Perbankan

Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat di Awal Tahun 2025, BI Beberkan Penyebab dan Strategi Penanganan

Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat di Awal Tahun 2025, BI Beberkan Penyebab dan Strategi Penanganan

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan kredit perbankan nasional pada Maret 2025 mengalami perlambatan signifikan dibandingkan bulan sebelumnya. Data terbaru menunjukkan pertumbuhan kredit hanya mencapai 9,16% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari capaian Februari 2025 yang mencapai 10,3% yoy. Perlambatan ini menjadi sorotan karena terjadi di tengah ekspektasi pemulihan ekonomi global dan nasional pasca berbagai ketidakpastian tahun lalu.

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa perlambatan tersebut disebabkan oleh kombinasi faktor permintaan dan penawaran, yang dipengaruhi oleh dinamika global, termasuk kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang masih menjadi perhatian dunia usaha.

Pertumbuhan Kredit Bergerak Menuju Batas Bawah Proyeksi BI

Bank Indonesia sebelumnya memproyeksikan bahwa pertumbuhan kredit pada 2025 akan berada dalam kisaran 11% hingga 13% yoy. Namun, melihat perkembangan terbaru hingga Maret, Perry menyebutkan bahwa tren pertumbuhan kredit cenderung mengarah ke batas bawah proyeksi tersebut.

“Kita melihat bahwa pertumbuhan kredit saat ini bergerak menuju batas bawah kisaran 11–13% yoy, dan ini dipengaruhi oleh faktor permintaan yang belum sepenuhnya pulih serta sejumlah sektor yang terdampak dinamika global,” ujar Perry Warjiyo dalam pernyataan resminya, Jumat 25 April 2025.

Sektor Riil Hadapi Tekanan Eksternal

Dari sisi permintaan, Perry menjelaskan bahwa tidak semua sektor mengalami perlambatan. Beberapa sektor bahkan menunjukkan pertumbuhan yang tetap positif, terutama yang terkait ekspor dan industri berbasis komoditas unggulan.

“Ada sektor-sektor yang pertumbuhannya masih bagus, dan ada sektor-sektor yang memang pertumbuhannya terbatas. Ini salah satunya dipengaruhi oleh dinamika kebijakan tarif Presiden Trump yang memberikan tekanan terhadap sejumlah sektor industri,” jelas Perry.

Kebijakan perdagangan Amerika Serikat yang berubah-ubah telah memengaruhi keputusan investasi dan permintaan kredit dari pelaku usaha, terutama di sektor manufaktur dan ekspor-impor. Namun di sisi lain, sektor agribisnis, pertambangan, dan komoditas lainnya masih menjadi motor penggerak yang relatif stabil.

Minat Bank Menyalurkan Kredit Masih Kuat

Meskipun permintaan kredit dari dunia usaha melambat, Bank Indonesia menegaskan bahwa minat bank dalam menyalurkan kredit atau lending appetite masih berada dalam level yang cukup baik. Hal ini tercermin dari indeks standar penyaluran kredit yang belum menunjukkan tanda-tanda pengetatan.

“Index lending standard itu belum ada tanda-tanda pengetatan. Belum terlalu selektif,” ungkap Perry.

Ia menambahkan bahwa secara umum kondisi likuiditas perbankan masih cukup mendukung. Namun demikian, Perry menyoroti bahwa beberapa bank masih perlu dorongan tambahan dalam hal pendanaan, terutama untuk mendorong kredit yang lebih agresif.

Penguatan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN)

Sebagai bagian dari langkah strategis untuk mengatasi tantangan pendanaan, Bank Indonesia akan memperkuat implementasi Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN). Langkah ini diharapkan dapat mendorong manajemen likuiditas yang lebih optimal, sekaligus memperkuat kemampuan perbankan dalam menyalurkan kredit ke sektor produktif.

“Itu kenapa BI akan memperkuat implementasi RPLN, sehingga manajemen likuiditas semakin baik dan bisa mendorong penyaluran kredit,” tegas Perry.

Dengan adanya penguatan RPLN, bank diharapkan dapat mengakses sumber pendanaan dari luar negeri secara lebih efisien dan terukur. Hal ini penting mengingat sumber dana domestik mulai mengalami tekanan, terutama dari sisi dana pihak ketiga (DPK) yang pertumbuhannya juga mulai melambat.

Alternatif Pendanaan dan Adaptasi Perbankan

Perlambatan pertumbuhan DPK membuat perbankan harus mencari sumber pendanaan alternatif, termasuk dari luar negeri. Perry menyatakan bahwa saat ini sejumlah bank mulai aktif menjajaki pendanaan eksternal untuk menjaga keberlangsungan ekspansi kredit mereka.

“Kendati demikian, permintaan kredit masih ada. Bank pun mencari alternatif pendanaan dari luar negeri, karena mengalami pengurangan sumber dana dari domestik,” ujarnya.

Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor perbankan nasional. Di satu sisi, bank harus tetap menjaga likuiditas dan kesehatan keuangan mereka, namun di sisi lain, tekanan untuk terus menyalurkan kredit juga tetap tinggi demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Outlook Kredit Perbankan dan Langkah Lanjutan BI

Melihat tren yang ada, Bank Indonesia tetap optimistis bahwa pertumbuhan kredit akan terus meningkat seiring membaiknya kondisi ekonomi, baik secara domestik maupun global. Namun, dibutuhkan kolaborasi yang lebih erat antara regulator, perbankan, dan pelaku usaha agar transmisi kebijakan moneter dapat berjalan lebih efektif.

Langkah-langkah strategis BI ke depan akan difokuskan pada:

1. Mendorong perbankan untuk menjaga efisiensi penyaluran kredit ke sektor-sektor produktif.

2. Memperkuat instrumen likuiditas dan pengelolaan risiko, termasuk implementasi RPLN.

3. Menstabilkan kondisi makroekonomi nasional, agar menciptakan lingkungan usaha yang lebih kondusif bagi dunia bisnis.

Dengan pendekatan kebijakan yang adaptif dan responsif, BI berharap dapat menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan global yang masih cukup tinggi.

Perlambatan pertumbuhan kredit perbankan di awal 2025 menjadi sinyal bahwa tantangan ekonomi global masih berdampak pada sektor finansial nasional. Meski demikian, Bank Indonesia tetap menunjukkan optimisme melalui strategi penguatan pendanaan, manajemen likuiditas, dan perluasan akses kredit yang berkelanjutan.

Sebagaimana dikatakan Gubernur BI Perry Warjiyo, “Kami akan terus memastikan kondisi likuiditas perbankan tetap cukup, memperkuat pendanaan, dan menjaga transmisi kebijakan moneter tetap efektif agar sektor riil tetap tumbuh dan ekonomi nasional tetap tangguh.”

Dengan demikian, peran aktif seluruh pemangku kepentingan, mulai dari regulator, bank, hingga pelaku usaha menjadi kunci penting dalam menjaga momentum pertumbuhan kredit yang berkualitas dan berkelanjutan sepanjang 2025.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index