Minyak

Harga Minyak Mentah Stabil, Pasar Global Waspadai Dampak Perang Dagang AS dan Iran

Harga Minyak Mentah Stabil, Pasar Global Waspadai Dampak Perang Dagang AS dan Iran

JAKARTA - Harga minyak dunia tercatat bergerak stabil pada awal pekan ini dalam sesi perdagangan yang relatif tenang. Para pelaku pasar secara hati-hati mencermati dinamika kebijakan perdagangan Amerika Serikat serta kemungkinan pelonggaran sanksi ekspor minyak terhadap Iran. Situasi ini turut menciptakan ketidakpastian baru dalam prospek energi global, terutama di tengah kekhawatiran akan terjadinya perlambatan ekonomi akibat perang dagang yang kembali memanas.

Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) diperdagangkan mendekati level US$62 per barel, sedangkan Brent Crude ditutup sedikit di bawah US$65 per barel dalam perdagangan hari Senin, 14 April 2025. Pergerakan yang cenderung datar ini menjadi cerminan dari sikap pasar yang tengah menunggu kejelasan arah kebijakan dari Washington terkait perang dagang dan sanksi Iran.

Kondisi pasar keuangan AS juga menunjukkan sinyal pemulihan, setelah pekan sebelumnya mengalami tekanan hebat akibat langkah proteksionis Presiden Donald Trump yang kembali mengusulkan tarif tambahan atas sejumlah produk impor dari Tiongkok dan Uni Eropa. Kebijakan tersebut memicu kekhawatiran luas bahwa eskalasi perdagangan bisa berdampak serius pada pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi.

Kekhawatiran Resesi Dorong Tekanan Harga Minyak

Sejak awal bulan April 2025, harga minyak mentah telah terkoreksi sekitar US$10 per barel, dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian geopolitik dan ekonomi makro. Kekhawatiran utama pasar adalah bahwa ketegangan dagang dapat menyeret ekonomi global menuju jurang resesi, yang pada gilirannya akan memangkas permintaan energi secara signifikan.

Amerika Serikat dan Tiongkok, dua negara dengan konsumsi minyak terbesar di dunia, berada di jantung kekhawatiran ini. Jika pertumbuhan ekonomi di kedua negara melambat akibat perang tarif, maka permintaan terhadap minyak mentah dapat tertekan dalam jangka menengah.

“Kondisi saat ini sangat bergantung pada bagaimana arah kebijakan perdagangan AS dalam beberapa pekan ke depan,” ujar Andrew Lipow, analis energi dari Lipow Oil Associates LLC. Ia menambahkan, “Pasar mencoba membaca apakah ada titik kompromi atau eskalasi lanjutan dalam perang dagang, karena keduanya akan berdampak berbeda terhadap pergerakan harga minyak.”

OPEC+ Percepat Produksi, Pertegas Tekanan Pasar

Selain faktor geopolitik, pasar juga dikejutkan oleh keputusan mendadak OPEC+ (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya) yang mempercepat langkah peningkatan produksi minyak mereka. Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap potensi kekurangan pasokan di beberapa kawasan, namun langkah tersebut justru memperparah tekanan pada harga di tengah turunnya permintaan.

Langkah OPEC+ ini menjadi sinyal bahwa pasar akan dibanjiri pasokan baru pada saat yang tidak ideal, ketika permintaan justru menurun akibat kekhawatiran ekonomi global. Beberapa analis memandang kebijakan tersebut sebagai upaya strategis untuk mempertahankan pangsa pasar, terutama menghadapi kemungkinan pelonggaran sanksi terhadap ekspor minyak Iran oleh pemerintahan Joe Biden, sebelum kebijakan digantikan kembali oleh Trump.

“Langkah OPEC+ bisa jadi merupakan antisipasi terhadap potensi kembalinya minyak Iran ke pasar global, sehingga mereka mencoba mengamankan posisi dengan meningkatkan volume sebelum persaingan makin ketat,” ujar Amrita Sen, kepala analis energi di Energy Aspects Ltd.

Isu Iran Kembali Jadi Pusat Perhatian

Ketegangan seputar Iran juga menjadi salah satu penentu arah pergerakan pasar minyak saat ini. Pemerintah AS dilaporkan sedang mempertimbangkan opsi pelonggaran sanksi terhadap ekspor minyak Iran sebagai bagian dari diplomasi kawasan Timur Tengah. Jika kebijakan ini benar-benar dilonggarkan, maka jutaan barel minyak Iran bisa kembali membanjiri pasar global.

Namun, belum ada kepastian resmi dari Gedung Putih mengenai langkah ini. Sumber diplomatik menyebutkan bahwa keputusan final akan sangat bergantung pada hasil negosiasi non-publik antara AS, Uni Eropa, dan Iran dalam beberapa pekan mendatang. Setiap sinyal positif terkait hal ini bisa menekan harga minyak lebih lanjut, sementara kegagalan diplomasi bisa memicu lonjakan harga karena potensi gangguan pasokan.

Reaksi Pasar Saham dan Obligasi

Sementara itu, pasar saham dan obligasi Amerika Serikat mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah gejolak pekan lalu. Dow Jones Industrial Average dan indeks S&P 500 mencatat kenaikan tipis, seiring investor mengantisipasi laporan keuangan kuartal pertama sejumlah perusahaan besar serta pidato ekonomi dari pejabat The Fed.

Pasar obligasi juga mulai stabil, dengan imbal hasil Treasury AS 10 tahun bergerak naik tipis dari level terendahnya, mencerminkan optimisme moderat bahwa tekanan dari kebijakan tarif tidak akan langsung mendorong resesi dalam waktu dekat.

Namun demikian, para pelaku pasar tetap waspada. “Kami masih menilai risiko geopolitik dan ketegangan perdagangan sebagai faktor utama yang dapat mempengaruhi harga komoditas energi ke depan,” kata James Williams, analis energi dari WTRG Economics. Ia menekankan pentingnya sinyal dari data makroekonomi dan produksi minyak global dalam menentukan arah pasar.

Proyeksi Jangka Pendek dan Strategi Investor

Melihat perkembangan saat ini, para analis menurunkan proyeksi harga minyak untuk kuartal kedua 2025. Goldman Sachs, dalam laporan risetnya, memangkas target harga Brent dari US$78 menjadi US$70 per barel, sementara WTI diperkirakan berada di kisaran US$65 per barel hingga pertengahan tahun, dengan asumsi tidak terjadi gangguan geopolitik besar.

Investor dan pelaku pasar energi kini dihadapkan pada dilema antara potensi penurunan harga akibat perlambatan permintaan dan kemungkinan lonjakan harga jika ketegangan geopolitik meningkat drastis. Strategi lindung nilai dan diversifikasi portofolio menjadi kunci bagi investor untuk bertahan di tengah volatilitas tinggi.

Ketidakpastian Masih Mendominasi Pasar Energi

Perdagangan minyak global saat ini bergerak di bawah bayang-bayang ketidakpastian yang sangat besar. Dari perang dagang antara Amerika Serikat dan mitra dagangnya, hingga keputusan strategis OPEC+, dan kemungkinan perubahan sanksi Iran, semuanya berkontribusi terhadap tingginya volatilitas harga.

Meski saat ini harga terlihat stabil, para pelaku pasar sepakat bahwa arah tren jangka pendek masih akan bergantung pada kebijakan Washington dan respons pasar global terhadap dinamika geopolitik.

“Pasar sedang menahan napas, menunggu ke mana arah kebijakan berikutnya akan membawa kita,” pungkas Andrew Lipow.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index