JAKARTA - Meskipun ketidakpastian pasar keuangan global semakin meningkat, nilai tukar rupiah tercatat tetap stabil. Pemerintah Indonesia memberikan apresiasi atas upaya Bank Indonesia (BI) yang telah berhasil menjaga stabilitas mata uang rupiah melalui kebijakan responsif dan berkelanjutan.
Pujian untuk Intervensi Bank Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar pada Kamis 24 April 2025 menegaskan, stabilitas rupiah di tengah kondisi global yang tidak menentu merupakan hasil dari intervensi yang cepat dan tepat dari Bank Indonesia. Ia menyebutkan bahwa kebijakan BI yang adaptif terhadap dinamika global memainkan peran penting dalam menjaga nilai tukar rupiah di level yang relatif stabil.
“Stabilitas rupiah ini adalah buah dari kebijakan responsif dan berkelanjutan yang telah dilakukan oleh Bank Indonesia. Ini menunjukkan bagaimana BI terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah gejolak eksternal,” ujar Sri Mulyani dalam keterangannya.
Pada tanggal 27 Maret 2025, nilai tukar rupiah tercatat di level Rp 16.560 per dolar AS, yang menunjukkan penguatan sebesar 0,12% secara point to point dibandingkan dengan posisi pada akhir Februari 2025. Meskipun tantangan eksternal terus mengancam stabilitas ekonomi global, rupiah berhasil menunjukkan performa yang stabil.
Tekanan yang Muncul di Pasar Offshore
Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa meskipun rupiah menunjukkan ketahanan di pasar domestik, tekanan sempat muncul di pasar offshore non-deliverable forward (NDF). NDF, yang beroperasi di luar pasar domestik, mengalami penurunan akibat ketidakpastian global, terutama selama libur panjang Idulfitri saat pasar domestik tutup.
Pada periode tersebut, pasar NDF yang aktif mengalami tekanan karena dampak dari berbagai faktor eksternal, termasuk kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia. "Dengan tarif resiprokal AS, pasar NDF mengalami tekanan," tambah Sri Mulyani. Tarif resiprokal yang diterapkan AS, yang merupakan kebijakan saling mengenakan tarif terhadap negara-negara mitra dagang, berdampak pada fluktuasi nilai tukar di pasar internasional, termasuk terhadap rupiah.
Tantangan Global yang Menghadapi Ekonomi Indonesia
Ketidakpastian pasar keuangan global, yang dipicu oleh faktor-faktor eksternal seperti kebijakan ekonomi AS, ketegangan geopolitik, serta fluktuasi harga komoditas, memang menjadi tantangan besar bagi perekonomian Indonesia. Namun, meskipun menghadapi berbagai tekanan tersebut, rupiah berhasil menjaga kestabilannya, berkat langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia.
Dalam beberapa bulan terakhir, nilai tukar rupiah mengalami fluktuasi yang cukup signifikan akibat kebijakan yang diterapkan oleh negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya. Terutama, kebijakan tarif perdagangan yang diterapkan oleh AS, serta ketegangan perdagangan dengan beberapa negara besar, mempengaruhi arus modal dan kestabilan nilai tukar di pasar global. Namun, BI telah berhasil menjaga agar dampak tersebut tidak terlalu signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
Strategi Bank Indonesia dalam Menjaga Stabilitas Rupiah
Sebagai respons terhadap tekanan global tersebut, Bank Indonesia telah mengimplementasikan berbagai kebijakan moneter yang proaktif dan antisipatif untuk memastikan stabilitas mata uang Indonesia. Bank Indonesia juga aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk mengurangi volatilitas yang tidak diinginkan dan menjaga nilai tukar rupiah dalam rentang yang stabil.
Selain itu, BI terus memperkuat kebijakan suku bunga dan cadangan devisa untuk menghadapi kemungkinan gejolak lebih lanjut. Menurut Sri Mulyani, kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia sangat efektif dalam merespons dinamika yang terjadi di pasar global, yang turut berpengaruh pada kestabilan nilai tukar rupiah.
Impak Kebijakan Tarif Resiprokal AS Terhadap Ekonomi Indonesia
Salah satu faktor eksternal yang memengaruhi stabilitas rupiah adalah kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Amerika Serikat terhadap beberapa negara mitra dagang, termasuk Indonesia. Kebijakan ini menciptakan ketidakpastian di pasar global, dan menyebabkan tekanan pada nilai tukar mata uang di banyak negara, termasuk rupiah.
“Dampak dari tarif resiprokal AS memang terasa, terutama di pasar-pasar internasional yang lebih bebas, seperti pasar NDF. Namun, dengan adanya kebijakan stabilisasi yang dilakukan BI, Indonesia mampu mempertahankan stabilitas rupiah,” ujar Sri Mulyani.
Kebijakan tarif resiprokal AS berpotensi meningkatkan ketidakpastian dalam hubungan dagang internasional, yang dapat memengaruhi ekonomi Indonesia dalam jangka pendek. Meskipun demikian, pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia terus berkoordinasi untuk memastikan dampak dari kebijakan tersebut dapat diminimalisir.
Ke Depan: Prospek Rupiah di Tengah Ketidakpastian Global
Ke depan, meskipun tantangan ekonomi global masih terus berlanjut, stabilitas rupiah diharapkan dapat terjaga berkat kebijakan moneter yang prudent dari Bank Indonesia dan upaya pemerintah dalam menjaga keseimbangan perekonomian Indonesia. Sri Mulyani optimis bahwa meskipun ada tekanan global, Indonesia dapat menghadapi tahun 2025 dengan lebih siap, berkat kebijakan ekonomi yang tepat.
“Meski ada ketidakpastian yang terjadi di pasar global, kami tetap optimis bahwa Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang, didukung oleh kebijakan ekonomi yang hati-hati dan responsif,” tutup Sri Mulyani.