Otomotif

Industri Otomotif AS Soroti Kebijakan Tarif Impor Baru Trump: Ford Nilai Tidak Adil dan Tidak Komprehensif

Industri Otomotif AS Soroti Kebijakan Tarif Impor Baru Trump: Ford Nilai Tidak Adil dan Tidak Komprehensif
Industri Otomotif AS Soroti Kebijakan Tarif Impor Baru Trump: Ford Nilai Tidak Adil dan Tidak Komprehensif

JAKARTA - Kebijakan tarif impor baru yang diumumkan mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menuai kritik keras dari sejumlah pelaku industri otomotif. Salah satunya datang dari CEO Ford Motor Company, Jim Farley, yang secara terbuka menyampaikan keberatan terhadap kebijakan tersebut. Farley menilai kebijakan tarif itu tidak hanya tidak adil, tetapi juga tidak menyeluruh, sehingga berisiko menciptakan ketimpangan dalam persaingan industri otomotif nasional dan global.

Farley mengungkapkan pendapatnya saat membahas laporan keuangan kuartal keempat perusahaan. Ia menyatakan bahwa jika pemerintah ingin menerapkan kebijakan tarif, maka kebijakan tersebut seharusnya mencakup semua pelaku industri secara merata, bukan hanya menargetkan negara atau perusahaan tertentu.

“Kami tidak bisa hanya memilih satu tempat atau yang lain karena ini adalah keuntungan besar bagi pesaing impor kami,” ujar Farley. “Ada jutaan kendaraan yang masuk ke negara kita yang tidak dikenakan tarif tambahan ini. Jadi, jika kita akan memiliki kebijakan tarif, kebijakan itu harus komprehensif untuk industri kita.”
 

Ford: Korban Kebijakan yang Tidak Konsisten
 

Meski dikenal sebagai perusahaan otomotif berbasis di Amerika Serikat, Ford sendiri memproduksi sejumlah model populernya di luar negeri, termasuk Meksiko, Kanada, dan China. Misalnya, model seperti Bronco Sport, Maverick, dan Mustang Mach-E diproduksi di Meksiko sebelum dijual di pasar AS. Selain itu, Ford juga memproduksi Lincoln Nautilus di China, sementara Mustang GTD dirakit di Kanada oleh perusahaan spesialis, Multimatic.

Dengan kebijakan tarif baru, Ford terancam menghadapi beban tambahan biaya impor sebesar 25% untuk kendaraan dari Meksiko dan Kanada, serta 10% untuk kendaraan asal China. Farley menilai beban tersebut membuat perusahaan dalam posisi yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan produsen otomotif asing yang tidak terkena tarif baru.
 

Ketimpangan Persaingan Global
 

Farley menyoroti bahwa perusahaan asing seperti Toyota dan Hyundai masih dapat mengimpor ratusan ribu kendaraan ke AS tanpa dikenakan tarif tambahan. Hal ini menjadi sorotan utama karena mengindikasikan ketidakseimbangan dalam kebijakan perdagangan yang diterapkan.

“Industri otomotif adalah rantai pasokan global yang kompleks. Kebijakan yang tidak adil justru dapat melemahkan produsen dalam negeri yang memiliki operasi internasional,” tegas Farley.

Data dari CNBC mencatat bahwa 46,6% dari seluruh kendaraan baru yang terjual di AS sepanjang tahun lalu berasal dari produksi internasional. Meksiko menempati urutan pertama sebagai importir terbesar dengan kontribusi sebesar 16,2%, disusul oleh Korea Selatan (8,6%) dan Jepang (8,2%).

Sementara itu, kendaraan asal Jepang saat ini hanya dikenakan bea masuk sebesar 2,5%, jauh lebih rendah dibandingkan tarif baru yang ditetapkan untuk kendaraan dari China, Meksiko, dan Kanada. Kondisi ini menciptakan keuntungan kompetitif signifikan bagi merek-merek dari negara yang tidak terdampak kebijakan baru, termasuk Toyota, Hyundai, dan bahkan General Motors (GM) yang mengimpor model seperti Buick Encore GX dan Envista dari Korea Selatan.
 

Efek Domino ke Rantai Pasokan dan Konsumen
 

Pengenaan tarif impor baru dikhawatirkan tidak hanya berdampak pada harga jual kendaraan, tetapi juga akan mengganggu rantai pasok global, mengingat banyaknya komponen kendaraan yang diproduksi lintas negara. Selain itu, biaya tambahan akibat tarif juga berpotensi dibebankan kepada konsumen, yang akan menghadapi harga kendaraan lebih tinggi dan pilihan produk yang lebih terbatas.

Asosiasi industri dan ekonom menyuarakan kekhawatiran serupa. Mereka menyatakan bahwa kebijakan proteksionis semacam ini dapat menciptakan ketidakpastian di pasar dan menghambat pertumbuhan industri otomotif domestik. Beberapa analis memperingatkan bahwa tarif bisa menyebabkan penurunan investasi asing langsung di sektor manufaktur otomotif AS, serta menghambat inovasi dan pengembangan teknologi baru seperti kendaraan listrik.
 

Ford: Perlu Solusi Holistik, Bukan Parsial
 

Ford mendesak pemerintah AS untuk menyusun kebijakan perdagangan yang konsisten, adil, dan berbasis pada realitas industri global saat ini. Farley menggarisbawahi bahwa tantangan industri otomotif saat ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan parsial yang hanya menargetkan negara tertentu, karena justru akan menimbulkan ketimpangan baru.

“Kalau memang mau memberlakukan tarif, maka harus diberlakukan kepada semua secara setara. Jangan sampai kebijakan ini justru memukul industri otomotif dalam negeri yang sangat bergantung pada operasi lintas batas,” kata Farley.

Ford menyarankan pemerintah untuk melibatkan pelaku industri dalam penyusunan kebijakan dagang, guna memastikan hasil kebijakan tidak kontraproduktif terhadap pertumbuhan sektor otomotif nasional.
 

GM dan Produsen Lain Juga Diuntungkan
 

Dalam laporan CNBC, disebutkan bahwa bukan hanya Hyundai dan Toyota yang mendapat keuntungan dari tidak adanya tarif tambahan, tetapi juga produsen domestik seperti General Motors (GM). Meskipun berkantor pusat di AS, GM mengimpor sejumlah model dari Korea Selatan dan menjualnya di pasar dalam negeri tanpa dikenakan bea baru.

Hal ini mempertegas pernyataan Farley mengenai perluasan definisi kebijakan perdagangan yang mencerminkan kompleksitas operasi industri otomotif global masa kini.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index