Harga Nikel Lesu, Pemerintah Kaji Dampak Kenaikan Royalti Tambang

Rabu, 07 Mei 2025 | 09:01:33 WIB

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan kajian terhadap dampak implementasi Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2025, yang mengatur tentang kenaikan royalti tambang mineral. Kajian ini menjadi penting setelah sektor pertambangan Indonesia tercatat mengalami kontraksi pada kuartal pertama tahun 2025. Penurunan kinerja industri pertambangan dipicu oleh penurunan harga dan permintaan nikel di pasar global, yang membuat sektor ini terancam semakin lesu.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor pertambangan menjadi satu-satunya sektor yang mengalami kontraksi pada periode Januari-Maret 2025, dengan tumbuh negatif sebesar 1,23% secara tahunan. Hal ini menandakan adanya tekanan yang cukup besar bagi industri pertambangan yang sebelumnya menjadi salah satu penyumbang utama perekonomian Indonesia, khususnya dari komoditas nikel.

Penurunan Permintaan dan Harga Nikel Global

Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, menjelaskan bahwa penyebab utama pelemahan industri pertambangan Indonesia adalah penurunan permintaan nikel di pasar global serta turunnya harga nikel di pasar ekspor. Dalam keterangannya, Tri menyatakan, "Penurunan disebabkan menurunnya permintaan nikel global dan harganya juga turun di pasar ekspor. Ya sudah, mau bagaimana lagi?" ungkap Tri di Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa 6 Mei 2025.

Lebih lanjut, Tri menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar kedua di dunia dan memasok sekitar 65% kebutuhan nikel global. Dari total ekspor Indonesia, sekitar 42,25% pasokan nikel tersebut dalam bentuk baja nirkarat (stainless steel) yang sebagian besar dikirim ke China. Namun, dengan terjadinya pelambatan pertumbuhan ekonomi di China, permintaan terhadap baja nirkarat, yang merupakan produk utama dari nikel, juga mengalami penurunan signifikan.

Dampak Pelemahan Ekonomi China

Pelemahan ekonomi China semakin memperburuk keadaan industri nikel Indonesia. Tri Winarno menjelaskan bahwa penurunan pertumbuhan ekonomi China berdampak langsung pada permintaan baja nirkarat yang menyusut. "Kondisi ini membuat pasokan nikel di dalam negeri melimpah, yang akhirnya mendorong pelemahan harga global," jelasnya.

Dengan pasokan nikel yang melimpah di pasar domestik, harga nikel global pun semakin tertekan. Penurunan harga ini tentunya berdampak pada pendapatan negara yang berasal dari ekspor nikel. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka sektor pertambangan Indonesia berpotensi mengalami kesulitan, tidak hanya dari sisi permintaan, tetapi juga dari sisi harga yang semakin turun.

Kenaikan Royalti dan Dampaknya Terhadap Industri

Sementara itu, pemerintah telah merumuskan kebijakan baru terkait dengan sektor pertambangan, salah satunya melalui kenaikan royalti tambang mineral yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pertambangan yang selama ini menyumbang sebagian besar pendapatan ekspor Indonesia. Namun, ada kekhawatiran bahwa kebijakan ini bisa menambah beban bagi industri tambang yang sudah mengalami penurunan kinerja.

Tri Winarno mengungkapkan bahwa meskipun kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor tambang terhadap pendapatan negara, namun dampaknya perlu dikaji lebih lanjut. “Kami akan terus mengkaji dampak dari kebijakan ini dan memastikan bahwa langkah yang diambil akan memberikan keuntungan bagi negara, tanpa mengorbankan daya saing sektor pertambangan,” katanya.

Kenaikan royalti dapat menjadi beban tambahan bagi perusahaan tambang yang sudah tertekan akibat turunnya harga komoditas global. Daya saing industri tambang Indonesia di pasar internasional pun bisa terganggu jika biaya produksi meningkat, sementara harga komoditas tetap turun. Oleh karena itu, perlu adanya keseimbangan antara kebijakan fiskal dan keberlanjutan industri pertambangan.

Prospek Sektor Pertambangan Indonesia di Masa Depan

Seiring dengan penurunan harga nikel dan tantangan yang dihadapi industri pertambangan, pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit antara mendongkrak penerimaan negara dan menjaga keberlanjutan industri. Oleh karena itu, pengembangan sektor pertambangan Indonesia ke depannya tidak hanya bergantung pada harga komoditas, tetapi juga pada peningkatan nilai tambah produk tambang.

Tri Winarno menambahkan bahwa salah satu cara untuk mengatasi tantangan ini adalah dengan meningkatkan teknologi dan inovasi dalam sektor pertambangan. “Industri pertambangan kita harus mulai berfokus pada peningkatan nilai tambah, bukan hanya mengandalkan harga nikel. Teknologi dan inovasi akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini,” tegasnya.

Selain itu, diversifikasi produk tambang juga menjadi langkah strategis yang perlu dilakukan agar tidak terlalu bergantung pada satu komoditas seperti nikel. Diversifikasi ini tidak hanya akan memperkuat sektor pertambangan, tetapi juga memberikan peluang pasar yang lebih luas untuk produk-produk tambang Indonesia.

Tantangan Kebijakan Royalti bagi Daya Saing Industri

Kebijakan kenaikan royalti memang diharapkan dapat meningkatkan kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara, namun dalam jangka pendek, dampak dari kenaikan ini terhadap daya saing industri perlu dipertimbangkan dengan cermat. Beberapa pihak khawatir bahwa beban tambahan dari royalti yang lebih tinggi akan memperburuk kondisi industri tambang yang sudah dilanda penurunan harga nikel dan permintaan global.

Dalam hal ini, Tri Winarno mengingatkan bahwa pemerintah harus bijak dalam menentukan kebijakan yang tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan dan daya saing sektor pertambangan Indonesia di pasar global. "Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan mendukung industri tambang tanpa merugikan keberlanjutan sektor ini," tambahnya.

Harga nikel yang terus tertekan di pasar global menjadi tantangan besar bagi industri pertambangan Indonesia. Penurunan permintaan dan harga nikel, terutama yang dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi China, mengancam kelangsungan sektor ini. Di tengah kondisi yang tidak menentu, kebijakan pemerintah untuk menaikkan royalti tambang harus melalui kajian mendalam untuk memastikan bahwa dampaknya tidak memperburuk daya saing industri. Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan sektor pertambangan Indonesia dapat beradaptasi dan terus memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian nasional.

Terkini