Pasar Komoditas Global Tertekan: Wabah Flu Burung dan Ketegangan Perdagangan Kobalt Memicu Krisis Pasokan Energi

Senin, 26 Mei 2025 | 08:22:15 WIB

JAKARTA - Pasar komoditas global tengah menghadapi tekanan signifikan akibat dua peristiwa besar: wabah flu burung yang melanda Brasil, negara pengekspor unggas terbesar di dunia, serta ketegangan geopolitik terkait pasokan kobalt dari Republik Demokratik Kongo (DRC). Kedua isu ini berdampak luas terhadap rantai pasok pangan dan energi bersih di berbagai belahan dunia.

Wabah Flu Burung di Brasil Mengguncang Pasar Unggas Global

Pada pertengahan Mei 2025, Brasil melaporkan kasus pertama flu burung yang sangat patogen (HPAI) pada peternakan komersial di Montenegro, negara bagian Rio Grande do Sul. Ini merupakan kejadian pertama flu burung pada peternakan komersial di Brasil, yang sebelumnya bebas dari penyakit ini. Sebagai respons, berbagai negara, termasuk China, Uni Eropa, dan Korea Selatan, memberlakukan larangan impor unggas dari Brasil.

China, sebagai importir utama unggas Brasil, menghentikan impor ayam dari Brasil selama 60 hari sejak 17 Mei 2025. Langkah ini berdampak signifikan, mengingat China menyumbang lebih dari 10% dari total ekspor ayam Brasil yang mencapai 5,3 juta metrik ton pada 2024.

Ricardo Santin, Presiden Asosiasi Protein Hewani Brasil (ABPA), menyatakan bahwa penolakan kargo unggas Brasil akan bergantung pada tanggal pengiriman dan regulasi veteriner masing-masing negara. Periode embargo bervariasi antara 14 hingga 28 hari.

Brasil berharap negara-negara seperti China akan mengikuti pendekatan Jepang, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab yang memberlakukan larangan impor hanya pada wilayah terdampak, bukan secara nasional. Namun, hingga kini, China tetap memberlakukan larangan impor secara menyeluruh.

Dampak Global: Kekurangan Pasokan dan Kenaikan Harga

Larangan impor unggas dari Brasil memicu kekhawatiran akan kekurangan pasokan ayam di pasar global, terutama di Asia dan Eropa. Di Amerika Serikat, wabah flu burung yang telah memusnahkan lebih dari 30 juta ayam sejak awal tahun 2025 menyebabkan lonjakan harga telur hingga 159% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebagai solusi, AS mulai mengimpor sekitar 15.000 ton telur dari Turki untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Di Eropa, negara-negara seperti Denmark dan Belanda juga menghadapi wabah flu burung, yang memaksa mereka memusnahkan puluhan ribu ayam dan menghentikan ekspor unggas untuk sementara waktu.

Ketegangan Geopolitik: Kobalt dan Perang Dagang AS-China

Sementara itu, di sektor energi bersih, pasokan kobalt—komponen penting dalam baterai kendaraan listrik—menghadapi gangguan akibat ketegangan geopolitik. Republik Demokratik Kongo, yang menyumbang sekitar 70% produksi kobalt global, mengumumkan penghentian ekspor kobalt selama empat bulan mulai 22 Februari 2025 untuk mengendalikan kelebihan pasokan dan stabilisasi harga.

Langkah ini terjadi di tengah dominasi perusahaan China dalam industri kobalt Kongo. China mengoperasikan 15 dari 19 tambang kobalt di DRC, yang menimbulkan kekhawatiran di Amerika Serikat mengenai ketergantungan pada pasokan mineral kritis dari negara-negara yang dipengaruhi oleh China. Sebagai respons, AS memperkenalkan RUU untuk mengamankan rantai pasokan mineral penting dari DRC dan mengurangi dominasi China dalam sektor ini.

Implikasi Terhadap Transisi Energi dan Ekonomi Global

Gangguan pasokan kobalt dari DRC berpotensi memperlambat transisi global menuju energi bersih, mengingat kobalt adalah bahan utama dalam baterai kendaraan listrik dan penyimpanan energi terbarukan. Ketergantungan pada pasokan dari DRC dan dominasi China dalam pemrosesan kobalt menimbulkan risiko geopolitik dan ekonomi bagi negara-negara yang berupaya mengurangi emisi karbon.

Di sisi lain, gangguan pasokan unggas dari Brasil dan negara-negara lain akibat wabah flu burung menyebabkan ketidakstabilan harga pangan global. Negara-negara importir harus mencari alternatif pasokan, yang mungkin lebih mahal atau kurang efisien, sehingga berdampak pada inflasi dan ketahanan pangan.

Krisis yang melanda pasar komoditas global saat ini menunjukkan betapa rentannya rantai pasok terhadap gangguan biologis dan geopolitik. Wabah flu burung di Brasil dan negara-negara lain mengancam pasokan pangan global, sementara ketegangan antara AS dan China terkait kobalt menimbulkan risiko bagi transisi energi bersih. Negara-negara perlu meningkatkan diversifikasi sumber pasokan dan memperkuat kerja sama internasional untuk menghadapi tantangan ini.

Terkini

Liburan Seru Berenang Bersama Hiu Karimunjawa

Kamis, 11 September 2025 | 16:38:27 WIB

Rekomendasi 3 Coto Makassar Terlezat di Surabaya

Kamis, 11 September 2025 | 16:38:26 WIB

Update Harga Sembako Jogja 11 September 2025 Terbaru

Kamis, 11 September 2025 | 16:38:22 WIB

Langkah Mudah Cek Bansos BPNT 2025 Online

Kamis, 11 September 2025 | 16:38:21 WIB