BUMN

Usulan Kantor BUMN Pindah IKN Disambut Positif DPR

Usulan Kantor BUMN Pindah IKN Disambut Positif DPR
Usulan Kantor BUMN Pindah IKN Disambut Positif DPR

JAKARTA - Rencana pemindahan kantor-kantor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ke Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi sorotan setelah munculnya usulan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menyarankan agar seluruh BUMN berkantor di ibu kota baru tersebut. Usulan ini memicu respons dari berbagai kalangan, termasuk dari DPR RI yang menilai gagasan itu sebagai bentuk dukungan terhadap percepatan pembangunan IKN.

Salah satu anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, menyatakan pandangannya terhadap wacana tersebut. Ia menilai bahwa langkah memindahkan kantor BUMN ke IKN merupakan bagian dari konsistensi untuk mendukung pembangunan dan pengembangan pusat pemerintahan baru Indonesia.

Politikus dari Partai Demokrat ini secara terbuka menyambut baik usulan tersebut. Menurutnya, jika seluruh kementerian dan lembaga negara telah dipusatkan di IKN, maka wajar bila kantor pusat BUMN juga ikut menyesuaikan keberadaannya demi keselarasan fungsi dan koordinasi kelembagaan.

Namun demikian, Herman menegaskan bahwa keputusan akhir atas usulan tersebut sepenuhnya berada di tangan pemerintah. Ia menyampaikan bahwa peran legislatif dalam hal ini adalah memberikan pandangan dan masukan yang konstruktif agar implementasinya berjalan sesuai dengan arah kebijakan nasional.

“Kami menyambut baik usulan tersebut, tetapi tentunya keputusan tetap berada di pemerintah,” ujarnya singkat namun tegas.

Lebih lanjut, Herman menjelaskan bahwa pemindahan kantor BUMN ke IKN bukan hanya sekadar persoalan fisik atau administratif. Ada aspek yang lebih besar yang harus diperhitungkan, yakni kesiapan infrastruktur, efisiensi operasional, serta kesiapan sumber daya manusia di lingkungan BUMN yang akan mengikuti kebijakan tersebut.

Ia menilai bahwa perpindahan BUMN ke IKN tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa atau serentak. Diperlukan peta jalan (roadmap) yang jelas agar transisi berjalan mulus dan tidak menimbulkan gangguan terhadap layanan maupun kinerja perusahaan-perusahaan pelat merah itu sendiri.

Dalam kerangka itu, Herman menyarankan agar setiap BUMN diberikan fleksibilitas untuk menyesuaikan waktu dan tahapan relokasinya, tergantung pada jenis usaha dan cakupan operasional masing-masing. Misalnya, BUMN yang berfokus pada sektor energi, logistik, dan pertanian mungkin memiliki pertimbangan berbeda dibandingkan BUMN yang bergerak di bidang keuangan atau jasa telekomunikasi.

Dengan mempertimbangkan kompleksitas tersebut, menurut Herman, pemerintah perlu melakukan kajian menyeluruh dan dialog dengan masing-masing direksi BUMN agar implementasi pemindahan kantor pusat ke IKN dapat dilakukan secara terstruktur dan terukur.

Tak hanya itu, menurut Herman, penting juga untuk memastikan bahwa pemindahan tersebut tidak mengganggu ekosistem bisnis BUMN di wilayah asalnya. Sebab, beberapa BUMN telah lama beroperasi dan memiliki jaringan kerja yang mapan di Jakarta maupun kota besar lainnya. Maka dari itu, adaptasi terhadap lokasi baru harus dilakukan dengan strategi yang mempertahankan kelangsungan usaha dan layanan kepada masyarakat.

Di sisi lain, pemindahan kantor BUMN ke IKN juga bisa dimaknai sebagai bentuk dukungan konkret terhadap visi besar Indonesia untuk menciptakan pusat pemerintahan baru yang lebih modern, inklusif, dan berkelanjutan. Herman melihat bahwa bila langkah ini disiapkan dengan matang, maka BUMN bisa menjadi pionir dalam menghidupkan aktivitas ekonomi di IKN.

Hal ini menurutnya sekaligus akan memberikan pesan kepada masyarakat dan investor bahwa pembangunan IKN bukan semata proyek pemerintah, tetapi merupakan inisiatif kolektif dari seluruh elemen bangsa, termasuk BUMN sebagai agen pembangunan.

Herman juga menambahkan bahwa pemindahan kantor pusat BUMN ke IKN tidak berarti menghilangkan fungsi cabang atau representasi BUMN di daerah-daerah lain. Bahkan, kehadiran kantor pusat di IKN bisa menjadi titik pusat komando yang memperkuat tata kelola dan koordinasi antarcabang.

Secara politis, sambung Herman, usulan tersebut bisa menjadi sinyal kuat untuk mempercepat pembangunan IKN. Namun, ia juga mengingatkan agar tidak menjadikan kebijakan ini sebagai sekadar simbolisasi belaka. Keberhasilan pemindahan BUMN ke IKN menurutnya harus diukur dari efektivitas, efisiensi, dan dampaknya terhadap kualitas pelayanan publik dan kinerja korporasi.

Selain itu, Herman berharap bahwa dalam proses pengambilan keputusan nantinya, pemerintah dapat melibatkan DPR, terutama Komisi VI yang memiliki tugas pengawasan terhadap BUMN. Keterlibatan legislatif penting agar kebijakan ini dapat berjalan transparan, akuntabel, dan berpihak kepada kepentingan publik.

Secara keseluruhan, Herman menyatakan bahwa niat baik untuk menjadikan IKN sebagai pusat aktivitas pemerintahan dan ekonomi baru harus diikuti dengan langkah-langkah implementasi yang realistis dan adaptif. Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan kembali bahwa usulan pemindahan kantor BUMN ke IKN bisa menjadi momentum penting selama dilaksanakan dengan strategi yang komprehensif dan mempertimbangkan semua kepentingan pemangku kepentingan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index