JAKARTA - Bencana tanah gerak yang melanda Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, kini semakin meluas. Fenomena alam yang mengakibatkan pergerakan tanah ini telah mengancam keselamatan warga dan merusak infrastruktur permukiman. Menurut Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, kawasan ini secara geologi memang tidak ideal untuk dijadikan permukiman.
Boedya Dharmawan, Kepala ESDM Jawa Tengah, mengungkapkan bahwa kawasan Kecamatan Sirampog berada pada formasi geologi yang sangat rentan terhadap bencana alam, khususnya pergerakan tanah. Hal ini disebabkan oleh karakteristik tanah di wilayah tersebut yang memiliki swell factor tinggi, yaitu kemampuan tanah untuk mengembang saat terkena air dan merekah saat kekurangan air.
"Kecamatan Sirampog berada di formasi lambatan, yang cirinya tanahnya punya swell factor tinggi, alias mudah mengembang saat terkena air, dan merekah saat kering. Seperti masak nasi, kalau kebanyakan air jadi bubur. Kalau kurang air dia merekah, rekah di dalam tanah. Jadi sebenarnya daerah yang pada formasi itu tidak bagus untuk hunian," ujar Boedya saat dihubungi awak media, Kamis 24 April 2025.
Kawasan dengan Risiko Geologi Tinggi
Kecamatan Sirampog, yang terletak di bagian selatan Kabupaten Brebes, dikenal dengan topografi yang bergelombang serta kondisi geologi yang kompleks. Wilayah ini terdiri dari formasi batuan yang kurang stabil, sehingga rentan terhadap bencana tanah gerak, longsor, atau pergerakan tanah lainnya, terutama pada musim hujan.
Menurut penjelasan Boedya, tanah dengan swell factor tinggi akan bereaksi sangat sensitif terhadap perubahan kadar air. Ketika musim hujan datang, tanah yang menyerap air akan mengembang dan menyebabkan pergeseran di permukaan tanah, sementara pada musim kemarau, tanah yang kekurangan air bisa merekah atau retak, mengakibatkan tanah bergerak dengan sendirinya.
"Daerah yang terletak di formasi ini sangat berisiko. Tanahnya bisa mengembang dan menyusut sesuai dengan kondisi kelembapannya. Dalam jangka panjang, kondisi ini berpotensi menyebabkan kerusakan pada bangunan dan infrastruktur yang ada, sehingga sangat tidak disarankan untuk dijadikan permukiman," tambah Boedya.
Bencana Tanah Gerak di Desa Mendala
Bencana tanah gerak yang terjadi di Desa Mendala, Kecamatan Sirampog, telah menimbulkan kerusakan yang cukup signifikan. Sejak awal April 2025, bencana ini semakin meluas, dengan tanah bergerak yang merusak rumah-rumah warga dan infrastruktur lainnya. Beberapa rumah warga telah rusak parah akibat pergerakan tanah yang terus terjadi, sementara warga yang terdampak terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Tim dari BPBD Jawa Tengah dan ESDM Jateng telah turun ke lokasi untuk melakukan pemantauan dan penanganan lebih lanjut. Selain melakukan identifikasi penyebab bencana, pihak berwenang juga memberikan imbauan kepada warga untuk menjauhi area-area yang rawan terhadap pergerakan tanah lebih lanjut. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa.
"Kami sudah melakukan pemantauan di lapangan, dan tim kami terus bekerja sama dengan pihak BPBD untuk membantu masyarakat yang terdampak. Kami juga memberikan informasi terkait dengan kawasan mana saja yang harus dihindari untuk mengurangi resiko bahaya lebih lanjut," kata Boedya Dharmawan.
Penyebab dan Dampak Lingkungan Tanah Gerak
Pergerakan tanah yang terjadi di Desa Mendala ini tidak hanya disebabkan oleh faktor geologi alami, tetapi juga oleh faktor lain seperti perubahan penggunaan lahan dan aktivitas manusia. Penggundulan hutan yang terjadi di sekitar wilayah tersebut, serta perubahan struktur tanah akibat pembangunan permukiman, turut memperburuk kondisi geologi daerah tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak lahan yang sebelumnya merupakan kawasan hutan kini telah dialihfungsikan menjadi area permukiman atau lahan pertanian. Proses konversi lahan ini mengubah pola penyerapan air tanah, yang pada gilirannya meningkatkan potensi terjadinya bencana tanah gerak. Salah satu penyebab utama dari bencana ini adalah ketidakmampuan tanah untuk menyerap air dengan baik, sehingga terjadi pergerakan tanah yang berbahaya.
"Kami juga mencatat bahwa perubahan tata guna lahan, terutama yang mengarah pada pembukaan kawasan hutan menjadi lahan permukiman, turut memperburuk kondisi geologi di daerah ini. Tanah yang tidak lagi memiliki daya serap air yang cukup dapat mempercepat terjadinya bencana tanah gerak," lanjut Boedya.
Peringatan untuk Masyarakat dan Pemangku Kepentingan
Pihak ESDM Jawa Tengah dan BPBD Jawa Tengah mengingatkan agar masyarakat tidak membangun atau melanjutkan pembangunan di kawasan yang rawan pergerakan tanah seperti Desa Mendala. Selain itu, pemerintah daerah juga diminta untuk lebih memperhatikan kajian geologi sebelum memberikan izin pembangunan di wilayah yang rawan bencana alam.
"Kami berharap agar pemerintah daerah lebih memperhatikan aspek geologi dalam setiap perencanaan pembangunan. Kawasan yang berada pada formasi geologi yang tidak stabil harus diperhitungkan dengan hati-hati. Jangan sampai bencana alam yang lebih besar terjadi hanya karena kelalaian dalam perencanaan pembangunan," tambah Boedya.
Sementara itu, pihak BPBD Brebes juga terus melakukan upaya untuk memberikan bantuan kepada warga yang terdampak. Selain itu, mereka berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara menghindari dan memitigasi bencana tanah gerak di masa depan.
Pentingnya Pemahaman Geologi dalam Perencanaan Pembangunan
Bencana tanah gerak yang melanda Desa Mendala di Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, menjadi pengingat pentingnya pemahaman geologi dalam perencanaan pembangunan permukiman. Boedya Dharmawan, Kepala ESDM Jawa Tengah, mengungkapkan bahwa kawasan tersebut memang tidak layak untuk dijadikan permukiman, mengingat kondisi geologi yang sangat rentan terhadap pergerakan tanah.
"Daerah yang berada di formasi lambatan memang sangat rawan untuk dijadikan hunian. Kami mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak membangun di kawasan yang berpotensi tinggi terhadap bencana alam," ujar Boedya.
Ke depan, diperlukan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah, instansi terkait, dan masyarakat untuk memastikan bahwa pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan faktor geologi, sehingga bencana tanah gerak dan bencana alam lainnya dapat diminimalkan.