Batu Bara

Harga Batu Bara Kembali Menguat, Didongkrak Rencana Ekspansi PLTU Batu Bara oleh China Hingga 2027

Harga Batu Bara Kembali Menguat, Didongkrak Rencana Ekspansi PLTU Batu Bara oleh China Hingga 2027

JAKARTA - Harga batu bara global mencatat penguatan pada perdagangan awal pekan ini, tepatnya Senin, 14 April 2025, seiring dengan munculnya sentimen positif dari Tiongkok yang mengumumkan komitmennya untuk melanjutkan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara hingga tahun 2027. Kebijakan tersebut menjadi angin segar bagi pasar komoditas energi, khususnya batu bara, yang sebelumnya sempat mengalami tekanan akibat tren transisi energi global ke sumber energi baru dan terbarukan.

Berdasarkan data perdagangan terbaru, harga batu bara Newcastle untuk kontrak April 2025 naik sebesar US$ 0,65 menjadi US$ 95,5 per ton. Sementara itu, kontrak untuk bulan Mei 2025 tetap stabil di posisi US$ 99 per ton. Adapun untuk kontrak Juni 2025, harga turut menguat sebesar US$ 0,55 menjadi US$ 102,8 per ton. Penguatan ini menandai peningkatan sentimen positif investor dan pelaku industri terhadap permintaan batu bara global, khususnya dari negara konsumen terbesar dunia, yakni Tiongkok.

China Fokus Jaga Stabilitas Energi Nasional

Pendorong utama kenaikan harga batu bara kali ini adalah pengumuman resmi dari pemerintah China yang menyatakan rencana pembangunan PLTU berbasis batu bara akan tetap berlanjut hingga 2027. Hal ini termaktub dalam pedoman kebijakan energi terbaru yang dirilis pada Senin 14 April 2025.

Dalam pedoman tersebut dijelaskan bahwa proyek pembangunan PLTU akan difokuskan di wilayah-wilayah yang membutuhkan tambahan pasokan energi listrik, khususnya saat terjadi lonjakan permintaan pada musim-musim tertentu atau untuk menjaga kestabilan sistem jaringan listrik nasional.

Meski demikian, pemerintah China menegaskan bahwa PLTU yang dibangun hanya akan berfungsi sebagai cadangan (backup) bagi sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, yang produksinya sangat bergantung pada cuaca dan kondisi alam.

“Pembangkit listrik batu bara yang akan dibangun bertujuan mendukung kestabilan pasokan energi ketika energi terbarukan tidak bisa optimal beroperasi karena faktor cuaca,” tulis dokumen pedoman kebijakan energi tersebut yang dikutip dari sumber resmi pemerintah China.

Dampak Positif Terhadap Pasar Komoditas

Langkah China ini memicu optimisme di kalangan pelaku pasar terhadap peningkatan permintaan batu bara dalam jangka menengah. Sebagai konsumen dan produsen batu bara terbesar di dunia, keputusan strategis Beijing memiliki pengaruh besar terhadap harga batu bara global.

Menurut analis pasar energi dari PT Energi Global Sentosa, Agus Hermanto, kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa batu bara masih akan memainkan peran penting dalam bauran energi global, meski dunia tengah dalam proses transisi ke energi bersih.

“Langkah China ini menunjukkan bahwa batu bara belum akan tergantikan sepenuhnya dalam waktu dekat, terutama untuk menjaga ketahanan energi nasional saat energi baru terbarukan belum cukup stabil dan andal,” ujar Agus saat dihubungi pada Selasa 15 April 2025.

Agus menambahkan bahwa kebijakan China ini kemungkinan akan diikuti oleh peningkatan produksi batu bara domestik, serta potensi peningkatan impor untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek. Hal ini secara otomatis akan menjadi dorongan permintaan di pasar internasional, termasuk dari negara eksportir seperti Indonesia dan Australia.

Ketegangan Pasar dan Tantangan Transisi Energi

Di sisi lain, keputusan China untuk tetap mengembangkan PLTU batu bara juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerhati lingkungan dan kelompok advokasi transisi energi. Mereka menilai langkah tersebut bisa menjadi hambatan bagi target global untuk mengurangi emisi karbon dan mencapai netralitas karbon pada 2060 atau lebih cepat.

Namun demikian, pemerintah China tetap berkomitmen pada rencana jangka panjang transisi energi, dengan menjelaskan bahwa penggunaan batu bara dalam proyek baru ini bersifat "sekunder" dan "fleksibel", hanya digunakan ketika pembangkit berbasis energi terbarukan tidak mampu menyuplai energi secara optimal.

Prospek Batu Bara Indonesia

Dari sisi Indonesia, penguatan harga batu bara global tentu menjadi kabar baik bagi sektor pertambangan nasional, terutama bagi perusahaan-perusahaan tambang batu bara seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa ekspor batu bara Indonesia ke Tiongkok masih menjadi salah satu kontributor utama pendapatan sektor energi dan sumber daya alam. Dengan adanya rencana China membangun PLTU baru hingga 2027, permintaan dari negeri tirai bambu diperkirakan akan tetap tinggi dalam beberapa tahun ke depan.

“Kebijakan ini bisa memperpanjang masa kejayaan ekspor batu bara Indonesia, meski kita juga tengah mendorong peningkatan hilirisasi dan diversifikasi energi,” ungkap Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaluddin.

Strategi Mitigasi dan Keseimbangan Energi

Walau demikian, Ridwan juga menegaskan bahwa Indonesia tetap fokus pada agenda transisi energi menuju net-zero emission (NZE). Menurutnya, penting untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi nasional melalui ekspor komoditas dan komitmen terhadap penurunan emisi karbon.

“Kita tetap harus memanfaatkan momentum pasar, tapi strategi jangka panjang kita adalah mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dan memperkuat investasi energi terbarukan,” tambahnya.

Batu Bara Masih Bernapas Panjang

Kenaikan harga batu bara pada April 2025 ini membuktikan bahwa komoditas energi fosil ini belum kehilangan relevansinya di tengah gempuran transisi energi global. Meskipun arah jangka panjang dunia adalah menuju energi bersih, namun untuk beberapa negara dengan kebutuhan energi besar dan sistem jaringan yang kompleks seperti China, batu bara masih menjadi tulang punggung cadangan energi nasional.

Keputusan strategis pemerintah China bukan hanya berdampak pada harga batu bara jangka pendek, namun juga mencerminkan realitas pragmatis dalam menghadapi tantangan penyediaan energi yang stabil, terjangkau, dan andal bagi miliaran penduduk.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index