JAKARTA - Indonesia, sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, telah mengambil langkah penting dalam meningkatkan nilai tambah hasil pertambangannya. Sejak diberlakukannya kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020, Indonesia mulai serius dalam mengembangkan hilirisasi sektor pertambangan, terutama di komoditas nikel. Namun, meskipun telah ada kemajuan signifikan, tantangan terbesar yang masih dihadapi adalah sejauh mana hilirisasi ini benar-benar membawa manfaat ekonomi yang maksimal bagi Indonesia, dan apakah cukup hanya dengan memproduksi barang setengah jadi.
Kebijakan hilirisasi nikel yang digagas oleh pemerintah Indonesia bertujuan untuk mendorong pengolahan bijih nikel di dalam negeri, yang sebelumnya diekspor dalam bentuk mentah. Hal ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah, mempercepat industrialisasi, dan tentunya memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Meskipun demikian, perkembangan hilirisasi nikel masih terbatas pada produksi barang setengah jadi, seperti feronikel dan nickel pig iron (NPI), yang lebih banyak digunakan dalam pembuatan baja nirkarat atau stainless steel.
Keberhasilan Hilirisasi Nikel di Indonesia
Sejak kebijakan larangan ekspor bijih nikel diberlakukan pada 2020, Indonesia berhasil menarik investor besar untuk membangun fasilitas smelter di berbagai wilayah, terutama di Sulawesi dan Maluku. Pemerintah Indonesia menargetkan untuk menjadikan nikel sebagai komoditas yang memiliki nilai tambah tinggi, bukan hanya sebagai bahan baku industri baja internasional. Saat ini, sebagian besar smelter yang beroperasi di Indonesia fokus pada pengolahan bijih nikel menjadi produk setengah jadi, yang kemudian diekspor atau digunakan untuk bahan baku industri baja.
Meskipun kebijakan hilirisasi ini mulai menunjukkan hasil dengan tumbuhnya smelter dan peningkatan kapasitas produksi nikel, pertanyaan besar yang masih menggantung adalah apakah langkah ini sudah cukup untuk mengoptimalkan potensi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. "Hilirisasi nikel ini penting untuk mencegah kita hanya menjadi negara yang mengekspor bahan mentah, tetapi yang lebih penting adalah apakah hilirisasi ini sudah menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi," kata Direktur Eksekutif Indonesia Mining Institute (IMI), Irwandy Arif, dalam sebuah wawancara dengan Kompas, Selasa 11 Maret 2025.
Menanggapi Tantangan Industrialisasi
Menurut Irwandy, meskipun Indonesia sudah berhasil membangun infrastruktur smelter dan produksi barang setengah jadi seperti feronikel dan NPI, proses hilirisasi masih perlu didorong lebih jauh. Produk setengah jadi ini hanya membawa keuntungan terbatas dibandingkan jika Indonesia mampu memproduksi barang jadi yang lebih bernilai, seperti kendaraan listrik atau baterai yang menggunakan nikel sebagai bahan baku utama.
"Indonesia harus memiliki fokus yang lebih kuat pada industrialisasi dalam sektor nikel. Kalau hanya berhenti pada smelter dan produk setengah jadi, kita akan kehilangan banyak peluang," tegas Irwandy. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi barang-barang bernilai tambah tinggi yang berbasis pada nikel, seperti baterai kendaraan listrik (EV battery) dan produk-produk teknologi tinggi lainnya.
Peran Pemerintah dalam Mendorong Industrialisasi Nikel
Guna mendorong hilirisasi yang lebih maju, pemerintah Indonesia tidak hanya perlu mendorong pembangunan smelter tetapi juga harus memberikan dukungan untuk membangun ekosistem industri yang lebih besar. Pemerintah dapat menciptakan insentif bagi perusahaan-perusahaan untuk berinvestasi dalam teknologi yang dapat menghasilkan produk akhir, bukan hanya setengah jadi.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam kesempatan lain juga menekankan pentingnya pengembangan industri hilir berbasis nikel. "Kita harus berpikir lebih jauh. Tidak cukup hanya dengan smelter dan produk setengah jadi. Indonesia harus bisa mengembangkan produk-produk yang lebih bernilai, seperti baterai listrik dan material teknologi tinggi lainnya," ujarnya.
Menurut Agus, pengembangan industri hilir ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dan pada gilirannya meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Ia juga menambahkan bahwa sektor nikel di Indonesia harus mampu mengurangi ketergantungan pada ekspor bahan mentah dan beralih ke produk bernilai tambah yang lebih tinggi.
Pentingnya Inovasi dan Teknologi dalam Proses Hilirisasi
Selain penguatan kebijakan dan pembangunan smelter, salah satu tantangan terbesar dalam hilirisasi nikel adalah adopsi teknologi dan inovasi yang dapat meningkatkan kualitas produk akhir. Seiring dengan pesatnya perkembangan industri kendaraan listrik di dunia, permintaan untuk nikel berkualitas tinggi, yang digunakan dalam baterai lithium-ion, diperkirakan akan terus meningkat. Oleh karena itu, Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk tidak hanya menjadi pemain di pasar baja, tetapi juga di pasar kendaraan listrik global.
Direktur Utama PT. Antam, Arief Hidayat, mengungkapkan bahwa pengembangan teknologi pengolahan nikel yang ramah lingkungan dan efisien akan menjadi kunci dalam mengoptimalkan nilai tambah nikel di dalam negeri. "Kami sedang berupaya untuk mengembangkan teknologi yang tidak hanya memenuhi standar kualitas tinggi untuk produk nikel, tetapi juga yang ramah lingkungan dan berkelanjutan," ujarnya.
Perlu Sinergi untuk Mengoptimalkan Hilirisasi Nikel
Meskipun Indonesia telah mengambil langkah signifikan dalam meningkatkan hilirisasi nikel melalui pembangunan smelter dan pengolahan bijih nikel, tantangan terbesar yang masih ada adalah bagaimana meningkatkan nilai tambah produk dari setengah jadi menjadi produk yang lebih bernilai. Pemerintah, pengusaha, dan sektor swasta perlu bersinergi dalam menciptakan ekosistem yang mendukung industrialisasi lebih lanjut dan memfasilitasi pengembangan teknologi yang dapat membawa Indonesia ke level yang lebih tinggi dalam sektor nikel global.
Peningkatan nilai tambah dan industrialisasi yang lebih dalam pada sektor nikel tidak hanya akan mendatangkan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi Indonesia, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain utama dalam industri kendaraan listrik dan teknologi tinggi global. Dengan komitmen dan kebijakan yang tepat, Indonesia dapat memastikan bahwa manfaat dari sumber daya alam yang melimpah ini tidak hanya dinikmati dalam jangka pendek, tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan bagi ekonomi Indonesia.