JAKARTA - Upaya PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dalam mendukung pembangunan infrastruktur nasional terus bergulir. Meski skema penyertaan modal negara (PMN) dari APBN tidak lagi menjadi pilihan utama, perusahaan tetap bergerak maju dengan keyakinan penuh terhadap peluang dari skema pendanaan alternatif. Dalam hal ini, Danantara menjadi instrumen baru yang dinilai menjanjikan untuk menopang proyek-proyek strategis yang masih membutuhkan dukungan modal besar.
ADHI, sebagai salah satu BUMN konstruksi yang aktif menggarap proyek nasional, kini tengah dihadapkan pada kebutuhan pendanaan lanjutan untuk dua proyek tol yang memiliki dampak ekonomi dan sosial signifikan di Pulau Jawa. Dua proyek tersebut adalah Jalan Tol Yogyakarta–Bawen dan Tol Solo–Yogyakarta–Kulonprogo.
Dalam keterangannya, Corporate Secretary ADHI Rozi Sparta mengungkapkan bahwa kebutuhan pendanaan proyek masih sangat besar. Ia menyebutkan, tanpa adanya dukungan dari APBN melalui PMN, perusahaan mengandalkan mekanisme pendanaan baru, salah satunya melalui Danantara, yang menjadi bagian dari transformasi pembiayaan kreatif oleh pemerintah.
“Danantara bisa menjadi alternatif solusi pendanaan. ADHI menyambut positif setiap skema yang memberikan akses terhadap pembiayaan berkelanjutan,” ungkap Rozi Sparta.
Pendekatan baru ini mencerminkan bagaimana perusahaan berupaya beradaptasi dalam kondisi fiskal negara yang terbatas. Sebelumnya, sejumlah proyek infrastruktur sempat didukung lewat PMN, yang memberi kelonggaran dalam penyediaan dana awal. Namun saat ini, dengan tekanan terhadap anggaran negara dan prioritas belanja lain yang terus berkembang, BUMN dituntut untuk lebih mandiri dan inovatif dalam mencari sumber dana pembangunan.
Tol Yogyakarta–Bawen dan Tol Solo–Yogya–Kulonprogo bukanlah proyek kecil. Keduanya berperan penting dalam memperkuat konektivitas antardaerah, memangkas waktu tempuh, dan meningkatkan efisiensi logistik, sekaligus membuka potensi baru pariwisata dan pertumbuhan ekonomi lokal.
Rozi menekankan bahwa ADHI tetap berkomitmen menyelesaikan proyek-proyek tersebut tepat waktu, seraya mengupayakan kolaborasi dengan berbagai pihak demi kelangsungan pembiayaan. Pendekatan ini juga menunjukkan tekad korporasi untuk tetap proaktif dan fleksibel di tengah dinamika regulasi serta keterbatasan fiskal pemerintah.
Di tengah kondisi industri konstruksi yang penuh tantangan, ADHI memandang bahwa kehadiran skema seperti Danantara menjadi angin segar. Melalui Danantara, pemerintah menciptakan platform pembiayaan berbasis instrumen keuangan yang lebih dinamis, dengan melibatkan pasar modal, investor institusi, maupun skema sinergi antar-BUMN.
Dukungan ini tidak hanya bersifat teknis, melainkan juga mendorong BUMN untuk bertransformasi menjadi entitas bisnis yang berorientasi pada keberlanjutan, efisiensi, dan akuntabilitas tinggi. Dengan mekanisme ini, ADHI memiliki peluang untuk menjajaki instrumen seperti obligasi, sekuritisasi aset, atau joint venture dengan investor strategis.
Dalam praktiknya, kebutuhan pendanaan untuk proyek infrastruktur tidak hanya melibatkan pembangunan fisik, tetapi juga pembebasan lahan, studi teknis lanjutan, hingga pengadaan sarana pendukung. Hal ini menuntut adanya cash flow yang stabil dan dukungan modal jangka panjang yang tidak memberatkan struktur keuangan perusahaan.
ADHI dalam beberapa tahun terakhir telah menunjukkan ketangguhannya dalam mengelola proyek besar, termasuk dalam pembangunan LRT Jabodebek, SPAM Regional, dan infrastruktur jalan tol lainnya. Namun, dinamika ekonomi global dan tekanan dalam sektor konstruksi nasional memaksa setiap BUMN untuk semakin selektif dan taktis dalam menyusun strategi pendanaan.
Rozi menggarisbawahi bahwa keberhasilan proyek tidak semata dilihat dari sisi konstruksi, tetapi juga dari keberlanjutan finansialnya. Ia mengatakan bahwa ADHI membuka peluang kerjasama luas, termasuk dengan mitra swasta yang memiliki visi serupa dalam membangun konektivitas nasional.
Tol Yogyakarta–Bawen sendiri merupakan bagian dari jaringan utama penghubung Jawa Tengah dan DIY, sementara Tol Solo–Yogya–Kulonprogo mengintegrasikan wilayah Solo Raya dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta dan sekitarnya. Kehadiran tol-tol ini diproyeksikan memperkuat daya saing kawasan serta mengurangi ketimpangan antarwilayah.
Bagi ADHI, pembiayaan bukanlah satu-satunya tantangan. Proyek infrastruktur berskala besar juga memerlukan perencanaan matang, dukungan lintas sektor, serta komunikasi yang efektif dengan pemerintah daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, skema pendanaan seperti Danantara menjadi relevan karena turut mengakomodasi berbagai pendekatan multi-stakeholder.
ADHI juga terus memperkuat tata kelola perusahaan yang sehat untuk menjaga kepercayaan investor dan pemangku kepentingan. Dalam dunia pembiayaan proyek saat ini, kredibilitas dan transparansi menjadi faktor kunci untuk menarik minat investor strategis.
Seiring dengan itu, keterbukaan ADHI terhadap pembiayaan non-APBN menandakan pergeseran paradigma baru dalam pembangunan infrastruktur nasional. Pemerintah dan BUMN kini dituntut tidak hanya sebagai pelaksana proyek, tetapi juga sebagai arsitek pembiayaan yang cermat dan berani mengambil terobosan.
Dengan semangat tersebut, ADHI berkomitmen untuk terus mencari jalan terbaik demi menuntaskan proyek strategis yang tengah digarap. Tidak hanya sekadar membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun kepercayaan dan keberlanjutan jangka panjang bagi masyarakat dan perekonomian nasional.