Nikel

Masyarakat Soropia Tolak Rencana Pelabuhan Ore Nikel, Khawatir Ancaman Serius terhadap Ekosistem Laut

Masyarakat Soropia Tolak Rencana Pelabuhan Ore Nikel, Khawatir Ancaman Serius terhadap Ekosistem Laut

JAKARTA - Rencana pembangunan pelabuhan khusus untuk aktivitas bongkar muat ore nikel di Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra), menuai gelombang penolakan dari masyarakat pesisir. Warga setempat menyuarakan kekhawatiran atas potensi kerusakan lingkungan laut yang mereka andalkan sebagai sumber utama penghidupan.

Keresahan masyarakat Soropia ini muncul seiring dengan masuknya proyek tambang yang akan memanfaatkan kawasan pesisir mereka untuk mendirikan pelabuhan khusus ore nikel. Proyek tersebut dinilai akan berdampak langsung terhadap keberlanjutan lingkungan, terutama terhadap keberadaan terumbu karang dan biota laut lainnya yang menjadi andalan nelayan lokal.

Penolakan Warga Disuarakan Lewat Surat Resmi

Warga yang tergabung dalam kelompok pemerhati lingkungan dan konservasi laut menyampaikan penolakan secara resmi melalui surat protes bernomor 007/KIMA/IV/25. Surat tersebut ditandatangani oleh Habib Nadjar Buduha, pendiri sekaligus Ketua Tim Konservasi Kima Tolitoli-Labengki, dan dikirim pada Minggu, 13 April 2025.

Dalam suratnya, Habib Nadjar Buduha menyuarakan kekhawatiran masyarakat atas dampak besar pembangunan pelabuhan terhadap keberlanjutan ekosistem pesisir.

"Pembangunan pelabuhan ore nikel ini sangat berpotensi mengganggu kelestarian habitat laut, termasuk terumbu karang yang menjadi tempat hidup berbagai spesies laut. Masyarakat Soropia sebagian besar adalah nelayan yang sangat bergantung pada hasil laut, dan proyek ini mengancam keberlangsungan hidup mereka," tegas Habib dalam surat tersebut.

Kekayaan Laut Terancam

Soropia selama ini dikenal sebagai kawasan pesisir yang kaya akan sumber daya laut. Terumbu karang yang subur, keberadaan moluska seperti kima (Tridacna sp.), hingga populasi ikan karang yang melimpah menjadikan wilayah ini sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut di Sulawesi Tenggara. Keindahan bawah laut Soropia bahkan telah menarik perhatian para penyelam dan wisatawan pencinta ekowisata.

Namun, jika rencana pembangunan pelabuhan ore nikel tetap dilanjutkan, warga khawatir kawasan ini akan mengalami degradasi ekologis serius. Aktivitas pembangunan skala besar, pengerukan laut, dan lalu lintas kapal besar untuk mengangkut hasil tambang dapat mengakibatkan sedimentasi tinggi, pencemaran air laut, serta rusaknya habitat karang yang sudah terbentuk puluhan tahun.

"Kami tidak menolak pembangunan atau investasi. Tapi pembangunan yang mengorbankan laut dan masa depan anak cucu kami, itu yang kami tolak. Kami ingin pembangunan yang tetap menghargai alam dan manusia," ujar Habib Nadjar Buduha saat ditemui usai pengiriman surat protes.

Kepentingan Ekologi vs. Ekonomi

Proyek pelabuhan ore nikel di Soropia merupakan bagian dari perluasan infrastruktur untuk mendukung industri pertambangan yang tengah berkembang pesat di Sulawesi Tenggara. Kawasan ini diketahui menjadi salah satu lumbung nikel nasional yang tengah dimanfaatkan secara masif oleh berbagai perusahaan, termasuk yang berkaitan dengan industri baterai kendaraan listrik.

Meski proyek ini disebut-sebut akan membuka lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah, masyarakat mempertanyakan apakah keuntungan ekonomi tersebut sepadan dengan potensi kerugian ekologis yang akan ditanggung generasi mendatang.

"Sumber daya alam yang rusak sulit dipulihkan. Terumbu karang yang hancur tidak bisa dibangun ulang dalam semalam. Kami ingin pembangunan yang cerdas dan berkelanjutan," ujar Habib dalam pernyataannya yang mewakili keresahan kolektif warga pesisir.

Sorotan Aktivis dan Pemerhati Lingkungan

Selain masyarakat lokal, penolakan juga datang dari berbagai aktivis dan pemerhati lingkungan di Sulawesi Tenggara. Mereka menilai pembangunan pelabuhan ore nikel di Soropia sebagai langkah yang tidak selaras dengan semangat pelestarian lingkungan hidup dan komitmen Indonesia terhadap mitigasi perubahan iklim.

Menurut para aktivis, wilayah pesisir seperti Soropia semestinya dijaga dan dikembangkan sebagai kawasan konservasi laut dan pusat ekowisata berbasis masyarakat, bukan justru dijadikan kawasan industri berat yang akan membawa dampak buruk jangka panjang.

"Pembangunan pelabuhan di wilayah sensitif seperti Soropia hanya akan mempercepat degradasi lingkungan laut. Pemerintah seharusnya lebih visioner dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan," ujar salah satu aktivis lingkungan lokal yang enggan disebut namanya.

Mendesak Kajian Lingkungan yang Transparan

Warga Soropia dan para aktivis menuntut agar pemerintah daerah dan pihak investor membuka kajian analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) dari proyek pelabuhan tersebut kepada publik secara transparan. Masyarakat menilai bahwa selama ini banyak proyek pembangunan dilakukan tanpa keterlibatan warga terdampak secara langsung.

"Jangan jadikan kami penonton dalam perubahan besar yang akan merusak hidup kami. Kami minta keterlibatan dalam setiap keputusan yang menyangkut tanah, laut, dan kehidupan kami," tegas Habib.

Mereka juga meminta agar kementerian terkait, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, turun tangan meninjau langsung lokasi dan memberikan evaluasi objektif terhadap dampak dari pembangunan pelabuhan ini.

Penolakan Masyarakat Jadi Ujian Bagi Pemerintah

Penolakan masyarakat Soropia terhadap rencana pelabuhan ore nikel menjadi ujian serius bagi pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Apakah suara masyarakat akan didengar? Atau proyek akan tetap berjalan tanpa memperhatikan aspirasi warga dan kondisi lingkungan?

Jika proyek ini tetap dipaksakan, bukan tidak mungkin akan memicu konflik sosial yang lebih luas dan kerusakan lingkungan yang sulit diperbaiki. Karena itu, keterlibatan semua pihak, termasuk akademisi, LSM, dan lembaga adat, sangat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan.

"Kami tidak anti pembangunan, tapi kami ingin pembangunan yang bijak dan mempertimbangkan lingkungan hidup sebagai bagian dari hak dasar masyarakat," tutup Habib.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index