JAKARTA - Harga minyak global kembali menunjukkan tren penurunan setelah sempat mengalami penguatan sehari sebelumnya.
Pada penutupan perdagangan terakhir, minyak mentah Brent turun sebesar 93 sen atau sekitar 1,5 persen menjadi 62,39 Dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dari Amerika Serikat juga melemah 79 sen atau 1,3 persen, ditutup pada 58,70 Dolar AS per barel.
Kedua acuan harga minyak dunia ini sempat mencatatkan kenaikan hampir satu persen pada sesi perdagangan sebelumnya, namun tekanan jual kembali muncul di pasar energi global. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pelaku pasar masih berhati-hati menghadapi dinamika pasokan dan permintaan yang belum stabil.
Analis menilai, pelemahan harga kali ini bukan sekadar reaksi jangka pendek terhadap data ekonomi, melainkan sinyal dari kekhawatiran yang lebih besar mengenai keseimbangan pasokan dan permintaan di pasar minyak internasional dalam beberapa bulan ke depan.
Prediksi IEA: Kelebihan Pasokan Minyak Dunia Kian Mengkhawatirkan
Penurunan harga minyak dunia salah satunya dipicu oleh laporan terbaru dari International Energy Agency (IEA) yang memperkirakan akan terjadi kelebihan pasokan global hingga 4 juta barel per hari pada tahun mendatang. Prediksi tersebut muncul seiring meningkatnya produksi dari negara-negara anggota OPEC+ serta produsen besar lainnya di luar organisasi tersebut.
IEA menilai, pertumbuhan pasokan yang terlalu cepat tidak diimbangi oleh peningkatan permintaan yang signifikan, terutama karena ekonomi global masih menghadapi tekanan dari inflasi tinggi dan pelemahan sektor industri di beberapa negara besar.
Kelebihan pasokan ini dikhawatirkan akan menekan harga minyak dalam jangka pendek, terutama jika permintaan energi tidak meningkat sesuai proyeksi. Pelaku pasar kini menyoroti langkah-langkah strategis dari OPEC+ untuk mengimbangi potensi kelebihan suplai tersebut.
OPEC dan Sekutunya Menilai Kondisi Tidak Separah Prediksi IEA
Berbeda dengan pandangan IEA, OPEC bersama sekutunya, termasuk Rusia, justru menilai bahwa situasi pasar minyak global tidak seburuk yang diperkirakan. Dalam laporan bulanan mereka, OPEC menegaskan bahwa tren kelebihan pasokan masih dapat dikendalikan melalui kebijakan produksi bertahap.
Organisasi tersebut memperkirakan bahwa ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan akan mulai berkurang pada tahun 2026, seiring rencana penyesuaian produksi dan penguatan kembali permintaan global. Langkah ini diharapkan mampu menstabilkan harga minyak dan menghindari kejatuhan harga yang terlalu dalam.
Pihak OPEC juga menekankan bahwa pemulihan ekonomi di sejumlah kawasan, terutama Asia dan Timur Tengah, akan berperan penting dalam menjaga stabilitas pasar energi dunia di masa mendatang.
Optimisme Pelaku Industri Terhadap Pemulihan Harga Minyak
Meskipun harga minyak sedang berada dalam tekanan, beberapa eksekutif perusahaan minyak besar tetap menunjukkan optimisme terhadap prospek jangka menengah hingga panjang. Mereka menilai bahwa pelemahan harga saat ini hanya bersifat sementara dan akan berbalik menguat ketika keseimbangan pasokan mulai pulih.
Para pelaku industri percaya bahwa investasi pada sektor energi, termasuk eksplorasi dan pengembangan proyek baru, akan menjadi faktor penentu dalam menjaga stabilitas pasar. Selain itu, peningkatan konsumsi energi global di negara berkembang juga diharapkan mampu menopang harga minyak ke level yang lebih sehat.
Optimisme tersebut didukung oleh analisis bahwa permintaan minyak untuk transportasi dan industri masih akan tumbuh secara stabil, terutama di kawasan Asia-Pasifik yang terus mengalami ekspansi ekonomi.
Ketegangan Geopolitik AS dan Tiongkok Berpotensi Tekan Harga Minyak
Faktor eksternal seperti ketegangan hubungan antara Amerika Serikat dan Tiongkok turut memberikan tekanan terhadap harga minyak dunia. Menurut Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, ketegangan geopolitik ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global, khususnya di Tiongkok sebagai salah satu konsumen minyak terbesar dunia.
Ia menilai bahwa jika situasi antara kedua negara memburuk, potensi penurunan permintaan energi dari sektor industri Tiongkok akan meningkat. Dampaknya, harga minyak dapat kembali tergelincir karena pasar akan bereaksi terhadap potensi melemahnya aktivitas ekonomi global.
Selain itu, ketidakpastian hubungan dagang antarnegara juga berpotensi menahan investasi di sektor energi dan memperlambat pemulihan permintaan minyak di pasar internasional.
Harapan Pasar Energi ke Depan
Pelemahan harga minyak kali ini menjadi cerminan bahwa pasar energi global masih sangat rentan terhadap berbagai faktor eksternal, baik dari sisi fundamental ekonomi maupun kondisi geopolitik. Prediksi kelebihan pasokan menjadi tantangan utama bagi para produsen minyak untuk menyesuaikan strategi produksi agar tidak menekan harga lebih dalam.
Namun, di sisi lain, potensi pemulihan masih terbuka lebar apabila negara-negara produsen mampu menjaga koordinasi dalam pengendalian pasokan. Kebijakan produksi yang disiplin dan peningkatan permintaan dari sektor transportasi serta industri diyakini dapat menjadi faktor penguat dalam menstabilkan harga.
Dalam jangka panjang, prospek pasar energi global akan sangat bergantung pada kemampuan dunia beradaptasi dengan transisi menuju energi bersih. Sektor minyak mungkin akan menghadapi tekanan baru, tetapi peran strategisnya dalam ekonomi global diperkirakan tetap bertahan untuk beberapa dekade ke depan.