Nikel

Banjir Bandang Kembali Terjang Morowali, Walhi Desak Moratorium Tambang Nikel

Banjir Bandang Kembali Terjang Morowali, Walhi Desak Moratorium Tambang Nikel

Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, kembali diterjang banjir bandang setelah hujan deras dan angin kencang mengguyur wilayah tersebut pada Minggu 16 Maret 2025 malam. Bencana ini menyebabkan dua desa di Kecamatan Bahodopi, yakni Desa Lalampu dan Desa Labota, terendam banjir dengan arus yang cukup deras.

Selain itu, beberapa tiang listrik dilaporkan roboh akibat derasnya aliran air, memaksa warga untuk melakukan evakuasi ke tempat yang lebih aman. Peristiwa ini menjadi kejadian berulang yang menambah daftar panjang bencana banjir di Morowali dalam beberapa tahun terakhir.

Dampak Banjir terhadap Masyarakat dan Industri

Menurut laporan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah, banjir yang terjadi kali ini tidak hanya berdampak pada pemukiman warga, tetapi juga mengganggu aktivitas industri di kawasan tersebut. Beberapa area industri, termasuk perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Morowali, juga turut terdampak oleh bencana ini.

Banjir yang membawa lumpur dan material lain dikhawatirkan dapat merusak fasilitas produksi serta memperlambat proses operasional di sektor pertambangan. Kejadian ini kembali mengingatkan pentingnya mitigasi bencana dan evaluasi terhadap dampak industri pertambangan terhadap lingkungan sekitar.

Walhi Desak Moratorium Tambang Nikel

Menyikapi bencana ini, Direktur Walhi Sulawesi Tengah, Wandi, menyerukan agar pemerintah segera melakukan moratorium terhadap aktivitas tambang nikel di Morowali. Ia menilai bahwa eksploitasi sumber daya alam yang masif telah mempercepat degradasi lingkungan dan berkontribusi pada meningkatnya risiko bencana alam, seperti banjir bandang.

“Walhi Sulteng mendesak pemerintah segera melakukan moratorium dan evaluasi seluruh aktivitas pertambangan nikel yang beroperasi selama ini di wilayah pegunungan Morowali. Aktivitas tambang ini diduga menjadi faktor utama terjadinya banjir yang mengorbankan rakyat,” ujar Wandi dalam pernyataannya, Senin 17 Maret 2025.

Menurutnya, pembukaan lahan besar-besaran untuk industri tambang nikel telah merusak hutan yang berfungsi sebagai penyerap air dan benteng alami terhadap bencana. Ketika kawasan hutan berkurang, maka air hujan tidak dapat diserap dengan optimal, sehingga memperbesar risiko banjir.

Morowali Jadi Langganan Banjir

Morowali bukan pertama kalinya dilanda banjir bandang. Dalam beberapa tahun terakhir, bencana serupa kerap terjadi, terutama di kawasan yang mengalami peningkatan aktivitas pertambangan. Pada akhir 2024, Desa Labota juga mengalami banjir serupa, yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan mengganggu kehidupan warga.

Fakta bahwa banjir bandang terus berulang di wilayah ini mengindikasikan bahwa ada persoalan serius yang perlu segera ditangani. Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam tanpa mempertimbangkan dampak ekologis menjadi salah satu penyebab utama bencana.

Tanggapan Pemerintah dan Masyarakat

Menanggapi situasi ini, masyarakat berharap adanya langkah konkret dari pemerintah untuk mengatasi persoalan lingkungan di Morowali. Beberapa warga menilai bahwa pemerintah daerah dan pusat harus lebih tegas dalam menegakkan aturan terkait pertambangan serta melakukan audit terhadap perusahaan yang beroperasi di kawasan ini.

“Setiap kali hujan deras, kami selalu waspada karena banjir bisa datang kapan saja. Kami berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan dampak lingkungan dari pertambangan dan segera mencari solusi,” ujar seorang warga Desa Lalampu yang enggan disebutkan namanya.

Selain itu, beberapa aktivis lingkungan juga menyerukan agar pemerintah menerapkan penegakan hukum yang lebih ketat terhadap perusahaan tambang yang terbukti melakukan pelanggaran lingkungan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perusahaan tambang yang terbukti menyebabkan kerusakan lingkungan bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana.

Upaya Mitigasi Bencana

Sebagai langkah mitigasi, para ahli lingkungan menyarankan adanya penghijauan kembali di kawasan yang telah mengalami deforestasi akibat tambang. Selain itu, penerapan teknologi tambang yang lebih ramah lingkungan juga bisa menjadi solusi untuk mengurangi dampak negatif industri terhadap ekosistem sekitar.

“Pemerintah harus mewajibkan perusahaan tambang untuk melakukan reforestasi di lahan yang sudah dieksploitasi. Selain itu, penerapan sistem pertambangan berkelanjutan harus menjadi prioritas agar bencana tidak semakin parah di masa depan,” kata seorang pakar lingkungan dari Universitas Tadulako, Palu.

Banjir bandang yang kembali melanda Morowali semakin memperjelas dampak buruk dari eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali. Aktivitas tambang nikel yang semakin luas tanpa mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan berpotensi memperburuk kondisi ekologi di wilayah tersebut.

Dengan desakan dari Walhi dan masyarakat, diharapkan pemerintah segera melakukan evaluasi mendalam serta menerapkan kebijakan yang lebih ketat untuk mengurangi dampak buruk pertambangan. Langkah konkret perlu segera dilakukan agar Morowali tidak terus menjadi langganan banjir bandang akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index