JAKARTA - Komitmen pemerintah dalam memperluas perlindungan sosial ketenagakerjaan kini memasuki babak baru yang lebih ambisius. Target besar telah ditetapkan: 57,5 juta peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan pada 2025. Angka ini bukan sekadar proyeksi administratif, tetapi refleksi dari kebutuhan mendesak untuk memperluas jangkauan jaminan sosial ke seluruh lapisan pekerja Indonesia, baik formal maupun informal.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, yang akrab disapa Cak Imin, menegaskan pentingnya terobosan dalam strategi keanggotaan. Bagi pemerintah, pendekatan biasa tak lagi cukup. Diperlukan cara-cara inovatif, agresif, kolaboratif, dan kreatif agar capaian tersebut dapat diraih secara optimal.
Pernyataan ini disampaikan oleh Cak Imin setelah menyerahkan Keputusan Presiden Nomor 63/P Tahun 2025 yang memuat tentang pemberhentian dan pengangkatan pengganti antar waktu direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk sisa masa jabatan 2021–2026. Momen tersebut menjadi pengingat bahwa perubahan di tubuh institusi tidak hanya bersifat administratif, tetapi harus diiringi dengan pembaruan visi dan semangat kerja.
“Peningkatan kepesertaan memerlukan strategi yang inovatif, agresif, kolaboratif dan kreatif sehingga kita bisa mencapai target kepesertaan dengan optimal,” ujar Cak Imin dalam pernyataan resminya.
Langkah tersebut menjadi sangat krusial, mengingat masih terdapat jutaan pekerja di sektor informal yang belum terdaftar dalam sistem perlindungan ketenagakerjaan nasional. Tantangan utamanya bukan hanya soal akses informasi, tetapi juga soal kesadaran dan kemudahan dalam proses pendaftaran.
Oleh karena itu, pendekatan yang kolaboratif antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, organisasi buruh, hingga komunitas masyarakat sipil menjadi kunci. Program sosialisasi harus dilakukan secara masif, dengan materi edukatif yang mudah dipahami serta relevan dengan kebutuhan pekerja.
Perubahan dalam struktur kepemimpinan BPJS Ketenagakerjaan juga diharapkan dapat menjadi pemicu lahirnya semangat baru dalam tubuh institusi tersebut. Direksi yang baru diharapkan mampu membaca tantangan ke depan, serta mempercepat proses transformasi digital, simplifikasi layanan, dan perluasan jangkauan peserta.
Bagi pemerintah, keberhasilan dalam meningkatkan jumlah peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan bukan sekadar pencapaian angka. Lebih dari itu, ini menyangkut martabat pekerja dan jaminan masa depan mereka. Dalam konteks pembangunan nasional, pekerja yang terlindungi adalah fondasi bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan target yang sudah dicanangkan, setiap langkah perlu disusun secara sistematis. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Sektor swasta memiliki peran penting sebagai mitra dalam mendorong pendaftaran pekerja mereka ke dalam skema jaminan sosial. Demikian juga dengan sektor informal yang perlu difasilitasi melalui program integratif yang menjangkau pedagang kecil, petani, nelayan, hingga pekerja rumahan.
Implementasi strategi yang agresif berarti mendorong setiap pemangku kepentingan untuk keluar dari zona nyaman. Sosialisasi tidak hanya berhenti pada papan pengumuman atau media digital, tetapi harus hadir di pasar-pasar tradisional, terminal, desa, dan pusat-pusat komunitas di berbagai daerah.
Kreativitas juga menjadi unsur penting. Pemerintah bersama BPJS Ketenagakerjaan bisa mengembangkan insentif atau program loyalitas bagi peserta aktif, seperti akses pada layanan tambahan atau manfaat spesifik. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas juga bisa menjadi metode yang efektif dalam menumbuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya jaminan sosial.
Sementara itu, kolaborasi lintas sektor tidak boleh diabaikan. Kementerian dan lembaga negara lain yang memiliki tanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, kesehatan, hingga keuangan perlu menyatukan data dan strategi agar kebijakan menjadi lebih terarah dan berdampak luas.
Penguatan kapasitas tenaga kerja lapangan BPJS Ketenagakerjaan juga menjadi bagian tak terpisahkan. Mereka adalah ujung tombak yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Pelatihan, pendampingan, dan penguatan sistem kerja mereka akan sangat menentukan dalam proses akselerasi kepesertaan.
Target 57,5 juta peserta bukan hanya soal memperluas angka, tetapi juga memastikan bahwa setiap warga negara yang bekerja memiliki hak dasar yang dilindungi secara hukum dan negara. Ini merupakan upaya nyata dalam memperkuat sistem perlindungan sosial nasional yang telah dirintis sejak lama.
Meningkatnya kepesertaan juga akan memberikan dampak besar pada pengelolaan dana sosial jangka panjang yang dapat diinvestasikan secara produktif dan aman. Dana tersebut pada akhirnya bisa digunakan kembali dalam bentuk manfaat layanan tambahan, seperti pembiayaan perumahan pekerja atau pengembangan pelatihan kerja.
Lebih jauh lagi, program jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan merupakan wujud kehadiran negara dalam melindungi setiap warga negara dari risiko sosial ekonomi yang tidak terduga. Baik itu kecelakaan kerja, kematian, hari tua, maupun pemutusan hubungan kerja.
Di tengah dinamika ketenagakerjaan yang terus berubah, program ini menjadi pelindung utama yang menjembatani antara kebutuhan ekonomi dan jaminan kesejahteraan. Maka, tidak berlebihan jika pemerintah menempatkan peningkatan kepesertaan sebagai prioritas nasional.
Dengan semangat perubahan, kebijakan yang tepat, serta sinergi antar pemangku kepentingan, target tersebut diyakini dapat tercapai. Namun, yang lebih penting dari itu adalah memastikan bahwa di balik setiap data peserta, terdapat individu yang kini memiliki harapan lebih pasti terhadap masa depannya.