JAKARTA — Industri kelapa sawit Indonesia kini mulai mengambil langkah progresif dalam upaya menekan dampak perubahan iklim dengan mulai merambah penggunaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) dalam operasionalnya. Langkah ini menjadi bagian dari komitmen besar sektor perkebunan sawit nasional untuk mendukung transisi energi bersih dan memperkuat prinsip keberlanjutan di seluruh lini produksi.
Pemanfaatan kendaraan listrik di area perkebunan sawit dipandang sebagai solusi efektif dalam mengurangi emisi karbon dan jejak lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaan kendaraan berbahan bakar fosil. Sebagaimana diketahui, kendaraan konvensional yang menggunakan bensin atau solar masih menjadi penyumbang signifikan emisi karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel berbahaya lainnya yang mencemari udara dan mempercepat perubahan iklim.
Menurut laporan yang dirilis, langkah ini merupakan bentuk konkret industri kelapa sawit dalam merespons tantangan global terhadap pemanasan global. Kendaraan listrik, yang bekerja tanpa proses pembakaran internal, dianggap lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca selama operasionalnya.
“Penggunaan electric vehicle kini mulai diperluas untuk sektor sawit. Masuknya electric vehicle sebagai alat transportasi di perkebunan sawit merupakan langkah inovatif guna membantu mengurangi dampak lingkungan dan mendukung keberlanjutan sektor ini,” demikian bunyi pernyataan yang dikutip dari Kantor Berita Sawit.
Inisiatif ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah dan pelaku industri energi terbarukan. Penggunaan EV di sektor sawit tidak hanya mencerminkan perubahan teknologi, tetapi juga strategi jangka panjang dalam menyeimbangkan produktivitas dan tanggung jawab terhadap lingkungan.
Di sejumlah perkebunan kelapa sawit, kendaraan listrik mulai digunakan untuk mengangkut hasil panen, alat berat operasional ringan, hingga mobilitas pegawai di area yang cukup luas. Dengan penerapan sistem ini, perusahaan berharap dapat menghemat biaya operasional bahan bakar dan mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi.
Tak hanya itu, penggunaan EV juga dipandang mampu mendukung peningkatan efisiensi kerja. Kendaraan listrik dikenal minim perawatan karena tidak memiliki sistem pembakaran internal yang kompleks. Ini tentunya sangat membantu dalam operasional perkebunan yang berada di lokasi terpencil dan sulit dijangkau bengkel umum.
Pengamat industri energi dan lingkungan, Didi Kurniawan, menyatakan bahwa integrasi kendaraan listrik ke dalam industri sawit merupakan langkah penting dan strategis. Ia menilai bahwa inisiatif ini bukan hanya akan berdampak pada aspek lingkungan, tetapi juga pada persepsi dunia internasional terhadap komitmen Indonesia dalam mengelola sektor sawit secara bertanggung jawab.
"Industri sawit selama ini sering mendapat sorotan negatif, terutama terkait isu deforestasi dan emisi karbon. Penggunaan kendaraan listrik adalah bentuk aksi nyata yang dapat memperbaiki citra industri sekaligus berkontribusi dalam target penurunan emisi nasional," ujar Didi saat dihubungi, Kamis 24 April 2025.
Lebih lanjut, Didi menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan penyedia teknologi agar inisiatif ini tidak hanya bersifat simbolik, tetapi dapat menjadi arus utama dalam transformasi industri sawit ke arah yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Sejalan dengan itu, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mendorong adopsi kendaraan listrik di berbagai sektor industri, termasuk perkebunan. Dukungan tersebut diwujudkan melalui kebijakan insentif, kemudahan akses terhadap infrastruktur pengisian daya, hingga percepatan sertifikasi teknologi pendukung EV.
Salah satu perusahaan kelapa sawit yang sudah mulai menerapkan kendaraan listrik di areal kebun mereka adalah PT Sawit Lestari Hijau. Menurut manajemen perusahaan, sejak mengoperasikan sejumlah kendaraan listrik pada awal 2024, mereka mencatat penurunan biaya operasional bahan bakar hingga 30% dan peningkatan efisiensi distribusi hasil panen.
"Ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk membangun rantai pasok yang lebih ramah lingkungan. Kami percaya bahwa kendaraan listrik adalah solusi yang efektif dan relevan untuk perkebunan sawit di masa kini dan masa depan," ujar Direktur Operasional PT Sawit Lestari Hijau, Andi Prasetyo.
Namun demikian, masih ada sejumlah tantangan dalam penerapan luas kendaraan listrik di sektor ini. Infrastruktur pengisian daya yang belum merata, terutama di daerah terpencil tempat banyak perkebunan berada, menjadi kendala utama. Selain itu, biaya awal investasi yang cukup tinggi juga menjadi pertimbangan bagi perusahaan-perusahaan yang ingin mengadopsi teknologi ini.
Untuk mengatasi hal tersebut, beberapa perusahaan telah mulai membangun stasiun pengisian daya mandiri di dalam area perkebunan, memanfaatkan energi terbarukan seperti tenaga surya. Ini sekaligus menjadi solusi ganda untuk mendukung efisiensi energi dan menjaga ketahanan energi internal perusahaan.
Transformasi menuju penggunaan EV di industri kelapa sawit dinilai akan menjadi tonggak penting dalam upaya pencapaian target net zero emission Indonesia pada tahun 2060. Dukungan dari berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan agar langkah ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar memberikan dampak signifikan bagi lingkungan dan masyarakat.
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya keberlanjutan dan tekanan global terhadap praktik industri yang ramah lingkungan, penggunaan kendaraan listrik dalam sektor sawit adalah gambaran masa depan yang patut diapresiasi dan terus dikembangkan.
Industri kelapa sawit kini berada di persimpangan antara tuntutan produktivitas dan keberlanjutan. Penggunaan kendaraan listrik hanyalah satu dari banyak inovasi yang perlu terus didorong demi memastikan bahwa komoditas unggulan Indonesia ini dapat terus tumbuh tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan.