JAKARTA - Setiap bulan, banyak mahasiswa mengandalkan kiriman dana dari orang tua untuk memenuhi berbagai kebutuhan selama menempuh studi. Kiriman itu biasanya datang dalam jumlah yang sama tiap bulannya, tanpa memperhitungkan dinamika kebutuhan yang bisa tiba-tiba berubah. Di sinilah muncul tantangan terbesar bagi mahasiswa: bagaimana menjaga keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan agar tetap bisa hidup tenang hingga akhir bulan.
Seringkali uang yang diterima sudah dialokasikan secara mental bahkan sebelum sampai ke rekening. Mulai dari biaya makan, transportasi, kebutuhan kuliah, hingga urusan pribadi seperti pulsa dan hiburan. Namun, tidak jarang, rencana pengeluaran tersebut berantakan akibat hal-hal tak terduga. Kondisi inilah yang membuat banyak mahasiswa mengalami krisis keuangan di pertengahan atau bahkan awal bulan.
Masalah keuangan semacam ini bukan hanya sekadar soal uang habis, tapi juga berdampak pada aspek lain. Stres karena tidak bisa memenuhi kebutuhan, malu meminjam uang ke teman, hingga menurunnya performa akademik karena terlalu fokus pada kekhawatiran finansial adalah contoh nyata. Oleh karena itu, kemampuan mengatur keuangan dengan bijak sangat diperlukan, terutama bagi mahasiswa yang baru pertama kali hidup mandiri jauh dari keluarga.
Kemampuan manajemen keuangan menjadi bekal penting. Tidak hanya agar uang bulanan cukup, tetapi juga untuk membentuk kebiasaan finansial yang sehat sejak dini. Hal ini bisa dimulai dengan memahami skala prioritas. Misalnya, kebutuhan makan dan transportasi untuk kuliah tentu harus lebih diutamakan daripada nongkrong di kafe atau belanja barang yang tidak mendesak.
Membuat catatan pengeluaran menjadi langkah awal yang sangat berguna. Meski terdengar sederhana, mencatat apa saja yang dibelanjakan akan membuat mahasiswa lebih sadar ke mana saja uang mereka pergi. Dengan begitu, mereka bisa meninjau dan mengevaluasi apakah pengeluaran tersebut benar-benar perlu atau bisa dikurangi di bulan berikutnya.
Langkah berikutnya adalah menyisihkan sebagian uang untuk kebutuhan darurat. Tidak perlu besar, cukup sisihkan sebagian kecil dari uang bulanan untuk disimpan. Dana ini akan sangat membantu ketika terjadi pengeluaran tak terduga, seperti harus membeli obat saat sakit, memperbaiki sepatu kuliah yang rusak, atau kebutuhan mendesak lainnya. Memiliki dana cadangan seperti ini dapat menghindarkan dari kebiasaan meminjam ke teman kos atau bahkan menunggu kiriman tambahan dari orang tua.
Berbagai strategi juga bisa diterapkan agar uang lebih hemat. Misalnya, memilih masak sendiri dibanding beli makan di luar setiap hari, atau menggunakan transportasi umum dan sepeda daripada ojek daring. Penghematan kecil semacam ini jika dikumpulkan dalam sebulan bisa menjadi jumlah yang cukup signifikan.
Selain itu, mahasiswa juga bisa mencari cara menambah pemasukan. Di era digital saat ini, banyak peluang pekerjaan paruh waktu yang fleksibel dan tidak mengganggu jadwal kuliah. Misalnya menjadi freelance penulis, editor, desain grafis, hingga membuka jasa bimbingan belajar untuk pelajaran tertentu. Pendapatan tambahan ini bisa digunakan untuk kebutuhan pribadi, sehingga uang bulanan tetap aman untuk hal-hal pokok.
Kedisiplinan adalah kunci utama. Semua strategi keuangan akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan konsistensi dan kesadaran penuh dalam menerapkannya. Godaan untuk boros memang selalu ada, apalagi di lingkungan kampus yang dinamis dan sosial. Namun, dengan prinsip dan prioritas yang jelas, mahasiswa bisa tetap menikmati kehidupan kampus tanpa harus mengalami krisis keuangan.
Tidak kalah penting, mahasiswa juga perlu belajar mengatakan “tidak” terhadap ajakan yang berpotensi membuat pengeluaran membengkak. Tidak semua undangan nongkrong, konser, atau belanja online harus diikuti. Terkadang menolak demi kestabilan keuangan pribadi adalah keputusan paling bijak.
Bukan berarti hidup harus pelit atau tidak menikmati masa muda, tetapi lebih ke arah hidup yang terencana dan terukur. Dengan begitu, mahasiswa bisa fokus pada kuliah, organisasi, dan pengembangan diri tanpa dibayang-bayangi kecemasan soal keuangan setiap akhir bulan.
Mengelola keuangan dengan bijak selama masa kuliah juga memberikan efek jangka panjang. Saat lulus dan memasuki dunia kerja, kebiasaan mengatur uang akan sangat berguna. Mahasiswa yang terbiasa hidup hemat dan terencana akan lebih siap menghadapi tantangan finansial di masa depan, mulai dari mengatur gaji pertama hingga perencanaan investasi.
Masa kuliah memang menjadi fase yang menantang, terutama dalam hal keuangan. Namun, di balik tantangan itu tersimpan peluang untuk belajar menjadi pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab, termasuk dalam mengelola keuangan pribadi. Dengan pengelolaan yang cerdas dan disiplin, mahasiswa tidak hanya bisa bertahan hidup di akhir bulan, tapi juga bisa menabung, berbagi, bahkan mulai membangun pondasi finansial yang kokoh untuk masa depan.