Cabai Rawit dan Gas Picu Inflasi Nunukan Capai 2,11 Persen pada Maret 2025

Selasa, 22 April 2025 | 15:58:44 WIB

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nunukan merilis data inflasi year on year (yoy) pada Maret 2025 yang mencapai angka 2,11 persen. Kenaikan ini dipicu oleh lonjakan harga sejumlah komoditas pangan dan energi, dengan cabai rawit dan gas elpiji 3 kilogram menjadi kontributor utama.

Kepala BPS Nunukan, Iskandar Ahmaddien, menyampaikan bahwa lonjakan harga cabai rawit menjadi faktor dominan dalam peningkatan inflasi tahunan. Tak hanya itu, nasi dengan lauk serta bahan bakar rumah tangga seperti gas elpiji juga turut memberikan andil signifikan.

"Kalau ini saya baca data, ini cabai rawit ya, disusul dengan nasi dan lauk, juga bahan membakar rumah tangga," ujar Iskandar dalam keterangan persnya pada Selasa 22 April 2025.

Inflasi tahunan merupakan ukuran perubahan harga konsumen dalam jangka waktu satu tahun dan menjadi indikator penting bagi kebijakan ekonomi lokal maupun nasional. Dalam konteks Nunukan, wilayah perbatasan yang sangat bergantung pada distribusi logistik dari luar daerah, fluktuasi harga komoditas tertentu bisa berdampak langsung pada daya beli masyarakat.

Menurut Iskandar, kenaikan harga cabai rawit dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti gangguan pasokan akibat cuaca ekstrem dan keterbatasan stok dari sentra produksi. Sementara itu, lonjakan harga gas elpiji 3 kilogram disebabkan oleh kebijakan penghapusan subsidi transportasi dari produsen ke konsumen.

"Khusus untuk gas elpiji, terjadi kenaikan harga di tingkat produsen karena penarikan biaya subsidi transportasi. Sebelumnya subsidi ini yang menjaga harga tetap stabil, sekarang tidak lagi," jelas Iskandar.

Pemerintah Kabupaten Nunukan diminta untuk merespons kondisi ini dengan kebijakan yang mampu menjaga kestabilan harga, khususnya menjelang Hari Raya Idul Fitri yang biasanya diikuti peningkatan konsumsi masyarakat. Pengawasan terhadap distribusi bahan pokok dan energi menjadi penting agar tidak terjadi kelangkaan maupun spekulasi harga.

BPS juga mencatat bahwa inflasi bulan ke bulan (month to month/mtm) dan inflasi tahun kalender (year to date/ytd) menunjukkan tren serupa, meskipun lebih rendah. Kenaikan harga-harga kebutuhan pokok di pasar tradisional menjadi salah satu pemicu utama perubahan tersebut.

Pakar ekonomi daerah menilai bahwa fenomena ini mencerminkan perlunya penguatan ketahanan pangan dan energi di daerah perbatasan seperti Nunukan. Ketergantungan tinggi pada distribusi luar daerah membuat Nunukan rentan terhadap gangguan harga dan pasokan.

"Inflasi yang bersumber dari sektor pangan dan energi adalah cerminan ketidakstabilan sistem logistik dan distribusi lokal. Pemerintah daerah harus mulai memikirkan strategi diversifikasi pasokan, termasuk mendorong produksi lokal," kata Ahmad Fadli, dosen ekonomi Universitas Borneo Tarakan.

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya intervensi pasar yang bersifat jangka pendek seperti operasi pasar murah, namun juga tidak melupakan program jangka panjang seperti subsidi pupuk dan dukungan bagi petani serta pelaku UMKM.

Sementara itu, sejumlah warga mengeluhkan kenaikan harga bahan pokok dan gas elpiji yang mulai dirasakan sejak akhir Februari. Kenaikan harga ini dinilai cukup memberatkan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Biasanya saya beli gas elpiji tiga kilo sekitar Rp18 ribu, sekarang sudah di atas Rp22 ribu. Cabai juga naiknya lumayan, padahal kebutuhan dapur makin banyak menjelang Lebaran," ujar Rina, ibu rumah tangga di Kecamatan Nunukan Selatan.

BPS menyatakan akan terus memantau pergerakan harga-harga kebutuhan pokok dan menyampaikan laporan inflasi secara berkala sebagai dasar bagi perumusan kebijakan yang tepat. Pihaknya juga membuka kerja sama dengan instansi pemerintah daerah untuk menyelaraskan data statistik dengan kebutuhan perencanaan pembangunan.

Ke depan, diharapkan adanya sinergi antara pemerintah daerah, pelaku pasar, dan masyarakat dalam menjaga kestabilan harga serta distribusi logistik, utamanya di wilayah-wilayah yang memiliki keterbatasan infrastruktur dan akses seperti Nunukan.

Dengan tekanan inflasi tahunan yang relatif moderat namun tetap signifikan ini, tantangan bagi Pemerintah Kabupaten Nunukan adalah menciptakan kebijakan adaptif dan responsif dalam menghadapi dinamika harga di pasar. Di sisi lain, perlindungan terhadap masyarakat berpendapatan rendah perlu diutamakan agar dampak inflasi tidak semakin memperlebar kesenjangan sosial.

Momen menjelang Lebaran dapat menjadi peluang sekaligus ujian bagi stabilitas harga di Nunukan. Oleh karena itu, koordinasi lintas sektor sangat dibutuhkan agar masyarakat dapat merayakan hari besar keagamaan dengan tenang dan terjangkau.

BPS mengajak masyarakat untuk turut aktif memberikan informasi terkait kenaikan harga yang dirasakan di lapangan, sebagai bagian dari partisipasi dalam pengawasan dan pengendalian inflasi daerah.

Terkini

Cara Ajukan KPR Subsidi Bank Mandiri 2025 Lengkap

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:44 WIB

MIND ID Dorong Transformasi Mineral Hijau Nasional

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:42 WIB

Rekomendasi Kuliner Puyuh Goreng Lezat di Malang

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:40 WIB

Rekomendasi Kuliner Dimsum Halal Enak di Bandung

Rabu, 10 September 2025 | 16:23:39 WIB