JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menegaskan bahwa hak pemegang saham dalam perusahaan terbuka dilindungi dan diatur secara rinci melalui peraturan yang berlaku. Salah satunya adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 15/POJK.04/2020 mengenai Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perusahaan Terbuka. Regulasi ini secara tegas memberikan ruang kepada pemegang saham untuk ikut berperan dalam proses pengambilan keputusan strategis perusahaan melalui forum RUPS.
Dalam peraturan tersebut, disebutkan bahwa pemegang saham memiliki hak untuk mengusulkan mata acara RUPS secara tertulis. Ini menjadi poin penting dalam menjamin transparansi dan partisipasi aktif dari para pemilik saham dalam menentukan arah kebijakan perusahaan, termasuk dalam hal pengangkatan atau pergantian direksi.
Konteks Pernyataan Menanggapi Dinamika di Lingkup BUMN
Pernyataan dari OJK ini muncul sebagai respons terhadap isu yang berkembang mengenai larangan yang dikeluarkan oleh BPI Danantara terhadap seluruh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), termasuk perusahaan BUMN yang sudah tercatat di pasar modal. Larangan tersebut mengatur bahwa tidak boleh ada proses pergantian direksi sebelum adanya evaluasi terlebih dahulu dari Danantara.
Menanggapi hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, memberikan klarifikasi dengan merujuk kepada ketentuan yang sudah tertuang dalam POJK 15/2020. Dalam situasi seperti ini, regulasi tetap menjadi landasan utama bagi pelaksanaan hak-hak korporasi, khususnya yang berkaitan dengan struktur manajemen dan kebijakan strategis lainnya.
Landasan Hukum untuk Menjaga Tata Kelola Perusahaan
Tujuan dari POJK 15/2020 adalah untuk memperkuat tata kelola perusahaan terbuka. Melalui aturan ini, OJK mendorong keterlibatan pemegang saham dalam pengambilan keputusan, sehingga proses RUPS tidak hanya menjadi formalitas semata, melainkan forum aktual untuk menyuarakan aspirasi dan menjalankan fungsi kontrol terhadap direksi maupun komisaris.
Ketika pemegang saham memiliki hak untuk mengusulkan mata acara RUPS, maka isu seperti pergantian direksi tidak dapat dilakukan secara sepihak tanpa mekanisme yang telah diatur. Dalam hal ini, adanya larangan atau batasan dari pihak manapun harus tetap mengacu pada peraturan yang telah ditetapkan oleh otoritas pengawas, yakni OJK.
Implikasi Terhadap Perusahaan Tercatat di Bursa
Isu mengenai intervensi dalam pergantian direksi pada perusahaan terbuka, termasuk perusahaan BUMN yang tercatat di bursa, menjadi penting karena menyangkut prinsip keterbukaan dan perlindungan investor. OJK sebagai pengawas pasar modal memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa seluruh proses pengambilan keputusan dalam perusahaan tercatat dijalankan berdasarkan prinsip good corporate governance.
Pernyataan dari Inarno Djajadi juga menegaskan bahwa perusahaan terbuka harus patuh terhadap ketentuan yang berlaku di pasar modal, termasuk dalam hal penyelenggaraan RUPS dan proses evaluasi manajemen. Dengan demikian, jika ada kebijakan dari lembaga atau entitas lain, hal tersebut tidak serta merta membatalkan atau mengesampingkan aturan yang sudah ditetapkan OJK.
OJK Dorong Kepatuhan Terhadap Prinsip Transparansi
Salah satu peran utama OJK dalam pasar modal adalah menjaga agar seluruh aktivitas korporasi dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai regulasi. Dalam konteks ini, POJK 15/2020 menjadi instrumen penting untuk menjamin keterbukaan dalam pengambilan keputusan strategis, termasuk perubahan dalam susunan direksi.
OJK mendorong agar seluruh perusahaan terbuka, termasuk yang berada di bawah naungan BUMN, menjalankan tata kelola yang sehat dan menghormati hak-hak pemegang saham. Pernyataan ini juga menjadi pengingat bahwa otoritas pasar modal tidak tinggal diam terhadap isu-isu yang berpotensi mengganggu prinsip-prinsip dasar dalam penyelenggaraan pasar modal yang sehat.
Menjaga Independensi dan Kepastian Hukum di Pasar Modal
Dengan menegaskan posisi hukumnya melalui POJK 15/2020, OJK ingin memastikan bahwa independensi perusahaan terbuka tetap terjaga. Kepastian hukum sangat dibutuhkan oleh seluruh pemangku kepentingan di pasar modal, termasuk investor, direksi, dan komisaris perusahaan. Ketidakjelasan dalam aturan atau adanya intervensi yang tidak sesuai regulasi dapat menimbulkan ketidakpastian yang berdampak negatif terhadap kepercayaan investor.
OJK, melalui pernyataan resmi Inarno Djajadi, mengajak seluruh pihak untuk menjunjung tinggi aturan yang berlaku dan tidak membuat kebijakan yang berpotensi tumpang tindih atau bertentangan dengan peraturan OJK. Dengan tetap berpedoman pada regulasi resmi, stabilitas dan integritas pasar modal nasional dapat terus dijaga secara berkelanjutan.