JAKARTA - Meskipun Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan penurunan suku bunga acuan (BI Rate) menjadi 5,75%, hal ini tampaknya belum cukup untuk meredakan tingginya bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang ditawarkan oleh perbankan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) untuk kredit perumahan tetap berada pada level yang tinggi, yaitu 9,28%. Sementara itu, bagi bank-bank yang masuk dalam kategori KBMI IV (Kelompok Bank Menengah, besar dengan aset lebih dari Rp100 triliun), suku bunga KPR berada di kisaran 9% hingga 12%.
Kondisi ini jelas menjadi sorotan banyak pihak, mengingat penurunan suku bunga acuan seharusnya dapat mendorong penurunan bunga KPR yang lebih kompetitif di pasar. Mengingat pentingnya akses terhadap rumah bagi masyarakat, permasalahan mengenai bunga KPR ini cukup menjadi perhatian serius di tengah upaya pemerintah untuk meningkatkan sektor properti dan rumah layak huni di Indonesia.
Suku Bunga Acuan Bank Indonesia (BI Rate) dan Dampaknya terhadap KPR
Pada awal Maret 2025, Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan BI Rate dari 6,00% menjadi 5,75%. Langkah ini bertujuan untuk merangsang perekonomian domestik, di tengah berbagai tantangan global dan lokal. Penurunan BI Rate yang diharapkan dapat menurunkan biaya pinjaman dan meningkatkan permintaan kredit, termasuk di sektor perumahan, ternyata belum cukup mendorong perbankan untuk menurunkan suku bunga KPR mereka.
Menurut pengamat ekonomi perbankan, Firman Hidayat, penurunan BI Rate seharusnya dapat mendorong penurunan bunga KPR. Namun, kenyataannya, banyak bank yang tetap mempertahankan suku bunga tinggi untuk KPR mereka. “Bank-bank besar dan menengah cenderung lebih hati-hati dalam menurunkan suku bunga kredit mereka. Meskipun BI Rate turun, mereka masih harus mempertimbangkan sejumlah faktor lain yang mempengaruhi penentuan bunga kredit,” ujar Firman dalam wawancara dengan Kontan.
Faktor Penyebab Bunga KPR Tidak Turun Secara Signifikan
Ada beberapa faktor yang menyebabkan bank-bank perumahan belum menurunkan bunga KPR meskipun BI Rate turun. Salah satunya adalah masih tingginya biaya dana yang harus ditanggung oleh bank dalam memberikan pinjaman. Bank-bank besar di Indonesia, terutama yang tergabung dalam KBMI IV, menggunakan instrumen pendanaan yang lebih beragam, seperti obligasi, giro, dan tabungan, yang biaya bunga dana-nya tetap cukup tinggi.
Selain itu, meskipun BI Rate menurun, banyak bank yang masih menghadapi risiko likuiditas dan harus menjaga margin keuntungan yang lebih besar. Hal ini berarti meskipun biaya pendanaan lebih murah, bank-bank ini tidak bisa serta merta menurunkan suku bunga kredit untuk menghindari tergerusnya margin keuntungan yang penting untuk kelangsungan usaha mereka.
Keputusan Bank-Bank dalam Menetapkan Suku Bunga KPR
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meskipun BI Rate turun, suku bunga KPR rata-rata bank umum tetap berada di level 9,28%. Bank-bank yang tergabung dalam kelompok KBMI IV, yang memiliki aset lebih dari Rp100 triliun, bahkan menetapkan suku bunga KPR dalam kisaran 9% hingga 12%. Angka tersebut cenderung lebih tinggi dari yang diharapkan oleh banyak pihak, terutama di tengah kebijakan penurunan BI Rate.
Presiden Direktur Bank Mandiri, Kartika Wirjoatmodjo, menyatakan bahwa meskipun penurunan BI Rate memberikan pengaruh terhadap biaya dana bank, faktor lain seperti rasio kredit bermasalah (NPL) dan risiko pasar juga menjadi pertimbangan dalam penentuan bunga KPR. “Kami selalu mempertimbangkan berbagai faktor dalam menetapkan suku bunga. Salah satunya adalah risiko pasar yang tidak bisa diabaikan. Penurunan BI Rate tidak langsung mengurangi seluruh biaya dana yang kami tanggung, apalagi dengan adanya ketidakpastian ekonomi global,” jelas Kartika.
Sementara itu, Bank Rakyat Indonesia (BRI) juga menyampaikan bahwa mereka akan terus mengamati pergerakan pasar dan kondisi likuiditas sebelum memutuskan untuk menurunkan bunga KPR lebih lanjut. “Kami akan menyesuaikan suku bunga KPR dengan melihat perkembangan pasar dan likuiditas. Tentunya, keputusan ini harus memperhitungkan keseimbangan antara kebutuhan akan peminjam dan kesehatan keuangan bank,” kata Sunarso, Presiden Direktur BRI.
Pengaruh Suku Bunga KPR Terhadap Sektor Properti
Ketidakpastian terkait suku bunga KPR yang tidak turun secara signifikan ini tentu berdampak pada sektor properti, yang menjadi salah satu sektor yang paling terdampak dengan tingkat suku bunga pinjaman. Beberapa pengembang properti mengungkapkan bahwa tingginya bunga KPR membuat minat masyarakat untuk membeli rumah melalui kredit tetap terbatas.
Menurut Davy Mahendra, seorang pengembang properti terkemuka di Indonesia, tingginya bunga KPR membuat daya beli masyarakat, terutama kalangan milenial, semakin tertekan. “Kami memang melihat ada permintaan untuk rumah, namun sebagian besar dari mereka masih merasa keberatan dengan suku bunga KPR yang tinggi. Dengan BI Rate yang turun, kami berharap suku bunga KPR juga bisa mengikuti untuk mempermudah akses masyarakat terhadap properti,” ujarnya.
Sementara itu, sektor properti juga mendapat tekanan dari harga material bangunan yang terus melonjak, yang berimbas pada tingginya harga rumah yang dijual. Beberapa pengembang menyarankan agar pemerintah dan pihak perbankan bisa lebih proaktif dalam menurunkan suku bunga KPR agar sektor properti bisa kembali bergerak lebih dinamis dan meningkatkan penjualan rumah yang terjangkau bagi masyarakat luas.
Proyeksi Suku Bunga KPR Kedepan
Melihat situasi ini, para ekonom dan pengamat pasar memprediksi bahwa suku bunga KPR mungkin akan tetap stabil dalam beberapa waktu mendatang, meskipun ada harapan untuk penurunan lebih lanjut jika kondisi perekonomian lebih membaik. Salah satu faktor yang akan menjadi kunci adalah pengendalian inflasi dan stabilitas ekonomi domestik.
Analis ekonomi dari PT Bank Negara Indonesia (BNI), Titiya Saraswati, berpendapat bahwa meskipun penurunan BI Rate menjadi langkah positif, bank-bank Indonesia mungkin akan lebih memilih untuk menunggu sampai ada tanda-tanda yang lebih jelas terkait kestabilan ekonomi. “Bank-bank Indonesia akan lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga KPR lebih jauh. Kami prediksi baru setelah 6 bulan ke depan, jika perekonomian stabil, baru kita bisa melihat adanya penurunan yang signifikan,” ujarnya.
Menanti Penurunan Suku Bunga KPR yang Lebih Signifikan
Penurunan BI Rate ke 5,75% yang diumumkan Bank Indonesia pada awal Maret 2025 belum cukup untuk mengurangi suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di perbankan. Meskipun beberapa bank besar telah mengamati penurunan biaya dana mereka, mereka tetap mempertahankan bunga KPR pada level tinggi, yang menciptakan ketidakpastian bagi sektor properti. Faktor likuiditas, risiko pasar, dan ketidakpastian ekonomi global menjadi alasan utama mengapa suku bunga KPR perbankan belum mengalami penurunan yang signifikan.
Masyarakat dan sektor properti berharap agar ada penurunan yang lebih tajam dalam suku bunga KPR dalam beberapa bulan ke depan, mengingat tingginya permintaan terhadap rumah dan kebutuhan akan akses yang lebih mudah terhadap pembiayaan. Pemerintah dan bank sentral diharapkan dapat terus bekerja sama untuk menciptakan iklim yang mendukung pertumbuhan sektor perumahan dan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia.