JAKARTA - Upaya memperluas cakupan perlindungan jaminan sosial terus menjadi perhatian serius pemerintah. Tidak hanya difokuskan pada pekerja formal, kini pekerja sektor informal seperti pekerja lepas dan pengemudi ojek online juga disorot sebagai kelompok rentan yang harus mendapat jaminan setara.
Dalam forum resmi bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menegaskan bahwa pekerja informal memiliki kontribusi nyata terhadap roda perekonomian nasional. Oleh karena itu, negara berkewajiban memberikan perlindungan kepada mereka sebagaimana pekerja sektor formal lainnya.
Dorongan ini disampaikan langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan saat menghadiri rapat di Gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa 22 Juli 2025. Ia menyampaikan bahwa saat ini kesenjangan akses jaminan sosial antara pekerja formal dan informal masih menjadi tantangan yang perlu segera dijawab oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Menurut Menaker Yassierli, perlindungan sosial yang inklusif merupakan salah satu indikator utama dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat pekerja secara menyeluruh. Ia menekankan bahwa penguatan jaminan sosial bagi pekerja informal bukan hanya bentuk perlindungan tenaga kerja, tetapi juga langkah strategis dalam menjaga keberlangsungan ekonomi nasional yang semakin digital dan fleksibel.
"Jaminan sosial itu bukan hanya hak bagi pekerja formal. Pekerja informal, termasuk driver ojol dan freelancer, juga harus mendapat perlindungan yang layak," ujar Yassierli dalam keterangannya.
Penekanan tersebut bukan tanpa alasan. Jumlah pekerja informal di Indonesia saat ini tercatat sangat besar. Mereka berkontribusi dalam berbagai sektor, mulai dari transportasi daring, perdagangan kecil, jasa rumah tangga, hingga kegiatan berbasis komunitas. Sayangnya, kelompok ini cenderung tidak memiliki perlindungan atas risiko kerja, kecelakaan, atau bahkan jaminan hari tua.
Oleh karena itu, Menaker meminta agar BPJS Ketenagakerjaan segera melakukan langkah terobosan dalam memperluas cakupan layanan kepada kelompok pekerja informal. Salah satunya adalah dengan menyusun skema iuran yang adaptif terhadap penghasilan tidak tetap, serta proses pendaftaran dan pembayaran iuran yang lebih sederhana dan mudah diakses.
Pernyataan ini mencerminkan arah kebijakan baru yang lebih berpihak kepada pekerja rentan. Dalam kerangka tersebut, pemerintah ingin memastikan bahwa seluruh tenaga kerja, tanpa terkecuali, memiliki jaring pengaman sosial yang kuat. BPJS Ketenagakerjaan diharapkan dapat bersinergi dengan kementerian terkait, platform digital, hingga komunitas pengemudi daring untuk mendorong partisipasi aktif pekerja informal.
Menaker juga menyinggung bahwa selama ini ada persepsi bahwa jaminan sosial hanya penting bagi pekerja kantoran atau mereka yang terikat hubungan kerja tetap. Padahal, di tengah tren kerja fleksibel dan sistem ekonomi berbasis digital saat ini, justru kelompok informal semakin besar dan penting. Oleh sebab itu, ia menilai perlu ada pembaruan pemikiran mengenai siapa saja yang berhak atas perlindungan negara.
“Saya ingin kita melihat semua jenis pekerjaan dengan derajat yang setara. Mereka yang bekerja di jalanan, dari pagi sampai malam, mengantar makanan, barang, atau penumpang, juga punya hak untuk merasa aman secara sosial,” lanjutnya.
Langkah Menaker ini juga sejalan dengan semangat mempercepat reformasi sistem ketenagakerjaan yang inklusif. Pemerintah menilai bahwa penataan jaminan sosial yang menjangkau semua lapisan pekerja dapat menjadi kunci dalam memperkuat produktivitas, meningkatkan rasa aman, serta menekan angka kemiskinan akibat kehilangan pendapatan mendadak.
Dalam kesempatan tersebut, Menaker menambahkan bahwa tantangan terbesar yang harus diatasi adalah minimnya kesadaran para pekerja informal terhadap pentingnya jaminan sosial. Karena itu, strategi sosialisasi yang lebih masif dan pendekatan yang bersifat komunitas akan menjadi penting. Kementerian Ketenagakerjaan siap memfasilitasi pelatihan dan penyuluhan bersama BPJS Ketenagakerjaan untuk menjangkau berbagai kelompok informal di seluruh Indonesia.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi multipihak, termasuk peran aktif dari pemerintah daerah, perusahaan aplikasi transportasi daring, hingga asosiasi profesi. Menurutnya, tanpa kerja bersama, perluasan cakupan jaminan sosial tidak akan berhasil menjangkau kelompok pekerja informal secara optimal.
Lebih lanjut, Yassierli mendorong agar regulasi yang mengatur tentang jaminan sosial untuk pekerja informal dapat disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan situasi saat ini. Hal ini dinilai penting agar kerangka hukum tidak hanya mengatur tetapi juga memfasilitasi pelibatan aktif masyarakat pekerja nonformal.
Pada akhir keterangannya, Menaker menyampaikan bahwa keberhasilan perluasan jaminan sosial akan sangat ditentukan oleh keseriusan lembaga pelaksana seperti BPJS Ketenagakerjaan dalam menjalankan mandatnya. Ia berharap dalam waktu dekat akan ada peningkatan signifikan jumlah peserta dari kalangan pekerja informal, terutama mereka yang selama ini belum terakses oleh program perlindungan sosial nasional.
“Kalau kita ingin inklusif dan adil, kita harus mulai dari kelompok yang selama ini tertinggal. Pekerja informal butuh kita perjuangkan bersama,” tutupnya.