JAKARTA - Pasar logam mulia mencatat koreksi harga setelah emas menyentuh rekor tertinggi baru. Aksi ambil untung investor menjadi faktor utama penurunan ini, sementara pelaku pasar menunggu sinyal lebih lanjut dari kebijakan suku bunga The Fed.
Melansir Reuters, Jumat, 19 September 2025, harga emas di pasar spot turun 0,4% menjadi US$3.643,40 per troy ounce, sementara kontrak emas berjangka AS pengiriman Desember melemah 1,1% di level US$3.678,30 per troy ounce.
Sehari sebelumnya, harga emas sempat menembus rekor tertinggi di US$3.707,40 per troy ounce sebelum mengalami koreksi.
Penguatan indeks dolar AS sebesar 0,5% turut menekan harga logam mulia, karena membuat komoditas yang dihargai dengan greenback menjadi lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain. Aksi ambil untung ini menjadi respons alami pasar setelah reli harga yang cukup tajam.
Selain faktor teknikal, pasar juga mencermati langkah The Fed dalam menyesuaikan suku bunga. Bank sentral AS memangkas suku bunga acuannya untuk pertama kali sejak Desember, sekaligus membuka peluang pelonggaran lanjutan.
Namun, pernyataan The Fed menegaskan risiko inflasi yang masih membandel memunculkan ketidakpastian soal kecepatan penyesuaian kebijakan selanjutnya.
Ketua The Fed, Jerome Powell, menyebut pemangkasan suku bunga sebagai langkah manajemen risiko untuk merespons pelemahan pasar tenaga kerja. Meski begitu, ia menekankan bahwa The Fed tidak terburu-buru memulai siklus pelonggaran, sehingga pasar masih menimbang implikasinya terhadap prospek logam mulia dan aset safe haven lainnya.
Peter Grant, Wakil Presiden sekaligus Senior Metals Strategist di Zaner Metals, menyoroti adanya kebingungan di pasar terkait pernyataan Powell. “Pemangkasan ini merupakan langkah manajemen risiko, namun menimbulkan ketidakpastian yang memicu aksi ambil untung,” ujarnya. Grant menegaskan, koreksi saat ini bersifat teknikal dan tidak menandakan pelemahan tren jangka panjang emas.
Menurutnya, tren bullish emas tetap utuh karena setiap kali logam mulia mencetak rekor baru, hal ini justru memperkuat proyeksi harga menuju US$4.000. Sepanjang 2025, harga emas telah menguat hampir 39%, terdorong oleh prospek suku bunga rendah dan meningkatnya ketidakpastian global yang mendorong investor mencari aset safe haven.
Selain itu, permintaan fisik emas dari bank sentral negara-negara BRIC, terutama China, menjadi pendorong utama reli harga. Bank sentral ini melakukan diversifikasi cadangan dolar mereka dengan membeli emas, yang memperkuat permintaan global. Catatan SP Angel menunjukkan bahwa ekspor emas Swiss ke China melonjak 254% pada Agustus dibandingkan Juli.
Data pasar juga menunjukkan pergerakan logam mulia lain yang mendukung optimisme investor. Perak spot naik 0,3% menjadi US$41,78 per troy ounce, platinum menguat 1,6% ke US$1.384,95, dan paladium bertambah 0,5% menjadi US$1.160,25. Pergerakan ini menunjukkan bahwa meski emas terkoreksi, minat terhadap logam mulia tetap tinggi.
Koreksi harga emas kali ini dinilai sebagai peluang oleh sebagian investor jangka panjang untuk menambah kepemilikan. Aksi ambil untung jangka pendek dianggap wajar setelah harga mencapai level tertinggi sepanjang masa. Dengan kondisi global yang tidak menentu, emas tetap menjadi instrumen lindung nilai yang diminati.
Para analis menekankan pentingnya memantau kebijakan moneter The Fed dan data inflasi selanjutnya, karena hal ini akan menentukan arah pergerakan harga emas dalam jangka pendek. Namun, pandangan jangka panjang tetap optimis mengingat diversifikasi portofolio global dan kebutuhan aset safe haven meningkat.
Selain itu, volatilitas emas dianggap normal setelah reli tajam. Investor diimbau untuk mempertimbangkan faktor teknikal dan fundamental, termasuk kondisi ekonomi AS, suku bunga, dan dinamika pasar global, sebelum melakukan keputusan investasi lebih lanjut.
Koreksi ini juga menjadi pengingat bagi pasar bahwa aksi ambil untung adalah bagian dari siklus wajar perdagangan logam mulia. Walaupun harga turun, prospek jangka panjang emas tetap positif karena didukung permintaan fisik, kebijakan moneter global, dan ketidakpastian geopolitik.
Harga emas yang sempat menyentuh rekor, di sisi lain, menjadi indikator penting bagi pelaku pasar untuk menilai momentum pembelian dan penjualan. Investor institusi dan ritel kini menyesuaikan strategi portofolio mereka, memanfaatkan volatilitas untuk mengoptimalkan imbal hasil.
Dengan kondisi pasar saat ini, prediksi analis tetap optimis terhadap tren bullish emas. Koreksi ini dianggap sebagai fase teknikal yang sehat dan dapat membuka peluang akumulasi bagi investor yang menargetkan kenaikan harga jangka panjang.
Secara keseluruhan, meski harga emas turun dari rekor, faktor-faktor fundamental mendukung potensi kenaikan lebih lanjut. Investor disarankan untuk tetap waspada terhadap pergerakan pasar dan mempertimbangkan strategi diversifikasi dalam menghadapi volatilitas global.