JAKARTA - Harga minyak mentah global mengalami penguatan pada perdagangan Senin 17 Maret 2025, didorong oleh prospek ekonomi positif dari dua konsumen minyak terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China. Selain itu, ketegangan geopolitik akibat serangan AS terhadap kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman turut meningkatkan kekhawatiran pasar, sehingga mendorong kenaikan harga minyak.
Minyak WTI dan Brent Naik
Berdasarkan laporan Bloomberg, Selasa (18/3/2025), minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak April naik 0,6% dan ditutup pada harga US$67,58 per barel. Sementara itu, minyak Brent untuk pengiriman Mei menguat 0,7% ke level US$71,07 per barel.
Kenaikan harga ini terjadi setelah laporan ekonomi menunjukkan bahwa penjualan ritel AS mengalami perlambatan, tetapi tetap lebih baik dari perkiraan sebelumnya yang memprediksi penurunan tajam. Data ekonomi yang lebih baik dari perkiraan ini memberi sinyal positif terhadap permintaan energi, terutama minyak mentah.
China Dorong Optimisme Pasar
Pasar minyak juga mendapat dorongan dari kebijakan stimulus ekonomi China. Pemerintah China baru-baru ini mengumumkan langkah-langkah tambahan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, termasuk insentif di sektor industri dan konstruksi yang berpotensi meningkatkan konsumsi energi.
Sebagai salah satu importir minyak terbesar di dunia, kebijakan ekonomi China memiliki dampak signifikan terhadap harga minyak global. Pelaku pasar berharap stimulus ini dapat mempercepat pemulihan ekonomi China, yang sempat melambat dalam beberapa bulan terakhir.
Seorang analis energi dari Standard Chartered, John Kilduff, menyebutkan bahwa kebijakan China dapat memberikan angin segar bagi pasar minyak. "Jika China terus menunjukkan pertumbuhan yang solid dan memperkuat industrinya, maka permintaan minyak mentah bisa meningkat lebih tinggi dalam beberapa bulan ke depan," ujarnya.
Ketegangan Timur Tengah Jadi Faktor Pendukung
Selain faktor ekonomi, ketegangan geopolitik juga berkontribusi pada kenaikan harga minyak. Serangan udara yang dilakukan oleh AS terhadap kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman kembali meningkatkan kekhawatiran pasar akan potensi eskalasi konflik di Timur Tengah.
Sejak awal tahun 2025, konflik di kawasan tersebut semakin memanas, terutama setelah serangkaian serangan terhadap kapal tanker di Laut Merah yang mengganggu jalur perdagangan minyak global. Situasi ini meningkatkan spekulasi bahwa produksi dan distribusi minyak dari wilayah tersebut dapat terganggu.
“Pasar minyak sangat sensitif terhadap ketegangan di Timur Tengah. Setiap eskalasi konflik di wilayah ini hampir selalu berdampak pada harga minyak,” kata seorang analis geopolitik dari JPMorgan.
Prediksi Harga Minyak ke Depan
Meskipun harga minyak saat ini menunjukkan tren kenaikan, beberapa analis memperingatkan bahwa volatilitas tetap tinggi. Beberapa faktor yang masih akan mempengaruhi harga minyak dalam waktu dekat antara lain:
- Kebijakan Moneter AS
Bank Sentral AS, Federal Reserve (The Fed), masih mempertimbangkan kebijakan suku bunga yang dapat berdampak pada nilai tukar dolar AS. Jika The Fed mengambil langkah hawkish dengan menaikkan suku bunga lebih lanjut, harga minyak bisa kembali tertekan akibat penguatan dolar.
- Perkembangan Permintaan Global
Meskipun China menunjukkan sinyal pemulihan, permintaan minyak di Eropa masih lemah akibat tekanan ekonomi dan inflasi yang tinggi. Hal ini bisa menjadi faktor yang membatasi kenaikan harga minyak.
- Stabilitas di Timur Tengah
Jika ketegangan antara AS dan Iran terus meningkat, maka kemungkinan gangguan suplai minyak dari kawasan tersebut akan semakin besar. Sebaliknya, jika ada diplomasi yang berhasil meredakan ketegangan, harga minyak bisa kembali stabil.
- Cadangan Minyak AS
Data cadangan minyak mentah AS yang akan dirilis pekan ini juga menjadi indikator penting bagi pasar. Jika stok minyak AS meningkat lebih dari perkiraan, harga minyak bisa mengalami koreksi dalam waktu dekat.
Harga minyak mentah mengalami penguatan didorong oleh optimisme terhadap kebijakan ekonomi China serta ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang berpotensi mengganggu pasokan global. Meskipun ada faktor pendukung, volatilitas pasar tetap tinggi dan investor masih mencermati berbagai indikator ekonomi global yang bisa mempengaruhi pergerakan harga minyak dalam beberapa waktu ke depan.