JAKARTA - Ratusan dokter dan tenaga kesehatan dari berbagai organisasi profesi serta lembaga kemanusiaan di Indonesia menggelar aksi damai bertajuk “Protect Them: Lindungi Tenaga Kesehatan dan Relawan Kemanusiaan di Gaza” di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat. Aksi ini menjadi simbol solidaritas dan bentuk keprihatinan mendalam atas maraknya kekerasan terhadap tenaga medis yang terjadi di Jalur Gaza, Palestina.
Aksi yang digelar atas inisiasi Aliansi Rakyat Bela Palestina tersebut turut melibatkan perwakilan dari berbagai elemen masyarakat dan organisasi besar, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Kementerian Kesehatan RI, MER-C, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI). Selain itu, ratusan masyarakat umum juga hadir memberikan dukungan moral dan kemanusiaan.
Ambulans dan Spanduk Seruan Kemanusiaan Warnai Aksi Damai
Kegiatan dimulai pada pukul 15.30 WIB di depan Sarinah dan dilanjutkan dengan konvoi ambulans menuju Bundaran Hotel Indonesia. Konvoi ini menjadi simbol protes damai terhadap serangan Israel yang menyasar tenaga medis, ambulans, dan fasilitas kesehatan di Gaza. Para peserta aksi membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan pesan-pesan kemanusiaan, seperti “Ambulans Bukan Target”, “Lindungi Tenaga Kesehatan”, dan “Gaza Urusan Kita Juga”.
Aksi ini dilakukan sebagai respons terhadap insiden penembakan konvoi medis oleh tentara Israel pada 24 Maret lalu. Dalam kejadian tersebut, 15 tenaga medis ditembak saat sedang bertugas di Gaza Selatan. Militer Israel berdalih bahwa konvoi tersebut mencurigakan, namun rekaman video investigasi yang dirilis oleh The New York Times menunjukkan bahwa ambulans yang ditembaki sedang menyalakan lampu sirine tanda darurat.
Dalam video tersebut, terdengar suara seorang paramedis bernama Refat Radwan yang melantunkan doa terakhir sebelum akhirnya tertembak. Insiden tragis ini memicu gelombang kemarahan dan kecaman dari komunitas medis internasional, termasuk Indonesia.
Ribuan Nyawa Hilang, Ratusan Tenaga Medis Gugur
Dalam pernyataannya, perwakilan Forum Dokter dan Tenaga Kesehatan untuk Palestina (FODKES Palestina), dr. Piprim Basarah Yanuarso, mengungkapkan bahwa jumlah korban jiwa di Gaza hingga saat ini telah mencapai 50.669 orang, yang terdiri atas 17.954 anak-anak, 13.365 perempuan, serta 1.516 tenaga kesehatan.
“Ini adalah bentuk solidaritas sejawat. Kami tidak tinggal diam melihat rekan-rekan medis dibantai saat menjalankan tugas kemanusiaan,” ujar dr. Piprim.
Ia juga menyampaikan bahwa saat ini hampir seluruh rumah sakit di Gaza telah lumpuh, dengan hanya 17 rumah sakit yang beroperasi sebagian karena keterbatasan pasokan, alat medis, dan ancaman serangan berulang dari militer Israel.
FODKES Palestina Sampaikan Tujuh Tuntutan Kemanusiaan
Dalam kesempatan tersebut, FODKES Palestina menyampaikan tujuh poin pernyataan sikap sebagai bentuk desakan terhadap komunitas internasional dan pemimpin dunia:
Menghentikan genosida Israel terhadap rakyat Palestina, baik di Jalur Gaza maupun Tepi Barat.
Mengutuk Israel dan Amerika Serikat atas keterlibatan mereka dalam kejahatan perang dan genosida, khususnya terhadap tenaga kesehatan dan relawan kemanusiaan.
Mendesak masyarakat dunia untuk segera menyeret Israel ke dalam perundingan guna mengembalikan kesepakatan awal gencatan senjata.
Mendorong Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dan negara-negara anggotanya untuk meningkatkan upaya penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, atas dugaan kejahatan kemanusiaan.
Menyerukan solidaritas global dari dokter dan tenaga kesehatan di seluruh dunia untuk membela rekan sejawat di Palestina dan mengecam kekejaman Israel terhadap petugas medis.
Mengecam sikap pasif negara-negara Arab yang selama ini dikenal dekat dengan Palestina, namun belum mengambil langkah konkret untuk menyelamatkan rakyat Palestina.
Mengajak masyarakat Indonesia dan dunia untuk mendukung perjuangan kemanusiaan di Palestina melalui aksi nyata dan penyebaran informasi yang benar.
Krisis Kemanusiaan Gaza Kian Memburuk
Kondisi kemanusiaan di Gaza semakin mengkhawatirkan setelah 70 persen pasokan air disetop oleh Israel, menyebabkan krisis air bersih besar-besaran yang memperparah penderitaan warga sipil. Rumah sakit yang tersisa harus beroperasi tanpa pasokan air, listrik, serta peralatan medis yang layak.
Laporan terbaru juga mengungkapkan bahwa Israel melancarkan serangan terhadap Sekolah Dar Al Arqam di Gaza yang menewaskan 31 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan. Serangan ini terjadi hanya beberapa hari setelah wilayah Gaza juga digempur saat umat Islam sedang merayakan Idulfitri, yang menewaskan setidaknya 80 warga sipil.
Boikot Produk Terafiliasi Israel Kembali Menguat
Sebagai bentuk perlawanan terhadap agresi Israel, seruan boikot terhadap produk-produk terafiliasi dengan Israel kembali menggema di media sosial dan masyarakat luas. Aksi-aksi boikot ini diharapkan mampu menekan kekuatan ekonomi Israel dan sekutunya yang diduga mendukung serangan militer ke Gaza.
Bahkan di sektor teknologi, sejumlah karyawan Microsoft diketahui membocorkan dugaan keterlibatan perusahaan dalam penyediaan teknologi yang digunakan dalam operasi militer Israel. Fakta ini memperkuat kecaman publik terhadap peran perusahaan-perusahaan global dalam konflik yang menewaskan ribuan warga sipil tak berdosa.
Seruan untuk Tidak Diam
Di akhir aksi damai, para peserta menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk tidak diam dan bersikap. Aksi solidaritas dan tekanan terhadap komunitas internasional disebut sebagai salah satu cara untuk menghentikan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional yang telah berlangsung lama di Palestina.
“Jika dunia diam melihat pembantaian ini, maka kita semua adalah bagian dari kejahatan tersebut. Kami, tenaga kesehatan Indonesia, berdiri bersama rakyat Palestina,” tegas dr. Piprim.
Aksi damai ini menjadi peringatan keras bahwa konflik di Gaza bukan hanya soal geopolitik, tapi juga soal hak asasi manusia, kemanusiaan, dan keberlangsungan profesi medis yang selama ini seharusnya dilindungi oleh hukum internasional.
Dengan semakin banyaknya aksi solidaritas dan tekanan global, harapannya dunia tidak lagi menutup mata atas tragedi kemanusiaan yang terus berlangsung di Palestina.