Minyak

Harga Minyak Mentah Naik Tajam, Ketegangan Timur Tengah dan Sanksi AS terhadap Iran Jadi Pemicu

Harga Minyak Mentah Naik Tajam, Ketegangan Timur Tengah dan Sanksi AS terhadap Iran Jadi Pemicu

JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan signifikan pada penutupan perdagangan Kamis 20 Maret 2025, didorong oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kebijakan sanksi terbaru dari Amerika Serikat terhadap Iran. Langkah AS yang menargetkan sejumlah entitas terkait Iran, termasuk kilang independen di China, turut memperkuat tren kenaikan harga minyak global.

Dikutip dari Reuters, Jumat 21 Maret 2025, harga minyak mentah Brent naik USD 1,22 menjadi USD 72 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami kenaikan USD 1,10 menjadi USD 68,26 per barel.

Kenaikan harga minyak ini terjadi meskipun dolar AS menguat. Biasanya, penguatan dolar membuat harga minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga menekan permintaan. Namun, dalam kasus ini, dampak ketegangan geopolitik lebih dominan dalam mempengaruhi harga.

Sanksi Baru AS terhadap Iran dan Dampaknya pada Pasar Minyak

Pemerintah Amerika Serikat baru saja menerapkan sanksi tambahan terhadap Iran. Langkah ini menargetkan beberapa entitas yang berkaitan dengan perdagangan minyak Iran, termasuk kilang independen 'Teapot' di China serta kapal-kapal yang mengirimkan minyak mentah ke fasilitas tersebut.

Saat ini, China merupakan importir terbesar minyak Iran, dengan kilang Teapot berperan sebagai salah satu pembeli utama. Kebijakan sanksi ini diperkirakan akan semakin membatasi ekspor minyak Iran, yang sebelumnya sudah menghadapi berbagai hambatan akibat pembatasan ekonomi dari AS.

“Kami terus berupaya memastikan bahwa Iran tidak dapat menggunakan sumber daya minyaknya untuk mendanai kegiatan yang mengganggu stabilitas di kawasan,” ujar seorang pejabat Kementerian Keuangan AS yang enggan disebut namanya, dikutip dari Reuters.

Analis energi memperkirakan bahwa sanksi ini dapat memperketat pasokan minyak global dalam jangka pendek, terutama jika China mengurangi impor minyak Iran atau mencari alternatif pemasok lain.

Ketegangan di Timur Tengah Meningkatkan Kekhawatiran Pasar

Selain faktor sanksi, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah turut memberikan sentimen bullish terhadap harga minyak mentah. Konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok bersenjata di wilayah tersebut membuat investor semakin khawatir akan potensi gangguan pasokan minyak.

“Kondisi geopolitik saat ini sangat berpengaruh terhadap harga minyak. Ketika ada eskalasi konflik di Timur Tengah, pasar akan merespons dengan lonjakan harga karena risiko pasokan yang lebih tinggi,” kata John Kilduff, analis energi dari Again Capital LLC, kepada Reuters.

Kawasan Timur Tengah merupakan salah satu wilayah penghasil minyak terbesar di dunia, sehingga ketidakstabilan politik di sana sering kali berdampak langsung pada pergerakan harga minyak global.

Bagaimana Dampaknya bagi Indonesia?

Indonesia, sebagai negara net importir minyak, berpotensi terkena dampak dari kenaikan harga minyak mentah global ini. Dengan harga minyak yang meningkat, biaya impor BBM juga akan ikut naik, yang dapat mempengaruhi harga jual bahan bakar di dalam negeri.

Ekonom energi Fahmy Radhi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai bahwa lonjakan harga minyak bisa berimplikasi terhadap perekonomian nasional.

“Jika harga minyak terus meningkat, ada kemungkinan pemerintah harus menyesuaikan harga BBM bersubsidi atau menambah alokasi subsidi energi dalam APBN. Hal ini bisa berdampak pada inflasi dan daya beli masyarakat,” ujar Fahmy dalam keterangannya.

Selain itu, sektor industri yang bergantung pada bahan bakar minyak juga berisiko mengalami kenaikan biaya produksi, yang berpotensi berdampak pada harga barang dan jasa.

Prospek Harga Minyak ke Depan

Para analis memperkirakan bahwa harga minyak mentah masih akan bergerak volatil dalam beberapa pekan ke depan, bergantung pada perkembangan situasi geopolitik dan kebijakan negara-negara produsen minyak utama seperti OPEC+.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya sebelumnya telah memangkas produksi untuk menjaga keseimbangan pasar. Jika ketegangan Timur Tengah terus meningkat, ada kemungkinan OPEC+ akan mempertahankan kebijakan pemangkasan produksi guna menjaga harga tetap stabil di level tinggi.

“Kami memperkirakan harga minyak akan tetap berada di atas USD 70 per barel dalam beberapa bulan mendatang, terutama jika pasokan dari Iran semakin dibatasi akibat sanksi AS,” ujar Edward Moya, analis dari OANDA.

Sementara itu, pelaku industri dan investor global terus memantau langkah-langkah diplomatik yang diambil oleh negara-negara besar dalam menyikapi ketegangan di Timur Tengah. Setiap perkembangan dalam negosiasi atau eskalasi konflik dapat menjadi faktor penggerak harga minyak di pasar internasional.

Harga minyak mentah global mengalami kenaikan akibat kombinasi dari sanksi baru AS terhadap Iran dan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Dengan Brent naik menjadi USD 72 per barel dan WTI mencapai USD 68,26 per barel, tren kenaikan ini menunjukkan bahwa pasar semakin waspada terhadap potensi gangguan pasokan energi global.

Dampak dari kenaikan harga minyak ini tidak hanya dirasakan di pasar internasional tetapi juga bisa berpengaruh pada perekonomian Indonesia, terutama dalam aspek subsidi energi dan inflasi.

Ke depan, pergerakan harga minyak akan sangat bergantung pada perkembangan geopolitik serta kebijakan yang diambil oleh negara-negara produsen minyak utama seperti OPEC+. Investor dan pelaku pasar energi di seluruh dunia terus mencermati situasi ini dengan seksama untuk menentukan langkah strategis dalam menghadapi ketidakpastian di sektor energi global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index