setda DKI Jakarta, Novi Indriani.
Respon Positif dari ASN dan Masyarakat
Sejumlah ASN yang ditemui di Halte Wali Kota Jakarta Selatan menyatakan dukungannya terhadap kebijakan ini. Mereka mengaku awalnya sempat merasa canggung, namun setelah mencoba, ternyata layanan transportasi publik saat ini sudah jauh lebih baik dan layak.
“Awalnya saya pikir bakal repot, tapi ternyata menyenangkan. Tidak stres kena macet, bisa sampai kantor tepat waktu,” kata Fajar, seorang staf di lingkungan Pemkot Jaksel.
Masyarakat juga menyambut baik langkah ini, terutama karena memberikan ruang lebih di jalan dan meminimalisir kemacetan yang biasa terjadi pada pagi hari. Seorang pengguna TransJakarta, Rina (38), menyatakan bahwa keberadaan ASN di angkutan umum justru memberikan rasa aman dan nyaman.
“Biasanya angkutan penuh dengan warga biasa. Sekarang ada ASN juga jadi berasa lebih tertib,” ucapnya.
Kebijakan penggunaan transportasi umum bagi ASN dan non-ASN setiap hari Rabu yang dicanangkan oleh Gubernur DKI Jakarta melalui Instruksi Gubernur Nomor 6 Tahun 2025 kini mulai dijalankan. Wali Kota Jakarta Selatan Munjirin bersama jajarannya menjadi contoh nyata dalam implementasi kebijakan tersebut.
Langkah ini tidak hanya bersifat simbolis, tetapi strategis dalam mendukung kota yang lebih bersih, tertib, dan ramah lingkungan. Jika konsisten diterapkan, kebijakan ini berpotensi mengubah wajah Jakarta dalam jangka panjang, menjadikannya kota modern yang mengandalkan transportasi publik sebagai tulang punggung mobilitas warganya.