JAKARTA - Indonesia telah berhasil menjadikan dirinya sebagai salah satu pemain utama dalam ekonomi kreatif global selama dua dekade terakhir. Di tengah persaingan dunia yang semakin ketat, Indonesia tampil dengan kontribusi yang tidak bisa dianggap remeh. Ekonomi kreatif negeri ini mencatatkan sumbangsih yang mengesankan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), mencapai 7,35 persen—sebuah angka yang menempatkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan ekonomi kreatif terbesar di dunia. Bahkan, Indonesia digadang-gadang sebagai negara ketiga terbesar setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan dalam sektor ini.
Namun, di balik pencapaian yang tampaknya monumental tersebut, terdapat sebuah paradoks yang patut dicermati. Meskipun kontribusi ekonomi kreatif Indonesia cukup signifikan, ternyata kontribusi tersebut sangat terpusat pada tiga subsektor utama saja, yaitu kuliner, kriya, dan fashion. Tiga subsektor ini tidak hanya mendominasi sektor kreatif Indonesia, tetapi juga menyumbang lebih dari 75 persen dari total PDB sektor ini. Bahkan, ketiga subsektor tersebut hampir menyumbang seluruh nilai ekspor ekonomi kreatif Indonesia, menjadikan mereka sangat dominan dalam peta ekonomi kreatif nasional.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Sebagian besar kalangan pengamat ekonomi berpendapat bahwa meskipun sektor-sektor lain di dunia ekonomi kreatif memiliki potensi yang luar biasa, namun Indonesia tampaknya masih terfokus pada subsektor yang lebih mudah diakses dan dikelola, serta yang lebih cepat terlihat hasilnya. Kuliner, kriya, dan fashion telah lama menjadi bagian dari tradisi dan budaya Indonesia, sehingga lebih mudah berkembang di pasar domestik dan internasional. Sektor-sektor ini sudah memiliki penggemar dan konsumen yang loyal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang memungkinkan mereka untuk tumbuh dengan pesat.
Namun, kenyataan bahwa hampir 100 persen ekspor sektor kreatif Indonesia berasal dari tiga subsektor ini menjadi tanda tanya. Apa yang terjadi dengan subsektor lain yang memiliki potensi untuk berkembang? Misalnya, subsektor seni, film, desain, hingga teknologi kreatif yang kini berkembang pesat di banyak negara maju. Mengapa subsektor-sektor ini belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap ekonomi kreatif Indonesia?
Beberapa faktor mungkin menjadi penyebab dominasi subsektor tertentu. Pertama, kekuatan jaringan distribusi global dan pemasaran yang kuat dalam subsektor kuliner, kriya, dan fashion memungkinkan mereka untuk mengakses pasar internasional dengan lebih mudah. Produk makanan Indonesia, kerajinan tangan, dan busana tradisional telah menemukan tempat di pasar luar negeri, menjadikan ekspor produk-produk ini sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara. Namun, ini juga menunjukkan bahwa Indonesia mungkin masih menghadapi tantangan dalam mengembangkan subsektor lain yang lebih sulit untuk dipasarkan secara global.
Kedua, infrastruktur yang lebih baik dan dukungan kebijakan pemerintah yang lebih fokus pada subsektor-sektor tertentu mungkin turut berkontribusi pada dominasi tersebut. Sektor kuliner, misalnya, mendapat dukungan besar dari pemerintah dalam bentuk festival kuliner dan promosi di berbagai platform internasional. Begitu juga dengan subsektor kriya dan fashion, yang memiliki potensi besar berkat keberagaman budaya Indonesia yang dapat diaplikasikan dalam desain produk.
Namun, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada tiga subsektor ini saja. Untuk mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif secara keseluruhan, perlu ada upaya serius dari semua pihak—baik pemerintah, pelaku industri, maupun masyarakat—untuk mendorong subsektor-sektor kreatif lainnya untuk berkembang. Misalnya, subsektor seni dan budaya harus didorong untuk lebih berinovasi dan menemukan pasar baru, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Begitu juga dengan subsektor desain grafis, film, dan teknologi yang kini mulai berkembang pesat di banyak negara.
Pemerintah Indonesia harus memperkuat kebijakan yang mendukung pengembangan subsektor kreatif ini dengan lebih luas. Ini bisa mencakup penciptaan peluang investasi, pengembangan ekosistem yang mendukung kolaborasi antar subsektor, serta peningkatan pelatihan dan pendidikan untuk menciptakan talenta-talenta kreatif yang mampu bersaing di pasar global. Selain itu, upaya pemasaran produk kreatif Indonesia harus lebih terintegrasi, dengan memanfaatkan teknologi digital yang dapat membuka akses pasar yang lebih luas.
Dengan mengembangkan subsektor-sektor lain dalam ekonomi kreatif, Indonesia tidak hanya akan memperkaya keberagaman produknya, tetapi juga dapat memperkuat daya saingnya di kancah internasional. Jangan sampai kita hanya dikenal karena kuliner lezat, kerajinan tangan, dan fashion yang khas. Ada banyak potensi lain yang dapat dieksplorasi untuk memberikan kontribusi yang lebih besar bagi ekonomi kreatif Indonesia.
Akhirnya, untuk memastikan ekonomi kreatif Indonesia terus berkembang dan memberikan dampak positif bagi negara, perlu ada kerja sama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan pelaku industri kreatif itu sendiri. Potensi ekonomi kreatif Indonesia sangat besar, dan dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa menjadi salah satu pemimpin ekonomi kreatif dunia, tidak hanya dalam tiga subsektor utama, tetapi juga di subsektor-sektor lainnya yang selama ini kurang terekspos.