JAKARTA - Anatomi Pertambangan Indonesia (API) mendesak Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, untuk segera mencabut izin usaha pertambangan yang diberikan kepada PT. Sambaki Tambang Sentosa (STS). Desakan ini muncul setelah serangkaian pelanggaran serius yang dilakukan oleh perusahaan tambang tersebut, yang dinilai telah merugikan masyarakat dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah di wilayah Maba Tengah, Halmahera Timur.
Menurut Riyanda Barmawi, Direktur Utama Anatomi Pertambangan Indonesia (API), PT. STS telah melakukan berbagai tindakan yang melanggar ketentuan hukum dan berdampak negatif pada ekosistem serta kehidupan masyarakat lokal. Dalam pernyataan resminya, Riyanda mengungkapkan bahwa kerusakan ekologis yang disebabkan oleh PT. STS telah menimbulkan bencana banjir yang merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam di sekitar tambang.
"PT. STS telah menyebabkan kerusakan ekologis serius yang berdampak pada banjir dan kerusakan lingkungan hidup. Hal ini sangat mengancam keberlangsungan masyarakat lokal yang selama ini bergantung pada ekosistem yang ada," kata Riyanda dalam rilis yang diterima oleh media pada Kamis, 24 April 2025.
Pelanggaran Hukum oleh PT. STS: Melanggar UU Minerba
API menilai tindakan PT. STS sebagai pelanggaran terhadap Pasal 96 dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Pasal tersebut mengatur kewajiban pemegang izin usaha pertambangan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup secara berkelanjutan, serta memastikan bahwa aktivitas pertambangan tidak merusak lingkungan.
Riyanda Barmawi menambahkan bahwa PT. STS telah gagal memenuhi kewajiban hukum ini dengan baik, sehingga dampak lingkungan yang ditimbulkan semakin parah. Keberlanjutan hidup masyarakat di sekitar tambang semakin terancam karena kerusakan alam yang terjadi, sementara perusahaan terus beroperasi tanpa adanya upaya pemulihan yang memadai.
"Kami sangat menyesalkan bahwa PT. STS tidak hanya gagal mematuhi undang-undang yang ada, tetapi juga terus mengeksploitasi alam tanpa memperhatikan dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan. Ini adalah pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip pengelolaan pertambangan yang bertanggung jawab," ungkap Riyanda.
Tuduhan Penggusuran Lahan Tanpa Ganti Rugi
Selain pelanggaran terkait kerusakan lingkungan, PT. STS juga dituding melakukan penggusuran lahan masyarakat yang berada di sekitar area tambang secara sepihak. Laporan yang diterima API menyebutkan bahwa perusahaan tambang ini telah menggusur lahan milik masyarakat tanpa melalui musyawarah atau memberikan ganti rugi yang layak kepada warga yang terdampak.
Menurut Riyanda, tindakan semacam ini tidak hanya merugikan masyarakat dari segi ekonomi, tetapi juga menciptakan ketegangan sosial yang berpotensi memicu konflik antar pihak. Penggusuran tanpa pemberitahuan atau ganti rugi yang adil telah menyebabkan banyak warga kehilangan tempat tinggal dan mata pencaharian mereka, yang sebelumnya bergantung pada lahan pertanian atau sumber daya alam di sekitar lokasi tambang.
"Penggusuran lahan tanpa musyawarah dan tanpa ganti rugi yang layak adalah tindakan yang sangat tidak adil. Kami mendesak pemerintah untuk segera turun tangan dan menyelesaikan masalah ini. Kami berharap bahwa Menteri ESDM dapat segera mencabut izin tambang PT. STS sebagai bentuk respons terhadap kerusakan lingkungan dan ketidakadilan sosial yang terjadi," tegas Riyanda.
Dampak Lingkungan yang Terjadi di Halmahera Timur
Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat operasi PT. STS telah menyebabkan perubahan signifikan dalam ekosistem di wilayah Halmahera Timur. Sebagian besar kerusakan terjadi di sepanjang aliran sungai dan kawasan hutan sekitar tambang, yang berfungsi sebagai penyangga kehidupan bagi masyarakat sekitar.
Menurut laporan, banjir yang sering terjadi di wilayah ini telah memperburuk kondisi tanah, merusak tanaman pertanian, dan mencemari sumber air yang digunakan oleh masyarakat. Kerusakan lingkungan ini tidak hanya berdampak pada sektor pertanian, yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat lokal, tetapi juga mengancam keberagaman hayati di daerah tersebut. Selain itu, banyak warga yang mengeluhkan kualitas air yang semakin menurun akibat pencemaran yang diakibatkan oleh aktivitas pertambangan.
API Desak Tindakan Tegas dari Pemerintah
Menanggapi situasi ini, API mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap PT. STS dan seluruh perusahaan pertambangan yang terbukti melanggar aturan. Riyanda menyatakan bahwa pencabutan izin usaha pertambangan PT. STS adalah langkah awal yang sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan untuk memastikan bahwa semua perusahaan pertambangan mematuhi peraturan yang ada.
"Pencabutan izin usaha PT. STS bukan hanya untuk memberikan keadilan bagi masyarakat yang terdampak, tetapi juga sebagai pesan tegas kepada perusahaan-perusahaan pertambangan lainnya bahwa pemerintah tidak akan mentolerir kegiatan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat. Kami berharap Menteri ESDM segera mengambil langkah yang tepat untuk mengatasi masalah ini," tambah Riyanda.
Pentingnya Pemantauan dan Penegakan Hukum yang Lebih Ketat
Riyanda juga menyoroti pentingnya pemantauan yang lebih ketat terhadap kegiatan pertambangan di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang rentan terhadap kerusakan lingkungan seperti Halmahera Timur. Menurutnya, salah satu solusi untuk mencegah terjadinya pelanggaran seperti yang dilakukan oleh PT. STS adalah dengan meningkatkan pengawasan terhadap izin-izin pertambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
"Kami juga mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan terhadap izin pertambangan dan memastikan bahwa setiap perusahaan yang mendapatkan izin benar-benar memenuhi standar lingkungan dan sosial yang ditetapkan. Jika tidak, kami akan terus mendesak pencabutan izin dan penegakan hukum yang lebih tegas," pungkas Riyanda.
API, melalui Direktur Utamanya Riyanda Barmawi, mendesak Menteri ESDM untuk mencabut izin usaha PT. Sambaki Tambang Sentosa (STS) setelah terbukti melanggar peraturan yang berlaku dan menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Tindakan ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam menjaga keberlanjutan ekosistem dan memberikan keadilan bagi masyarakat yang terdampak. Selain itu, API juga mendorong pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum dalam sektor pertambangan guna mencegah kejadian serupa di masa mendatang.