JAKARTA - Infrastruktur hijau menjadi sorotan utama dalam upaya mengurangi dampak banjir yang kerap melanda Kota Bandar Lampung. Koordinator Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Asirin, menyatakan bahwa pendekatan ini esensial dalam mencegah dan mengendalikan banjir.
Menurut Asirin, solusi yang efektif untuk permasalahan banjir ini adalah penerapan konsep "sponge city". "Kota perlu dirancang agar mampu menyerap air sebanyak mungkin, bukan hanya mengalirkan air hujan langsung ke laut," ujar Asirin dengan tegas.
Konsep ‘Sponge City’: Solusi Menjanjikan untuk Kota Ramah Air
Ideaupun sponge city hadir sebagai jawaban atas pertanyaan banyak pihak terkait bagaimana menjaga air hujan agar tidak menjadi musuh. Asirin menjelaskan, prinsip dasar dari konsep ini adalah membuat kota mampu menyerap dan menyimpan air. Dengan menggunakan infrastruktur hijau, seperti taman hujan, kolam retensi, dan jalan berpori, air hujan bisa ditahan lebih lama. Hal ini memungkinkan air tersebut dapat meresap ke tanah secara perlahan.
Konsep ini juga berfokus pada pemanfaatan lahan hijau serta mengintegrasikan teknologi yang ramah lingkungan untuk mengelola air. "Saat ini, banyak kota di dunia yang sudah menerapkan konsep ini dan hasilnya sangat positif," tambah Asirin.
Keuntungan Jangka Panjang Infrastruktur Hijau
Manfaat dari penerapan infrastruktur hijau dan konsep sponge city tidak hanya berhenti pada solusi banjir semata. Lebih jauh, dampak positif pun merambah pada berbagai aspek kehidupan kota. Misalnya, peningkatan kualitas udara dan estetika kota yang lebih baik.
Asirin menekankan pentingnya ruang hijau dalam kota tidak hanya sebagai alat untuk mengatur air, tetapi juga sebagai tempat rekreasi dan sumber oksigen bagi penduduk kota. "Dengan semakin banyaknya ruang hijau, masyarakat bisa memiliki tempat untuk berolahraga, anak-anak dapat bermain, dan secara keseluruhan kualitas hidup pun meningkat," jelasnya.
Tantangan Implementasi dan Harapan di Masa Depan
Namun, mewujudkan konsep ini tidaklah mudah. Tantangan terbesar adalah mengubah pola pikir serta mendapatkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah setempat. "Ini bukan perkara sederhana. Butuh sinergi dari semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, hingga para akademisi," kata Asirin.
Sebagai langkah awal, penguatan regulasi yang mendukung penataan ruang berbasis lingkungan harus menjadi prioritas. Pengawasan dan pelaksanaan kebijakan yang konsisten serta kolaborasi lintas sektor juga diperlukan agar konsep ini bisa berjalan dengan baik.
Lebih lanjut, Asirin berharap bahwa semua pihak dapat melihat pentingnya investasi pada infrastruktur hijau sebagai upaya jangka panjang untuk menghadapi perubahan iklim dan meningkatkan kualitas hidup penduduk kota. "Apa yang kita tanam hari ini, akan kita rasakan manfaatnya di masa depan," ujarnya menutup perbincangan.
Langkah Awal: Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Selain infrastruktur, edukasi dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan juga perlu mendapat perhatian serius. Masyarakat perlu sadar bahwa perubahan kecil yang dilakukan sehari-hari, seperti membuang sampah pada tempatnya atau menanam pohon di lingkungan sekitar, dapat memberikan dampak besar dalam jangka panjang.
Diharapkan, melalui langkah tersebut, Bandar Lampung dapat menjadi pionir dalam penerapan sponge city di Indonesia, sekaligus menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam menanggulangi masalah banjir dengan pendekatan berkelanjutan. "Kita harus bergerak bersama, karena hanya dengan kerja sama, kita bisa menciptakan kota yang lebih baik bagi generasi mendatang," pungkas Asirin.
Dengan segala tantangan dan harapan, penerapan infrastruktur hijau diharapkan menjadi solusi efektif untuk menekan dampak banjir yang berkelanjutan, memberikan manfaat optimal bagi lingkungan, dan menciptakan kota yang lebih bersahabat dengan alam.