JAKARTA - Jepang kembali dikejutkan oleh keindahan alam yang tak terduga.
Di tengah daun-daun yang berubah warna menjadi kemerahan, bunga sakura justru bermekaran di sejumlah wilayah. Pemandangan ini terjadi di Taman Garyu, Kota Suzaka, Prefektur Nagano, yang dikenal sebagai salah satu taman terbaik untuk menikmati bunga sakura.
Warga dan wisatawan yang datang dibuat kagum oleh keindahan bunga kecil berkelompok yang mekar di antara daun gugur. Walau jumlahnya tidak sebanyak saat musim semi, fenomena ini menciptakan perpaduan warna yang memesona dan jarang terlihat.
Namun, di balik rasa kagum itu, ada juga kekhawatiran akan dampak fenomena ini terhadap musim sakura yang sebenarnya.
Sakura Mekar di Luar Musim dan Reaksi Masyarakat Jepang
Mekarnya sakura di musim gugur menimbulkan beragam reaksi di kalangan masyarakat. Banyak warga yang merasa senang dapat menikmati dua keindahan musim sekaligus, tetapi ada juga yang cemas bahwa ini bisa mengganggu siklus alami bunga sakura.
Sejumlah warganet berbagi pengalaman serupa dari daerah lain. Ada yang mengaku melihat bunga sakura bermekaran di sekitar kantor, sementara yang lain mendengar suara tonggeret—yang biasanya hanya muncul di musim panas.
Mereka menyebut pengalaman ini sebagai sesuatu yang unik dan membingungkan karena mencampur tiga nuansa musim sekaligus: panas, gugur, dan semi.
Fenomena ini kemudian menjadi perbincangan hangat di media sosial Jepang, bahkan memunculkan spekulasi tentang perubahan iklim dan dampaknya pada ekosistem.
Penjelasan Ilmiah di Balik Mekarnya Sakura di Musim Gugur
Secara ilmiah, mekarnya bunga sakura di musim gugur bukan hal yang sepenuhnya aneh. Pohon sakura sebenarnya membentuk kuncupnya sejak musim panas, namun kuncup tersebut tidak langsung mekar karena dihambat oleh hormon alami bernama asam absisat.
Hormon ini diproduksi oleh daun dan berfungsi menjaga kuncup tetap dorman hingga suhu musim semi tiba. Namun, dalam kondisi tertentu—seperti angin kencang akibat topan atau suhu yang tetap tinggi di pertengahan Oktober—daun dapat gugur lebih awal.
Ketika hal ini terjadi, produksi hormon penghambat menurun, sehingga kuncup sakura dapat terbuka lebih cepat dari seharusnya.
Fenomena ini kerap muncul setelah Jepang dilanda topan besar, di mana daun pohon sakura banyak yang rontok lebih cepat dari biasanya. Akibatnya, beberapa pohon kehilangan mekanisme alami yang menunda mekarnya bunga hingga musim semi.
Kekhawatiran terhadap Dampak pada Musim Sakura Sesungguhnya
Meski indah, para ahli dan warga khawatir fenomena ini bisa memengaruhi musim sakura yang sebenarnya. Bila terlalu banyak kuncup yang mekar di luar waktu, jumlah bunga yang mekar pada musim semi nanti bisa berkurang.
Selain itu, perubahan suhu ekstrem yang kini kerap terjadi di Jepang juga dianggap mempercepat siklus biologis tanaman. Hal ini menjadi indikator nyata dari perubahan iklim yang memengaruhi ritme alam, termasuk bunga sakura yang selama ini menjadi ikon kebanggaan Jepang.
Pemerintah daerah dan lembaga penelitian pun mulai melakukan pengamatan lebih mendalam untuk memahami hubungan antara kondisi cuaca, perubahan iklim, dan perilaku pohon sakura.
Peraturan Ketat dalam Menjaga Kelestarian Pohon Sakura di Jepang
Jepang sangat menghormati keberadaan pohon sakura yang dianggap sebagai simbol kehidupan dan keindahan. Oleh karena itu, negara ini memiliki aturan tegas terkait perlindungan terhadap pohon sakura, terutama yang tumbuh di area publik seperti taman kota.
Merusak, mematahkan, atau menggoyangkan cabang sakura hingga bunganya rontok termasuk dalam pelanggaran hukum. Berdasarkan ketentuan hukum pidana Pasal 261, tindakan ini dikategorikan sebagai kejahatan merusak properti, dengan ancaman hukuman penjara hingga tiga tahun atau denda maksimal 300 ribu Yen, sekitar Rp31 juta.
Namun, pelanggaran tersebut tergolong sebagai “kejahatan pribadi,” yang hanya bisa diproses jika ada pengaduan resmi dari pemilik pohon. Dalam konteks pohon sakura di taman umum, pemerintah daerah menjadi pihak yang berhak mengajukan laporan hukum.
Harmoni Alam dan Kesadaran Masyarakat Jepang terhadap Lingkungan
Fenomena sakura mekar di musim gugur menjadi pengingat bagi masyarakat Jepang untuk semakin menjaga keseimbangan alam. Bagi banyak orang, pemandangan itu bukan hanya keindahan semata, tetapi juga simbol perubahan zaman dan iklim yang perlu diantisipasi.
Kehati-hatian warga dalam memperlakukan pohon sakura menunjukkan tingginya kesadaran terhadap pelestarian lingkungan. Mereka menyadari bahwa bunga sakura tidak hanya menjadi ikon wisata, melainkan juga bagian dari identitas budaya Jepang yang diwariskan turun-temurun.\
Fenomena langka ini menegaskan betapa rapuhnya hubungan manusia dengan alam. Dari kelopak sakura yang mekar di musim gugur, tersimpan pesan tentang pentingnya menjaga keseimbangan iklim agar keindahan alam tetap lestari sepanjang waktu.