Gadget

Dokter Anak Tegaskan Batas Aman Akses Gadget Anak

Dokter Anak Tegaskan Batas Aman Akses Gadget Anak
Dokter Anak Tegaskan Batas Aman Akses Gadget Anak

JAKARTA - Banyak orangtua masa kini mengandalkan perangkat digital untuk mendampingi keseharian anak, mulai dari hiburan hingga alat bantu pembelajaran. Namun, kebiasaan ini ternyata memiliki dampak serius terhadap tumbuh kembang anak jika tidak dikontrol secara ketat. Inilah yang disampaikan oleh dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, Shofa Nisrina Luthfiyani, dalam penjelasannya kepada publik mengenai pentingnya manajemen penggunaan gadget bagi anak-anak.

Dengan latar belakang profesional dan berdasarkan pedoman dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Shofa memberikan penekanan bahwa pengenalan gadget pada anak tidak boleh dilakukan sembarangan. Bahkan, untuk anak usia tertentu, akses terhadap layar gadget sama sekali tidak dianjurkan.

Shofa menjelaskan bahwa untuk anak usia 0 hingga 2 tahun, pemaparan terhadap gadget sangat tidak disarankan. Ia menuturkan bahwa pada masa ini, otak anak sedang dalam masa keemasan tumbuh kembang, terutama dalam hal perkembangan bahasa. Oleh karena itu, stimulus terbaik berasal dari interaksi langsung dengan lingkungan, orangtua, serta suara manusia, bukan dari tampilan visual dan audio dari layar perangkat digital.

"Kalau anjuran dari IDAI itu, screen time (waktu terpapar gadget) itu sampai usia 2 tahun, itu tidak boleh sama sekali karena takutnya mengganggu perkembangan bahasa. Nah, untuk 2-5 tahun itu maksimal satu jam dalam sehari dan itu harus diawasi. Tidak boleh anak memegang gadget milik sendiri," ujarnya.

Keterangan ini menjadi pengingat keras bagi banyak orangtua yang mungkin belum mengetahui batasan aman screen time bagi anak. Apalagi, di tengah derasnya arus digitalisasi, tidak sedikit keluarga yang memberikan akses gadget sejak bayi sebagai bentuk hiburan praktis atau bahkan alat penenang.

Namun, menurut Shofa, kebiasaan ini justru bisa menjadi boomerang di kemudian hari. Anak-anak yang terbiasa mendapatkan stimulus dari layar sejak dini bisa mengalami kesulitan dalam pengembangan bahasa, fokus, bahkan interaksi sosial.

Ia menegaskan, untuk anak-anak di rentang usia 2 sampai 5 tahun, meskipun sudah diperbolehkan mengakses gadget, tetap ada batas ketat yang perlu diterapkan. Dalam sehari, durasi maksimal pemaparan hanya satu jam dan itu pun harus dalam pengawasan langsung orangtua.

Yang dimaksud pengawasan di sini bukan sekadar berada di ruangan yang sama, tetapi benar-benar mendampingi dan berdialog dengan anak selama proses screen time berlangsung. Ini termasuk menjelaskan konten yang sedang ditonton, memberikan konteks, dan menstimulus respons dari anak.

Lebih jauh lagi, Shofa juga menekankan bahwa anak tidak diperkenankan memiliki atau menggunakan gadget pribadi, seperti ponsel atau tablet sendiri, meskipun dalam batas waktu tertentu. Kepemilikan pribadi terhadap perangkat digital membuat kontrol orangtua menjadi sangat terbatas dan membuka peluang lebih besar bagi anak untuk terpapar konten yang tidak sesuai.

Dalam praktiknya, Shofa menyarankan agar orangtua lebih banyak menciptakan aktivitas yang melibatkan interaksi langsung dan permainan fisik ketimbang menggantinya dengan gadget. Aktivitas seperti membaca buku bersama, bermain balok, menggambar, atau bermain di luar rumah tetap menjadi fondasi penting dalam membentuk kemampuan motorik, sosial, dan emosional anak.

Ia juga menyoroti bahwa dalam banyak kasus, masalah keterlambatan bicara atau perkembangan perilaku yang dialami anak kerap kali berkaitan dengan pola penggunaan gadget yang tidak terkontrol. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk tidak hanya menyediakan perangkat yang aman, tetapi juga mengatur pola interaksi digital secara bijak dan disiplin.

Selain mengatur waktu pemakaian, Shofa juga menekankan pentingnya konten yang dikonsumsi oleh anak. Orangtua perlu selektif dalam memilih tayangan, aplikasi, atau permainan yang bersifat edukatif dan sesuai dengan tahap usia. Hindari konten yang bersifat pasif atau tidak mengajak anak berpikir, karena itu hanya akan membuat mereka menjadi penerima informasi tanpa keterlibatan mental.

Untuk mendukung pengawasan ini, Shofa menyarankan agar perangkat digital hanya digunakan di area keluarga seperti ruang tengah dan tidak dibawa ke kamar tidur. Hal ini tidak hanya membantu menjaga durasi penggunaan, tapi juga menghindari ketergantungan gadget yang bisa mengganggu waktu istirahat anak.

Penting pula bagi orangtua untuk memberikan contoh penggunaan gadget yang sehat. Anak-anak sangat cepat meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka. Jika orangtua terus-menerus terlihat sibuk dengan ponsel atau tablet, maka wajar jika anak pun menganggap itu sebagai sesuatu yang normal dan diinginkan.

Melalui rekomendasi ini, Shofa berharap para orangtua bisa lebih sadar bahwa gadget bukan solusi utama dalam mendidik dan menghibur anak. Meski teknologi memiliki manfaat besar, pendekatan langsung, hangat, dan penuh interaksi tetap menjadi kunci utama dalam proses tumbuh kembang anak secara optimal.

Panduan yang disampaikan ini juga bertujuan untuk menghindari dampak jangka panjang yang bisa timbul dari kesalahan pola penggunaan gadget sejak dini. Dengan langkah preventif yang tepat dan disiplin dari orangtua, anak-anak diharapkan dapat tumbuh sebagai generasi digital yang sehat secara fisik, mental, dan sosial.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index