Nikel

Kecelakaan Kerja Kembali Terjadi di PT GNI, Buruh Kehilangan Tangan Kiri Usai Terjepit Alat Smelter

Kecelakaan Kerja Kembali Terjadi di PT GNI, Buruh Kehilangan Tangan Kiri Usai Terjepit Alat Smelter

JAKARTA - Dunia ketenagakerjaan Indonesia kembali diguncang oleh insiden kecelakaan kerja yang memprihatinkan. Seorang buruh di perusahaan pengolahan bijih nikel PT Gunbuster Nikel Industri (PT GNI) yang berlokasi di kawasan industri PT Stardust Estate Investment (SEI), Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, mengalami kecelakaan kerja serius yang mengakibatkan kehilangan pergelangan tangan kirinya.

Korban bernama Ruly Alif Tauhid, mengalami insiden nahas tersebut pada Senin dinihari, 15 April 2025, sekitar pukul 03.30 WITA. Insiden terjadi di area tungku 22, dapur belakang Departemen Smelter Produksi 3 milik PT GNI.

Peristiwa tragis ini menuai sorotan dari berbagai pihak, salah satunya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah, yang menyampaikan kecaman keras terhadap perusahaan dan menilai lemahnya aspek keselamatan kerja di lingkungan industri pengolahan nikel tersebut.

“Buruh ini (Ruly Alif Tauhid) kehilangan pergelangan tangan kiri yang terjadi Senin dinihari 14 April 2025, pukul 03.30 WITA pada tungku 22 dapur belakang Departemen Smelter Produksi 3 PT GNI,” tegas Wandi, Manager Kampanye WALHI Sulawesi Tengah dalam siaran pers resmi yang diterima media ini pada Selasa malam, 15 April 2025.

Kronologi Kecelakaan: Perintah Tambahan yang Berujung Malapetaka

Berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber internal perusahaan dan para pekerja di lapangan, kecelakaan berawal ketika Ruly Alif Tauhid selesai menjalankan tugas rutinnya di area tungku 23. Ia kemudian diminta oleh atasan untuk membantu persiapan proses pembuangan slag nikel—limbah hasil peleburan bijih nikel—di tungku 22.

Dalam proses tersebut, Ruly diduga harus berinteraksi langsung dengan mesin dan peralatan berat tanpa perlindungan maksimal. Entah karena kesalahan prosedur, kelelahan kerja, atau kurangnya pelatihan keselamatan, tangannya terjebak di antara alat pengolahan slag, menyebabkan luka parah yang mengharuskannya menjalani amputasi pergelangan tangan kiri.

WALHI: Ini Bukti Lemahnya Perlindungan Pekerja

Kecelakaan ini menambah panjang daftar kasus pelanggaran keselamatan kerja yang kerap terjadi di kawasan industri pengolahan nikel di Sulawesi Tengah. WALHI menyebut kejadian ini sebagai bentuk kelalaian perusahaan dalam menjamin keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi seluruh pekerjanya.

“Kami mendesak agar pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan dan instansi pengawas ketenagakerjaan di daerah, segera melakukan investigasi menyeluruh. Kecelakaan kerja ini adalah bukti lemahnya pengawasan dan penerapan standar K3 oleh perusahaan,” ujar Wandi.

Ia menambahkan, kecelakaan yang menimpa Ruly bukan yang pertama terjadi di lingkungan kerja PT GNI. Menurut WALHI, sebelumnya juga telah terjadi berbagai insiden yang menunjukkan bahwa keselamatan buruh belum menjadi prioritas utama di perusahaan ini.

Buruh Industri Nikel dalam Tekanan

Kondisi kerja buruh di industri nikel, khususnya di kawasan Morowali dan Morowali Utara, telah lama menjadi sorotan. Banyak laporan mengungkapkan bahwa para buruh di sektor ini kerap menghadapi jam kerja panjang, minimnya pelatihan keselamatan, dan kurangnya fasilitas perlindungan diri (APD) yang layak.

Dalam banyak kasus, pekerja yang berada di area smelter atau dapur peleburan logam berat, seperti nikel, harus berhadapan dengan suhu tinggi, bahan berbahaya, serta peralatan berisiko tinggi. Tanpa penerapan sistem manajemen keselamatan kerja yang ketat dan pengawasan internal yang disiplin, kecelakaan seperti yang dialami Ruly bisa terulang kapan saja.

“Sudah terlalu sering kami menerima laporan kecelakaan kerja dari para buruh di sektor smelter nikel ini. Mereka bekerja dalam tekanan tinggi, tanpa sistem perlindungan yang memadai,” tambah Wandi.

Seruan Evaluasi Total Operasional PT GNI

Sebagai tanggapan atas insiden ini, WALHI mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk melakukan evaluasi total terhadap operasional PT GNI, termasuk melakukan audit keselamatan kerja dan mengungkap apakah perusahaan telah memenuhi semua ketentuan sesuai regulasi ketenagakerjaan dan lingkungan hidup.

Selain itu, WALHI juga meminta agar perusahaan memberikan kompensasi penuh dan perawatan jangka panjang kepada korban, serta memastikan tidak ada bentuk intimidasi kepada pekerja lain yang bersedia bersuara atas kejadian ini.

“Kami mendesak agar PT GNI tidak hanya berhenti pada permintaan maaf dan pengobatan dasar. Perusahaan harus bertanggung jawab secara penuh atas masa depan korban, baik secara medis maupun finansial,” tegas Wandi.

Pemerintah Diminta Turun Tangan

Mengingat beratnya insiden dan potensi pelanggaran yang dilakukan perusahaan, WALHI meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk turun langsung menginvestigasi kejadian ini.

Langkah tegas pemerintah sangat dinantikan untuk memberikan efek jera terhadap perusahaan-perusahaan yang tidak menerapkan standar keselamatan kerja secara maksimal.

“Jangan sampai kawasan industri pengolahan nikel ini berubah menjadi ladang eksploitasi dan kematian bagi buruh. Pemerintah harus segera mengambil tindakan nyata,” seru Wandi dalam pernyataan tegasnya.

Perlindungan Buruh Harus Jadi Prioritas

Kasus Ruly Alif Tauhid menjadi pengingat bahwa di balik kilau investasi dan ekspansi industri nikel, masih banyak pekerjaan rumah besar dalam hal perlindungan hak-hak buruh dan keselamatan kerja.

Indonesia yang tengah berambisi menjadi pemain utama dalam industri baterai kendaraan listrik berbasis nikel, tidak boleh mengorbankan keselamatan para pekerja demi produktivitas atau keuntungan ekonomi jangka pendek.

Insiden ini sekaligus menjadi ujian nyata bagi pemerintah dalam memastikan bahwa pertumbuhan industri berjalan beriringan dengan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index