JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara terbuka menyoroti dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) yang dinilai berpotensi melemahkan kewenangan lembaga antirasuah tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada Jumat, 9 Mei 2025, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan.
Pernyataan ini disampaikan menyusul langkah sejumlah warga negara Indonesia yang mengajukan permohonan uji materi terhadap UU BUMN ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan tersebut dilakukan karena dianggap terdapat ketentuan dalam UU tersebut yang berpotensi mengganggu kinerja dan independensi lembaga penegak hukum, khususnya KPK.
KPK Apresiasi Langkah Warga Gugat UU BUMN ke Mahkamah Konstitusi
Dalam keterangannya, Budi Prasetyo menyatakan bahwa KPK menyambut baik inisiatif warga untuk melakukan uji materi. Menurutnya, tindakan tersebut merupakan bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga prinsip negara hukum dan demokrasi.
“KPK menyambut baik langkah tersebut karena merupakan hak konstitusional warga negara. Kami juga menegaskan posisi KPK terkait dampak UU Nomor 1 Tahun 2025 terhadap pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan kami,” ujar Budi.
Ia menegaskan bahwa KPK telah melakukan kajian internal terhadap substansi UU BUMN dan menemukan adanya potensi masalah serius yang dapat menghambat pelaksanaan tugas KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya yang melibatkan korporasi negara.
Dua Pasal Bermasalah dalam UU BUMN 2025
Dalam kajiannya, KPK secara spesifik menyoroti dua pasal yang dinilai berpotensi menjadi celah hukum dan menimbulkan tumpang tindih kewenangan antarlembaga penegak hukum. Dua pasal tersebut dikritisi karena dinilai membuka peluang intervensi dalam proses penegakan hukum yang melibatkan BUMN.
Meskipun tidak disebutkan secara rinci pasal-pasal yang dimaksud, Budi Prasetyo menjelaskan bahwa ketentuan tersebut berpotensi mengurangi ruang gerak KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan BUMN.
“Kami melihat bahwa terdapat pasal-pasal yang bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi, khususnya terkait supervisi dan koordinasi antara KPK dan lembaga lainnya. Ini tentu saja menimbulkan potensi pelemahan secara struktural terhadap lembaga kami,” ujarnya.
Budi juga menambahkan bahwa UU BUMN seharusnya memperkuat mekanisme pengawasan dan akuntabilitas, bukan sebaliknya. Menurutnya, penguatan sektor BUMN sebagai entitas strategis negara harus diiringi dengan sistem pencegahan dan penindakan korupsi yang lebih kuat.
Ancaman terhadap Independensi KPK
Salah satu kekhawatiran terbesar KPK adalah potensi hilangnya independensi lembaga ini jika ketentuan dalam UU BUMN dibiarkan tanpa revisi. Dengan adanya pembatasan kewenangan dalam proses penindakan kasus korupsi di BUMN, hal ini bisa menghambat kerja lembaga dalam mengungkap kasus besar yang melibatkan pejabat atau direksi perusahaan negara.
"Jangan sampai peran BUMN yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional justru menjadi titik rawan bagi praktik korupsi yang tidak bisa dijangkau secara maksimal oleh lembaga penegak hukum," tegas Budi.
Lebih lanjut, KPK berharap Mahkamah Konstitusi dapat segera memproses permohonan uji materi tersebut secara terbuka dan profesional, mengingat dampaknya yang besar terhadap sistem pemberantasan korupsi di Indonesia.
Reaksi Publik dan Kalangan Hukum
Langkah warga menggugat UU BUMN ke MK mendapat dukungan dari berbagai kalangan, termasuk pakar hukum dan organisasi masyarakat sipil yang fokus pada tata kelola pemerintahan. Menurut pengamat hukum tata negara dari Universitas Indonesia, Dr. Irawan Santosa, kehadiran pasal-pasal yang problematik dalam UU BUMN memang menimbulkan kekhawatiran serius.
“Jika benar ada pasal yang berpotensi membatasi akses KPK untuk menyelidiki tindak pidana di BUMN, maka ini harus segera dikoreksi melalui mekanisme konstitusional. Karena dalam sistem negara hukum, tidak ada institusi yang berada di atas hukum,” ujar Dr. Irawan.
Menurutnya, penguatan sistem BUMN harus berjalan seiring dengan penguatan integritas dan transparansi. Justru di tengah tingginya dana publik yang dikelola oleh BUMN, potensi penyimpangan harus lebih diantisipasi dengan regulasi yang tegas dan pengawasan yang optimal.
Perlu Revisi dan Sinkronisasi Regulasi
Selain mengajukan uji materi ke MK, sejumlah pihak juga mendorong pemerintah dan DPR untuk melakukan revisi terhadap UU BUMN agar sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan tata kelola pemerintahan yang baik. Sinkronisasi antara UU BUMN dan regulasi lainnya, seperti UU KPK, UU Tipikor, dan UU Keuangan Negara, dianggap sangat penting agar tidak terjadi tumpang tindih atau konflik kewenangan.
“UU BUMN seharusnya tidak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari ekosistem hukum nasional yang saling menguatkan,” kata Budi Prasetyo.
Ia menambahkan bahwa KPK siap memberikan masukan konstruktif kepada pembentuk undang-undang apabila dibutuhkan dalam proses revisi atau penyusunan kebijakan lanjutan.
Komitmen KPK Jaga Independensi
Meskipun menghadapi tantangan regulasi, KPK menegaskan akan tetap menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Budi Prasetyo menegaskan bahwa lembaganya tidak akan mundur dalam menegakkan hukum, termasuk jika harus berhadapan dengan entitas BUMN yang terlibat dalam praktik korupsi.
“Kami berkomitmen menjaga integritas dan independensi lembaga dalam setiap proses hukum yang kami tangani. BUMN bukan wilayah steril dari praktik korupsi, dan kami akan tetap menindak jika terdapat cukup bukti,” tegasnya.
Isu terkait dua pasal dalam UU BUMN 2025 yang disoroti KPK mencerminkan pentingnya pengawasan terhadap proses legislasi di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan institusi vital seperti BUMN. Uji materi ke Mahkamah Konstitusi menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa regulasi yang disusun tidak justru menciptakan celah hukum yang berbahaya.
Dukungan dari masyarakat, pakar hukum, serta lembaga-lembaga pengawas dibutuhkan untuk memastikan bahwa semangat pemberantasan korupsi tidak dikorbankan demi kepentingan sektoral atau politik. Dengan pengawasan yang kuat dan komitmen terhadap transparansi, Indonesia diharapkan mampu membangun sistem BUMN yang bersih, profesional, dan akuntabel.