JAKARTA - Di tengah harapan untuk mampu memenuhi kebutuhan pasar lokal dan bersaing dari segi harga, Sentra Fashion Serikuala Lobam justru tengah menghadapi tantangan serius yang belum kunjung teratasi. Salah satu tantangan utama yang mencuat adalah perbedaan harga produk yang cukup mencolok dibandingkan dengan produk dari daerah lain, terutama Batam.
Ketua Pusat Layanan Sentra Fashion Serikuala Lobam, Budianto, mengungkapkan bahwa salah satu contoh nyata persoalan tersebut dapat terlihat dari harga baju berbahan kain drill. Produk yang dibuat oleh pelaku usaha di sentra tersebut dijual dengan kisaran harga Rp140.000 hingga Rp160.000 per potong. Sementara produk sejenis dari Batam yang telah dilengkapi bordir dan sablon, dijual dengan harga di bawah Rp100.000. Perbedaan harga yang cukup signifikan ini memunculkan kekhawatiran akan daya saing para pelaku UMKM lokal yang mengandalkan sentra fashion ini sebagai mata pencaharian mereka.
Pengadaan Bahan Baku Masih Bergantung Daerah Lain
Permasalahan harga yang tidak kompetitif, menurut Budianto, berakar dari persoalan pengadaan bahan baku. Jika pelaku industri di Batam dapat memperoleh bahan dari luar negeri dengan harga dan kualitas yang lebih baik, maka berbeda halnya dengan Serikuala Lobam. Sentra ini masih sangat bergantung pada pasokan bahan dari Jakarta dan Batam, sehingga berdampak pada harga akhir produk yang lebih tinggi.
Kondisi tersebut diperparah dengan keterbatasan dana yang dimiliki oleh para pelaku usaha di sentra tersebut. Impor bahan baku dari luar negeri dianggap belum memungkinkan karena besarnya biaya yang harus ditanggung. “Kami sebenarnya ingin langsung impor bahan baku, tapi kemampuan finansial sangat terbatas. Selain itu, volume produksi kami belum besar, jadi belum efisien secara biaya,” terang Budianto.
Rendahnya Volume Pesanan Tekan Efisiensi Produksi
Tak hanya soal bahan baku, tantangan lain yang juga menjadi sorotan adalah rendahnya volume pesanan. Dalam industri garmen, produksi dalam jumlah besar sangat memengaruhi biaya per unit, sehingga harga bisa ditekan. Namun, karena pesanan yang diterima masih tergolong kecil dan belum stabil, pelaku industri di Sentra Fashion Serikuala Lobam tidak bisa mendapatkan efisiensi biaya yang maksimal.
“Kami sebenarnya sudah berusaha untuk memperluas pasar dan meningkatkan volume produksi, tapi sejauh ini masih belum cukup untuk menciptakan skala ekonomi yang ideal,” imbuh Budianto.
Dalam beberapa kesempatan, para pelaku industri juga telah mencoba berbagai strategi untuk tetap bertahan, seperti memperluas varian produk dan mencoba menyesuaikan desain sesuai tren pasar. Namun, harga yang lebih tinggi dibandingkan kompetitor tetap menjadi hambatan besar.
Komunikasi dengan BP Bintan Belum Membuahkan Hasil
Dalam upaya mencari solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi, Budianto menyebutkan bahwa pihaknya sudah menjalin komunikasi dengan Badan Pengusahaan (BP) Bintan. Tujuan dari komunikasi ini adalah untuk mencari peluang kerja sama, subsidi bahan baku, ataupun dukungan logistik yang dapat menekan biaya produksi pelaku usaha lokal.
Meski komunikasi telah dilakukan, hingga kini belum ada tindak lanjut konkret dari pihak BP Bintan. Para pelaku usaha pun masih menanti terobosan nyata yang bisa membantu mereka meningkatkan daya saing produk di tengah ketatnya persaingan pasar.
“Kami butuh dukungan nyata, bukan hanya sebatas diskusi. Tanpa langkah konkret, kami akan kesulitan bersaing bahkan di pasar lokal sendiri,” ungkap Budianto dengan nada prihatin.
Mendorong Sinergi dan Inovasi untuk Bertahan
Meski dihimpit berbagai tantangan, semangat untuk terus bertahan tetap menyala di kalangan pelaku industri di sentra tersebut. Banyak di antara mereka yang terus berinovasi dalam desain, mencari alternatif bahan lokal yang lebih terjangkau, dan memperkuat kolaborasi dengan komunitas usaha kecil lainnya.
Beberapa pelaku bahkan mulai mengembangkan pemasaran digital untuk memperluas jangkauan pasar, terutama dengan memanfaatkan platform media sosial dan e-commerce. Langkah ini diyakini bisa membuka peluang baru di tengah kondisi yang belum ideal.
Mereka juga berharap pemerintah daerah dan instansi terkait bisa turut mendampingi dan memberikan solusi nyata, seperti subsidi bahan baku, pelatihan peningkatan kapasitas produksi, hingga pembukaan jalur distribusi yang lebih efisien.
Bagi mereka, keberlangsungan Sentra Fashion Serikuala Lobam bukan hanya soal bertahan di tengah persaingan, tapi juga tentang menjaga kehidupan ekonomi masyarakat sekitar yang sangat menggantungkan penghasilan dari industri ini.
Dengan sinergi, inovasi, dan dukungan yang tepat, mereka optimis bahwa sentra ini bisa menjadi pemain lokal yang kuat, bukan hanya sebagai pelengkap pasar, tetapi sebagai motor penggerak ekonomi daerah yang mandiri dan berdaya saing tinggi.